Chapter 21

86 15 0
                                    

Just an average girl

She always wore a smile

She was cheerful and happy for a short while

Now she's older

Things are getting colder

Life's not what she thought, she wished someone had told her

Courtney Parker

~•~

Luna pagi ini memilih berangkat untuk menaiki bus umum. Dia sedang tidak ingin diantar oleh kakaknya. Juga tidak ingin paginya dibuat terburu-buru hanya untuk dapat menaiki bus sekolah. Hari ini hari terakhir Luna masuk sekolah sebelum menghadapi UAS di hari Senin nantinya. Sudah bisa dipastikan, agendanya di sekolah hari ini palingan hanya pembagian jadwal dan nomor urut ujian. Sejujurnya Luna malas ke sekolah. Karena sudah pasti Luna akan bertemu dengan Catu dan Kesya. Luna harus berpikir akan bagaimana nanti saat bertemu dengan mereka. Harus pura-pura tidak tahu, mengucapkan selamat, atau Luna bertanya langsung ke Catu? Namun, setelah Luna pikirkan, opsi pertama lah yang akan Luna gunakan. Luna akan pura-pura tidak tahu apa-apa tentang kedekatan Catu dan Kesya.

Luna duduk di dekat jendela. Kursi sebelahnya kosong. Itu merupakan sebuah keberuntungan, dan Luna berharap tidak akan ada orang yang duduk di sebelahnya, karena memang faktanya masih banyak kursi kosong yang lainnya.

Luna memandang ke luar jendela dan hanya mendapati kabut menutup jalanan pagi. Lagian apa yang bisa diharapkan dari musim penghujan? Hujan selalu datang tanpa bisa diprediksi, kadang pagi cerah, tapi siangnya hujan. Atau juga sebaliknya. Namun, Luna menyukai musim hujan. Luna suka segala sesuatu tentang hujan. Luna pikir hujan adalah sesuatu yang dihadirkan untuknya agar dia bisa merasakan kesenangan dan kepedihan dalam satu waktu. Senang karena mengingat masa-masa indah di masa lalu. Dan sedih karena masa-masa itu telah berlalu. Yah, seperti apa yang kebanyakan orang bilang, hujan itu identik akan kenangan.

Luna menatap kabut dengan tatapan sedih. Alam seakan mengerti kalau hati Luna sedang berkabut, makanya alam mengirim kabut sepagi ini seakan hanya untuk menggambarkan isi hati Luna, atau justru malah mengejek Luna. Luna menghela napas. Dia tidak ingin bersedih dulu di waktu sedini ini.

Bus berhenti karena ada penumpang yang ingin naik. Luna memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikiran dan hatinya. Namun, dia dibuat menahan kesal saat seseorang yang baru saja naik bus memilih untuk duduk di sampingnya. Luna berusaha untuk tidak peduli, dan tidak mau menoleh.

"Loh, Luna?"

Luna dibuat terkejut saat namanya disebut, juga karena suara itu terdengar sangat familiar di telinganya. Luna buru-buru menoleh.

"Januar?" katanya saat mendapati ternyata seseorang yang baru saja naik bus dan duduk di sampingnya adalah Januar.

"Kok tumben naik bus? Nggak diantar kakak kamu?" Januar melempar tanya, diiringi tampang keheranan.

Luna menghela napas pelan. "Selalu gini ya, kalau kedapatan nggak dianter atau nggak dijemput sama Kak Pota atau Kak Srean? Padahal mungkin akan terus begini sebentar lagi."

Eccedentesiast [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang