bagian 20✔

7.6K 512 21
                                    

Apakah aku memang ditakdirkan memiliki kehidupan yang menyedihkan? Tapi kenapa takdir itu harus berpihak padaku? Kadang aku berpikir kenapa tuhan memberikan semua itu padaku, apakah aku anak yang kuat, ah mungkin saja begitu.

Ayah, bunda, kalian tahu setiap tarikan nafasku, aku selalu berdoa, berharap kalian mau menerimaku, memberikan aku kasih sayang yang mungkin selama ini hanya kalian berikan pada kak Vano dan kak Devan.

Ayah, bunda, apakah aku pantas untuk merasa iri pada kak Vano dan Kak Daren, bolehkah aku marah kepada mereka?, tapi kalau aku marah sama mereka pasti ayah akan memukulku, mencaciku, bahkan mungkin membunuhku.

Ayah, aku lelah dengan semua cacian yang ayah lontarkan padaku, aku juga lelah dengan semua goresan yang selalu ayah berikan kepada tubuhku, ayah tau itu sakit teramat sakit, sebenarnya aku ingin memberontak tapi hati nurani ku masih berfungsi jadi aku tidak akan memberontak hehehe,kadang aku berfikir mungkin dengan memukulku, mencaciku, ayah akan mau menerima ku kembali namun nyatanya itu hanya fatamorgana semata,aku rindu dipeluk ayah, main sama ayah, berangkat dan dijemput sekolah oleh ayah, jalan jalan sama ayah, pokoknya aku mau ngelakuin sesuatu sama ayah walau cuma satu hari, aku sayang ayah lebih dari apapun.

Bunda, wanita paling aku sayang, wanita tangguh yang sudah melahirkan ku, bunda tau aku kangen sama ayam goreng buatan bunda, rasanya terakhir kali aku merasakan masakan bunda 10 tahun yang lalu, aku kangen banget;v, bunda aku sakit, aku mau dirawat sama bunda, mungkin dengan dirawat bunda aku bisa sembuh, aku pingin banget dipeluk bunda satu kali aja itu permintaan aku buat bunda, aku sayang bunda.

Kak Daren dan Kak Vano, kapan kita bisa main bareng, huhuhu aku kangen, tau gak bagiku kalian tuh saudara terbaik di seluruh dunia, aku mau dong tidur bareng kak Vano lagi, aku sayang kalian my brother.

Aku akan bertahan untuk kalian, bertahan menahan semua rasa sakit yang menjalar di tubuhku, aku akan bertahan sampai kalian mau menerima ku kembali, tapi kalau aku udah gak kuat lagi maafin ya.

Kalau kalian nemuin lembaran ini, jangan nangis ya kalau baca, aku gak tega kalau lihat kalian nangis, AKU SAYANG KALIAN.

Dari:
ALVIANO ANAK GANTENG

Vian merasa sedikit lega, meskipun ia hanya bisa mencurahkan semua keluh kesah yang ia pendam selama ini dengan sebuah tulisan, saat Vian hendak menutup buku itu, TES buliran kental berwarna merah berhasil lolos dari hidungnya dan menetes mengotori buku nan bersih itu, pasti penyakitnya kumat lagi, Vian lupa juga tak membeli obat tadi, mungkin malam ini Vian akan sulit untuk tidur tapi mau bagaimana lagi, Vian hanya pasrah.

Saat ia hendak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan sisa dari mimisan tadi, sebuah ketukan pintu membuat Vian mengurungkan niatnya, siapa lagi sih Vian tuh mau istirahat kenapa selalu mengganggu Vian, kali ini aja Vian tidur dengan nyenyak dan nyaman, Ia pun pergi membuka pintu tak lupa ia juga mengelap terlebih dahulu sisa mimisan di hidung Vian dengan bajunya, untung saja bajunya berwarna merah jadi tak akan kelihatan kalau ia habis mimisan.

Ceklek, pintu terbuka dan menampakkan wanita yang sudah tua, ah Vian rindu orang ini.

"Nenek, Vian kangen" ujar Vian sambil memeluk sang Nenek.

"Nenek juga kangen sama Vian, kamu sudah makan, tadi Nenek bawain makanan kesukaan Vian" ucap Nenek Vian sambil mengecup kening Vian.

"Vian udah makan kok Nek" bohong Vian padahal ia belum makan sama sekali dari pagi tadi.

"Jangan bohong Vian, Nenek tau kamu belum makan ya, ayo ke meja makan" omel sang Nenek sambil menarik Vian menuju meja makan.

Saat hendak sampai di meja makan, semua mata memandangnya dengan tajam kecuali Kakek Vian menyambutnya dengan senyuman.

"Vian udah besar aja" ucap sang Kakek sambil mengecup kening Vian.

"Ayo duduk Vian" Nenek Vian menarik Vian agar mau duduk disebelah Vano yang sudah menatapnya dengan tatapan tak suka.

"Ah Vian balik kekamar aja ya Nek, Vian udah makan kok" ujar Vian sambil beranjak menjauhi meja makan itu namun terhenti karena suara sang Nenek.

"Vian duduk"

"Udahlah Bu kalau dia gak mau yaudahlah biarin aja" ucap Ayah Vian membuat Vian menunduk "gak penting juga dia ada disini" sambunya sambil berguman namun masih dapat Vian dengar, mungkin Neneknya sedikit tak mendengar faktor usia.

"Vian duduk, pokoknya Nenek mau Vian duduk dan makan sama-sama"

Mau tak mau Vian pun duduk disebelah Vano, membuat Vano bangkit dan pergi.

"Vano udah kenyang" pamit Vano pergi menjauhi meja makan.

Semua pun hening, tak ada suara yang terdengar hanya suara sendok yang bersatu dengan piring, sebenarnya Vian rindu waktu seperti ini, Malam bersama keluarga yang sama sekali tak pernah ia rasakan selama 10 tahun ini, ia pun makan dengan tersenyum melupakan semua masalah hari ini, Vian ingin bahagia hari ini.

Setelah acara makan malam bersama sudah selesai Vian pun mengemasi piring kotor dan membawanya ke dapur untuk ia cuci, suara keributan dari arah taman belakang membuat Vian penarasan, siapa sih yang ribut malam-malam begini, ia pun berjalan mendekati suara itu berasal sampai akhirnya ia mendapati Nenek dan Ayahnya sedang berdebat.

"Kamu masih memperlakukan dia dengan kasar kan Adrian, sudah berapa kali Ibu bilang kalau memang kamu tak mau mengurusnya biar aku saja yang merawat Vian, daripada disini dengan kamu" ujar Nenek Arda pada Adrian ayah Vian.

"Sudahlah Bu Adrian tak mau berdebat dengan Ibu cuma karena anak itu, Biar aku saja yang merawatnya, Ini urusan keluarga ku jadi Ibu gak usah ikut campur"

"Merawat apa sepertinya setiap hari kamu hanya memukulnya dan mencaci Vian, lebih baik dia denganku, toh dia juga cucuku jadi aku berhak merawatnya"

"Tapi aku orang tuanya Ibu aku lebih berhak merawatnya" kini suara Adrian semakin meninggi.

"Kamu sama sekali tak merawatnya, jadi besok aku akan membawanya pulang bersamaku" setelah berbicara seperti itu Nenek Arda pergi meninggalkan Ayah Vian dengan segala kemarahan.

Vian yang melihat Neneknya beranjak mendekati nya ia pun segara berlari menuju dapur dan melanjutkan mencuci piringnya, setelah Vian rasa Neneknya sudah melewatinya iapun bernafas lega, akhirnya Vian dapat pergi dari rumahnya, ia akan tinggal bersama Neneknya, tidak apa-apa ia LDR dengan Kinan yang penting ia harus segera bebas dari rumah ini.

Suara langkah kaki semakin keras mendekati Vian, dan setelah itu menampakkan wajah sang Ayah membuat Vian terlonjak kaget.

"Ayah"

"Kamu harus tetap bersamaku, jangan pernah mau pergi bersama Ibuku, kalau kamu pergi bersama Ibuku aku akan membuat mu tak pernah melihat Ibuku" ancam sang Ayah Vian setelah itu ia beranjak pergi meninggalkan Vian yang membeku ditempat.

"Aku harus bagaimana, aku ingin ikut Nenek, tapi aku masih mau melihat Nenek, memang ini takdirku tinggal dirumah berupa neraka ini" guman Vian sambil beranjak meninggalkan dapur dan menuju kamar nya.









tbc

Part yang menguras air mata,aku sebenarnya gak pandai buat kata-kata, kalau jelek maafin author ya;v

Vote and komen

03 april 2020


ALVIANO [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now