40. A massive lie

43K 3.8K 139
                                    

vote komen sebelum baca yang banyak biar aku makin semangat ngetiknya😭

jangan jadi sider yuk bisa😔
bantu up cerita ini juga ya sampai sukses🥰

•••

Setelah event selesai, pukul 11 malam Alanna memilih untuk kembali ke rumah, pulang bersama Jihan, dan tidak ikut bergabung dengan yang lain karena ia merasa lelah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah event selesai, pukul 11 malam Alanna memilih untuk kembali ke rumah, pulang bersama Jihan, dan tidak ikut bergabung dengan yang lain karena ia merasa lelah. Pada saat satpam membukakan gerbang untuknya, ada sebuah mobil yang terparkir jelas di dalam garasi. Di tambah lagi, ada dua bodyguard yang berdiri menyapanya di ambang pintu. Ia membuang nafasnya panjang.

Jadi Papa pulang? batin Alanna.

Alanna melangkah berat masuk ke dalam rumah. Dan benar, ada lelaki paruh baya yang duduk santai di ruang tengah sambil membaca dokumen-dokumen miliknya.

"Papa?" panggil Alanna.

Armando Wira Carabella, Sang Ayah menoleh menatap putri semata wayangnya itu dengan tatapan penuh rindu. "Alanna, sini, Nak."

Alanna melangkah menghampiri Armando dan duduk tepat di samping Armando namun sedikit berjarak.

"Kenapa pulang?" Bukannya memeluk Sang Ayah, Alanna melontarkan pertanyaan yang sudah Armando duga.

Armando tersenyum. "Papa nggak di peluk dulu nih? Nggak kangen sama Papa?"

Alanna menggeser duduknya, menghamburkan seluruh di tangisan rindunya di pelukan Sang Ayah, orang tua satu-satunya yang masih sehat.

"Papa jahat! Papa nggak pernah jengukin Alanna, kenapa Pa, kenapa?!"

Armando mengelus punggung putrinya, memeluknya putrinya itu semakin erat. "Maafin Papa ya, Sayang. Iya, Papa jahat. Papa bukan orang tua baik buat kamu, tapi Papa sayang sama kamu, Nak."

Alanna memukul dada bidang Sang Ayah. "Kenapa baru pulang sekarang, Pa? Kenapa Papa kabur ninggalin Alanna gitu aja?"

Armando terus mengelus punggung putrinya lembut. "Papa bukan kabur, Nak. Ada hal yang harus Papa selesaikan di London."

Alanna terus menangis di pelukan Sang Ayah. Sedikit demi sedikit, rasa rindunya selama 3 tahun itu terobati. Satu bulan setelah meninggalnya Sarah, Sang Ibu, Armando pergi menuju negara London dengan beralasan mengurus Perusahaan yang ada di sana.

"Sebenarnya, ada hal yang mau Papa sampaikan perihal Mama, tapi kamu pasti capek kan dari sekolah?"

Alanna mengurai pelukannya. "Mama? Soal apa, Pa? Apa yang Alanna nggak tau tentang Mama?"

Armando mengelus surai putrinya itu sayang. "Calm down, Sayang. Papa akan cerita satu-satu, kamu sabar ya." Alanna mengangguk mengerti.

"Papa bohong soal meninggalnya Mama kamu, Nak. Mama kamu meninggal bukan karena terkena serangan jantung, tapi di bunuh."

ARSENIOWhere stories live. Discover now