bagian 10✔

8.6K 534 4
                                    

Terlihat seorang pemuda dengan peluh yang membanjiri wajah putih itu dengan nafas terengah-engah ia menampakkan kakinya dihalaman sebuah rumah megah yang merupakan tempat tinggalnya, vian pun mulai berjalan masuk kedalam rumahnya namun saat ia membuka pintu nampak seorang pria paruh baya dengan berkacak pinggang dan tidak pula dengan muka marahnya, pasti ayahnya marah besar tapi apa yang membuatnya marah apa karena ia telat pulang ah ayolah vian tadi hanya ada tugas sedikit dan tadi juga dia sudah pamit dengan ayahnya itu meskipun tadi cuma dibalas dengan kata "terserah".

Ayahnya mulai mendekati vian dan plakk satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus vian "kamu tau apakah kesalahan kamu" tanya sang ayah pada vian yang sekarang tengah memengangi pipinya yang sakit akibat tamparan dari sang ayah.

Vian hanya menggeleng lemah ia benar benar tak tau apa kesalahannya kali ini.

"Kenapa kamu pulang telat, saya sudah bilang kan kamu harus tiba dirumah pukul 6 sore kamu lupa hah"

Vian mengeryit tak paham apa ayahnya ini lupa bukannya tadi dia sudah mengizinkannya tapi kenapa sekarang sang ayah marah padanya "tapi tadi vian udah pamit kok sama ayah, dan ayah bilang terserah ini buktinya" vian mengeluarkan ponselnya didalam saku celananya dan membuka aplikasi chat kemudian melihatkan isi chatnya tadi.

"Saya tidak pernah mengirim chat sepeserpun pada kamu lihat" sang ayah juga memperlihatkan isi chatnya dengan vian dan benar tidak ada balasan pada chatnya dengan ayahnya, vian kali ini dibuat bingung namun satu nama membuatnya mengerti pasti itu perbuatan vano, vian yakin itu.

"Jadi sekarang ikut ayah" vian hanya pasrah ketika tangan sang ayah menyeretnya menuju tempat yang sangat ia benci sedari kecil tempat menyesakan tak ada udara,lembab dan kotor vian benci semua itu, vian ingin sekali memberontak namun ia tau apa yang akan terjadi jika ia memberontak ia pasti akan mendapatkan hukuman yang lebih mengerikan daripada ini jadi lebih baik ia menurut saja.

"Sekarang masuk" tubuh vian didorong kuat sampai tersungkur dilantai setelah itu pintu terkucnci dan beginilah keadaannya dia akan tidur ditempat kotor,lembab, dan gelap.

Vian bersandar pada tembok gudang ia merasakan kepalanya pusing pasti saat ini penyakitnya kambuh pasalnya dari tadi ia belum mengisi perutnya dan ia juga belum meminum obatnya ia mulai memejamkan matanya untuk menetralisir sakit kepalanya namun pintu tiba tiba terbuka membuat vian mau tak mau harus membuka matanya.

Kini menampakkan bundanya apakah vian bermimpi bahwa bundanya sekarang peduli padanya, bundanya membukakan pintu.

"Bunda" ucap vian lembut.

"Cepat kembali ke kamarmu saya tidak mau kamu mati ditempat tinggal saya" ucapan sang bunda menusuk relung hatinya bagaimana tidak bundanya seakan akan jijik terhadap vian harapannya tadi luntur seketika bundanya tidak akan pernah peduli padanya.

"Cepat keluar kenapa malah diam heee" bentak Airin membuat vian terbuyar dari lamunannya.

"Iya bunda."

vian mulai bangkit dan berjalan terseok seok keluar dari gudang kumuh itu berjalan menuju anak tangga satu persatu sampai ia tiba di depan pintu kamarnya, saat ia hendak membuka pintu kamar vian melihat vano keluar dari kamar, vian tak mau melewatkan kesempatan ia pun menghampiri vano.

"Vano" panggil vian sang pemilik nama pun menoleh ke sumber suara tadi

Vano hanya menatap vian dengan muka datar tanpa ekspresi "ada apa" jawabnya.

"Lo ya yang balas chat gue di ponsel papa" tanya vian.

"Kalau iya kenapa" vian terkejut dengan jawaban vano, vano berubah biasanya vano akan melindungi vian tapi kenapa sekarang vano malah memberikan vian kemarahan ayahnya, vian tidak mengerti dengan sikap vano sekarang.

"Kenapa?."tanya vian benar benar tak mengerti.

"Ya karena gue benci sama lo"

"Maksud lo" vian kini benar benar tak paham semua maksud dari ucapan vano.

"Ck,masih nanya lagi, gue benci sama lo ngerti gak sih, lo tuh udah buat adek kesayangan gue meninggal tau gak sih, bian lo udah bunuh bian" ucap vano dengan emosi yang terkendali vian terkejut.

"Gue gak bunuh bian van ini salah paham"

"Salah paham apanya, untung kak Daren bilang sama gue kalau enggak mungkin gue masih belain anak pembunuh macam lo, gue bener benar nyesel selama ini belain elo didepan ayah GUE NYESEL VIAN " nafas vano tersenggal senggal ia sangat emosi kali ini.

"Gue bukan pembunuh" suara vian bergetar sebuah liquid bening berhasil lolos meluncur di pipi putih vian, ia benci situasi ini vian tidak membunuh bian malah ia menyayangi bian ketimbang nyawang namun waktu itu vian tidak tau bakal kejadian seperti itu, dan vano saat kejadian itu ia tidak di rumah vano menginap dirumah neneknya sepertinya waktu iti juga vano tidak tau kejadian apa yang menimpa bian ia hanya tau bahwa bian meninggal akibat penyakit jantung yang diderita bian.

"Gak usah sok dramatis lo, air mata lo gak bakal bikin kecewa gue hilang, pembunuh tetap pembunuh dan mulai detik ini jangan deketin gue lagi, jangan pernah berani nampakkin muka sok polos lo didepan muka gue ngerti" ucap vano dan seketika tangan vano melayang menonjok pipi vian membuat sang adik tersungkur dilantai "dan satu lagi itu buat lo yang udah bunuh adek gue" setelah menonjok vian, vano beranjak kedalam kamar dan mengunci pintu meninggalkan vian dengan seribu luka di hati maupun fisiknya.

Vian mulai bangkit ia mengusap darah disudut bibir akibat hadiah dari sang kakak, ia mulai berjalan menuju kamar dan mengunci kamarnya, ia berjalan namun sebuah darah menetes dari hidungnya dan membuat bekas dilantai ia merasakan pusing , tubuhnya mulai limbung seakan tulangnya sudah tak berfungsi lagi, kini vian meringkuk di dinginnya lantai dengan darah yang masih mengalir di hidung nya sungguh mengenaskannya ia sekarang.

Takdir benar benar mempermainkannya kini orang yang membuatnya bertahan suah membencinya sekarang tak ada orang yang menjadikan alasan untuk bertahan semua orang telah membencinya, namun tiba tiba wajah dari sahabat sahabatnya muncul dalam ingatannya membuat vian berfikir ia masih punya orang yang peduli padanya ia harus bertahan untuk mereka, vian meraih botol berisi pil putih namun kepalanya kembali pusing kali ini 3 kali lipat dari tadi sakitnya dunianya seakan berputar dan matanya mulai memejam semuanya akhirnya gelap, vian terlelap dengan pil putih yang berserakan dilantai tubuh vian sekan ringan seperti kapas apakah semuanya sudah berakhir "apakah ini akhir dari semuanya".











tbc.

Aku comeback gaes maaf ya kalau ceritanya amburadul selamat membaca.

Jangan lupa follow akun wattpad ku.

VOTE AND KOMEN

09 februari 2020

ALVIANO [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now