bagian 29✔

7.2K 498 56
                                    

Sudah seminggu Vian dirumah sakit dan akhirnya ia bisa bebas dari tempat itu, sekarang ia sudah bisa bersekolah, Vian berjalan menenteng Tasnya di bahu kiri, ia berjalan santai padahal ini sudah jam 7, sekolah juga sudah sepi, murid murid sudah dikelas untuk belajar.

"Alviano" Teriakan terdengar dari ujung koridor, membuat Vian menoleh dan mendapati pak Anton guru yang terkenal killer.

Vian tak mengubris teriakan pak Anton yang sudah kehabisan energi meneriaki nama Vian, pak Anton yang langsung menghampiri Vian, dan menjewer telinga kanan Vian, membuatnya meringis kala sakit mulai menjalar ditelinga kanannya.

"Pak sakit" Adunya sambil meringis kesakitan.

"Kamu dari tadi saya teriakin malah nyelonong pura pura gak denger" Omel pak Anton, dan ia juga heran tumben Vian datang terlambat biasanya juga ia rajin.

"Saya pake headset pak jadi gak denger" Ujar Vian santai sambil melihatkan telinganya yang sudah terpasang headset.

Anak ini berubah? pak Anton sangat bingung, kenapa Vian bisa berubah secara mendadak seperti ini.

Pak Anton mengeram kesal dan mencabut headset yang terpasang ditelinga Vian.

"Pak kok dicabut padahal lagunya lagi enak" Celetuk Vian membuat Pak Anton lagi lagi menghela nafas, harus sabar.

"Berdiri dan hormat dibawah tiang bendera" Teriak pak Anton.

"Panas pak" Ujar Vian dengan begitu berani membuat pak Anton harus mengeluarkan jurus extra sabarnya.

"Cepat Vian atau saya panggil orang tua kamu" Kata pak Anton dengan nada tinggi.

"Iya iya ribet banget sih" Vian berjalan menuju lapangan upacara dan berhenti dibawah tiang bendera, ia melempar tasnya ke sembarang arah, lalu memposisikan dirinya dengan posisi hormat.

Vian berubah? Memang ini adalah keputusan Vian, ia harus berubah, ia tak mau jadi Alviano yang selalu pasrah dengan hidupnya, ia harus memperjuangkan hidupnya, dan ini hidup Vian tidak ada yang boleh mengatur hidupnya.

Vian masih dalam posisi hormat, terik matahari kali ini begitu panas, membuat Vian harus mengunakan banyak tenaga walau hanya berdiri dan hormat saja, tapi energinya begitu banyak yang keluar.

Didalam kelas Aldo seari tadi gelisah, tumben Vian belum datang apakah dia masih sakit?.

"Jang woy jang" Ujang yang merasa namanya terpanggil langsung menoleh.

"Apa elah, diem dulu nanti tuh bu Indah ngeluarin jurus macan nya" omel Ujang.

"Vian kemana ya?" Tanya Aldo.

"Ya mana gue tau sat" Teriak Ujang membuat seisi kelas yang tadi fokus kedepan sekarang malah fokus ke Ujang dan Aldo, Aldo menepuk jidat nya, Ujang emang ya mulut nya gak bisa diajak kompromi.

"Ujang keluar kamu" Teriak Bu indah membuat Ujang berdecak kesal, duh nih mulut gak tau keadaan ngapain sih teriak teriak kan jadi ribet.

"Kamu juga Aldo" sambung Bu indah.

"Lah kok saya juga" Ucap Aldo menunjuk dirinya sendiri.

"Pokoknya kalian berdua keluar" teriak Bu indah sekali lagi, dan membuat Ujang dan Aldo lari terbirit birit, daripada kena omel lebih tajam lagi mending keluar aja, ke kantin gitu.

Saat mereka Tenga asik ngomelin satu sama lain, pandangan mereka langsung tertuju ke arah lapangan upacara dan menemukan Vian yang sedari tadi mengeryit menahan sinar matahari yang menusuk kulit putihnya.

"Lah tuh si kampret, baru masuk juga udah dihukum" Ujar Ujang langsung berlari menuju Vian dan disusul oleh Aldo dari belakang.

Sesampainya di tempat Vian berdiri, Aldo langsung menepuk pundak Vian membuat Vian langsung mengaduh sakit.

ALVIANO [PROSES REVISI]Kde žijí příběhy. Začni objevovat