chapter 16

104 20 0
                                    

"I'm scared as hell to want you.

But here I am,

wanting you anyway."

~•~

Keputusan Luna untuk makan bakso super pedas sepertinya berakhir penyesalan. Iya, sepertinya. Karena Luna sendiri masih bingung, dia harus menyesal atau justru malah harus bersyukur.

Jadi setelah Luna makan sambal dibaksoin––kalau kata Septian sih gitu––perut Luna langsung mulas. Begitu jam pelajaran setelah istirahat dimulai, Luna berkali-kali harus izin ke toilet, karena perutnya benar-benar seperti diaduk. Hal itu membuat guru mata pelajaran merasa kasihan, dan menyuruh Luna untuk istirahat di UKS saja. Masalahnya Luna benar-benar terlihat pucat, dan tidak bertenaga, karena harus bolak-balik dari kelas ke toilet. Jadi, Pak Tono––guru mata pelajaran––menyarankan Luna untuk istirahat di UKS dan meminum obat. Lagian UKS juga berdampingan dengan toilet, jadi Luna tidak perlu bolak-balik terlalu jauh. Luna meminta maaf kepada Pak Tono, yang dijawab dengan anggukan kepala dan senyuman.

Jadi di sinilah Luna sekarang, berbaring di UKS sambil menatap langit-langit UKS yang berwarna putih pucat. Tidak ada siapa-siapa di UKS. Luna sendirian. Namun, itu justru lebih baik. Karena Luna memang sedang ingin sendirian sekarang. Luna berdiri dari berbaringnya, lalu menyibak gorden jendela UKS. Hujan sedang turun. Cukup deras, hingga suaranya mencipta seperti orkestra di siang hari; perpaduan antara kicauan burung, suara buliran hujan yang menghantam atap, tembok pagar samping sekolah, juga pohon rambutan yang buahnya sudah ada beberapa yang berwarna merah. UKS sekolah berada di lantai dasar, dan tepatnya berada paling ujung koridor.

Luna membuka sedikit jendelanya, membiarkan aroma hujan menyeruak masuk. Luna menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ada sedikit ketenangan yang mampu Luna rasakan setelah mencium aroma hujan. Entahlah, Luna merasa hujan seakan turun untuk menemaninya dan menghiburnya. Atau justru malah menambah kesedihan hatinya? Luna tidak tahu pasti. Luna memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya matanya kembali terbuka karena mendengar suara kenop pintu yang diputar.

Dari balik pintu yang baru terbuka sedikit, menyembul kepala seseorang, lalu orang itu tersenyum lebar.

"Lo ngapain ikutan ke sini?" tanya Luna saat mendapati Catu adalah pelaku yang baru saja membuka pintu. Catu tersenyum semakin lebar, lalu dia melenggang masuk bersama dua tas. Tas satunya milik Luna, tas satunya lagi milik Catu tentunya.

"Pak Tono menyuruh gue untuk nemenin lo, jadi ya gue ke sini!" Catu menjawab sambil mengangkat bahunya.

"Pak Tono yang nyuruh apa emang lo yang minta?" Luna bertanya menyelidik. Dia yakin kalau sebenarnya Catu lah yang meminta kepada Pak Tono agar dia bisa menemaninya, dengan berjuta alasan, pastinya.

"Pak Tono!" Catu menjawab cepat.

"Pak Tono apa lo?"

"Pak Tono!"

"Pak Tono apa lo, ngaku?!"

Catu menghela napasnya. "Iya-iya, gue. Habisnya gue males banget di kelas. Nggak ada lo jadi sepi." Catu mengatakannya sambil cemberut, membuat Luna tidak jadi kesal kepadanya.

"Sudah kuduga!" Luna menyahut sedatar mungkin. Rencananya tadi Luna ingin sendirian, tetapi sekarang malah Catu datang.

"Tas lo udah gue bawain, tadi katanya Pak Tono suruh bawa aja sekalian. Jadi ya udah.."

Eccedentesiast [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora