bagian 32✔

7.6K 564 36
                                    

"Vian gak mau" Ucap Vian membuat Adrian mengeram marah, ia pun refleks menampar pipi Vian dengan keras membuat Vian terhuyung kesamping.

Vian menatap Adrian tak percaya baru saja ayahnya minta maaf tapi sekarang ayahnya menampar Vian, Vian mencoba berdiri memegangi pipinya yang panas akibat tamparan Adrian.

"Anak kurang ajar, saya sudah ngeluarin banyak uang buat makan kamu, dan kamu malah nolak buat ngedonorin ginjal kamu ke Vano, kakak mu sekarat, dan apa ini kamu malah gak mau nyelamatin kakak kandungmu sendiri" Bentak Adrian ia bahkan tak malu padahal banyak orang disekitar yang melihat dirinya memarahi Vian.

Vian masih menunduk, matanya mulai memanas, namun ia tak boleh menangis didepan sang ayah, Vian harus kuat, Vian gak cengeng.

"Kamu tau biaya hidup kamu selama ini aja gak bakal cukup buat bayar dengan satu ginjal saja, kamu saya sekolahin, saya kasih makan, saya kasih rumah enak, dan itu semua gak bakal cukup menggantinya, dan saya hanya mau kamu donorin ginjal satu kamu buat bayar semua hidup kamu kepada saya" Bentak Adrian sekali lagi.

Vian tak kuat menahan air matanya, ia mulai terisak namun ia juga masih menunduk, ia tak mau melihat wajah ayahnya ini, Vian tak mengubris semua perkataan ayahnya ia langsung pergi berlari menyusuri jalanan malam yang sepi, hancur sudah harapan Vian yang mengira ayahnya akan menyanyanginya kembali, Vian terus berlari sampai sebuah liquid jatuh ke tanah, Vian sudah hancur.

Vian berhenti disebuah halte, ia duduk dan menunduk, ia masih terisak, katakanlah Vian cengeng atau apalah itu, Andai kalian diposisi Vian apakah kalian akan kuat? Tidak kan? Begitu pula Vian, Vian sudah tidak tau harus bagaimana, ia tak mau kembali ke neraka itu, Kini Vian harus pergi.

"Kamu kenapa nak" Ucap seseorang sambil menepuk pundak Vian, Vian yang merasa pundaknya ada yang menyentuh langsung menoleh dan mendapati seorang nenek.

"Kamu menangis ada apa, coba ceritakan kepada nenek apa penyebab kamu menangis" Tutur sang nenek.

Vian mengusap air mata yang masih mengalir " cuma kelilipan kok nek" Bohong nya padahal sudah jelas dia menangis, memang Vian adalah penyembunyi luka terbaik.

"Kamu gak bisa bohongin nenek, coba ceritakan apa masalah mu" Sang nenek seakan kekeh ingin tahu apa yang terjadi dengan diri Vian.

Vian meneguk ludah, tenggorokannya seakan kering " sebenarnya saya ada sedikit masalah nek" entah mengapa Vian ingin menceritakan masalahnya pada sang nenek tua ini.

"Coba ceritakan"

"Aku udah lelah nek hidup dengan semua penderitaan yang gak pernah ada ujungnya, Vian lelah sangat lelah,kadang Vian berfikir buat apa Vian hidup kalau nyatanya ia harus hidup dengan berjuta rasa sakit, Vian mencoba untuk gak nyerah dengan hidup Vian tapi Vian gak bisa" Vian meneguk ludahnya lagi ia seakan tercela dengan ucapannya sendiri "Setiap hari Vian selalu dapat cacian, pukulan, tamparan, bukan kasih sayang yang seharusnya Vian dapat, Vian pernah ingin menyerah namun lagi lagi Vian berfikir banyak yang masih sayang Vian, Dan Vian yakin suatu hari nanti apa yang selama ini Vian perjuangkan akan Terwujud" Sambungnya.

"Kamu tau nak, syukuri apa yang kamu dapat selama ini, cobalah untuk ikhlas walau nyatanya kamu menderita, percayalah tuhan akan memberi sesuatu yang luar biasa untukmu dihari kemudian, percaya sama nenek kebahagian akan kamu dapatkan sebentar lagi" Ucap sang Nenek membuat Vian sedikit tenang, betul apa kata sang nenek Vian harus mengikhlaskannya.

"Terima kasih nek" Vian menoleh namun ia tak mendapati seseorang disampingnya, nenek tadi kemana? Cepet banget hilangnya.

"Nek" teriak Vian, namun tak ada sahutan dari nenek tadi.

"Nenek dimana" Teriak nya sekali lagi.

Vian berjalan ke sekitar tempat itu namun nihil tak ada seorang nenek dan jalanan juga sepi, seperti tak ada penghuni, Vian sedikit menyipitkan penglihatannya, ada cahaya malam begini? Vian berjalan menuju cahaya itu, Langkah demi langkah akhirnya ia sampai di sebuah tempat yang begitu damai, indah, asri tumbuhan hijau menghiasi tempat itu, ia menyipitkan mata lagi, ia melihat seorang anak kecil yang duduk santai di rerumputan hijau, sepertinya Vian tak asing dengan anak itu, Vian pernah melihat anak itu.

Ia berlari mengecek siapa anak kecil itu, saat ia melihat wajahnya Vian terkejut.

"Bian" Teriaknya membuat anak itu menoleh dan kaget, bagaimana bisa kakaknya ada disini.

"Kak Vian kenapa ada disini" Tanya Bian yang heran dengan keberadaan sang kakak.

Bukannya menjawab Vian malah menghamburkan pelukan, ia benar benar rindu dengan anak kecil ini.

"Bian kakak kangen sama kamu" Ucap Vian membuat Bian tersenyum.

"Aku kan tanya kenapa kakak bisa ada disini" Tanya Bian sekali lagi.

"Gak tau tadi ada cahaya terus kakak samperin eh ternyata langsung ketempat ini" jelas Vian.

"Kakak balik gih, ini bukan tempat kakak" Ucapnya mendorong tubuh sang kakak.

"Gak ah disini nyaman, kakak gak mau pergi" Vian malah tiduran direrumputan itu, memejamkan mata sambil merasakan ketenangan di tempat itu.

"Ini bukan tempat kakak, mending kakak pulang, kasian Ayah" Bian menarik tangan Vian agar sang kakak bangun dari rerumputan itu.

"Kasihan sama ayah?, Bian ayah aja gak kasian sama kakak"

"Kakak dengerin Bian ya, sebenarnya Ayah sayang kok sama kakak tapi cara dia salah, Balik gih"

"Kakak udah disini gak mau pergi"

"Kakak Bian nangis nih" Ucap Bian merengek pada sang kakak.

"Dek dengerin kakak, kakak udah disini jadi kakak gak mau pergi, disini nyaman tenang" Vian lagi lagi tiduran dan memejamkan matanya.

"Bodo ah, Bian marah nih sama kakak" Ucap Bian berjalan menjauh dari Vian.

Vian yang tak lagi mendengar celotehan Bian,ia membuka matanya dan Tak ada Bian disana hanya ada dirinya, kemana Bian.

"Bian" Teriaknya namun nihil tak ada sahutan.

"Bian" Vian terbangun, membuat orang disekelingnya menatap Vian bingung.

"Kamu udah bangun nak" Ucap Laras namun Vian masih bingung kenapa ia sudah berada dirumah sakit, bukannya ia duduk di halte.

"Lo bangun bangun ngangetin njir, teriak teriak" Celetuk Ujang membuatnya mendapatkan kita kan dari Aldo.

"Lo kemarin pingsan di halte, dan ibu lo yang bawa lo kesini" Aldo mulai menjelaskan kronologi kenapa Vian bisa dirumah sakit dan bagaimana keadaan Vian saat dihalt, tubuh yang dingin dan darah yang mengucur dari hidungnya.

Vian masih diam, ia benar benar bingung dengan apa yang terjadi dengan dirinya.

"Kamu istirahat aja ya" Ucap laras lembut sambil menyelimuti tubuh sang anak.

Vian hanya menatap bingung, ia tak tau harus berbuat apa, ia masih benar benar bingung.
















Update kan?

Vote dan komen





City, 22 april 2020

ALVIANO [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now