bagian 42✔

9.2K 427 33
                                    

Pagi ini Vian ada jadwal kemoterapi pada jam 10, ia sungguh bosan berada dikamar terus selama berhari hari, jadi ia putuskan untuk berjalan jalan sejenak tapi dengan seizin dokter Arya, ia pun menyusuri koridor rumah sakit sendiri, Arsya? Ah ia sedang bersekolah jadi Vian mau tak mau harus berjalan sendiri.

Sudah beberapa menit ia menyusuri koridor rumah sakit sampai akhirnya ia melihat Ayah dan Bundanya keluar dari sebuah ruangan, Vian bingung kenapa Ayah dan Bundanya ada disini, Siapa yang sakit? Hmmm kenapa tiba tiba firasat Vian jadi gak enak.

Setelah melihat ayah dan bundanya berjalan menjauhi ruangan itu, Vian pun segera berjalan mendekati ruangan tadi, dan apa yang ia lihat Vano tidur dengan lelap di atas ranjang rumah sakit? Vano sakit? Sakit apa? Bukannya dia selama ini baik baik saja? Kenapa sekarang dia malah terlelap seperti ini?.

Vian masuk dan mulai mendekati ranjang Vano, tubuh Vano begitu kurus, wajah pucat begitu nampak, Vano kenapa? Entah mengapa air matanya keluar begitu saja tanpa izin, Vian begitu rindu dengan Vano tapi kenapa ia harus dipertemukan dengan cara seperti ini melihat Vano terbaring di rumah sakit.

Tiba tiba pintu kamar rawat terbuka membuat Vian refleks menoleh dan mendapati sang bunda berada di ambang pintu, dan Vian langsung berdiri sedikit terkejut namun merasa takut, bagaimana tidak ia sudah hafal sikap ibu tirinya yang selalu memperlakukan dirinya dengan tidak baik, namun anehnya saat bertemu Vian tatap bundanya pasti begitu saja, tapi sekarang tatapan bundanya berbeda, ah Vian benar benar bingung dengan situasi saat ini.

"Vian" Ucap Airin sambil berjalan menuju tempat Vian berdiri, ia tahu anaknya ini masih takut padanya.

"Gak usah takut bunda gak akan ngapa ngapain kamu kok" Ucap Airin membuat Vian mengerjapkan matanya, kenapa bundanya berubah ada apa?.

Vian mencoba memberanikan diri untuk bersuara "Bun Vano kenapa?" Tanyanya membuat raut wajah Airin berubah.

"Bunda kok diem, Vano kenapa Bun?" Tanyanya sekali lagi, Membuat Airin menghembuskan nafasnya kasar.

"Vano kena gagal ginjal Vian, dan dalam minggu ini Vian harus segera mendapatkan donor ginjal, dan ayah sedang mencari pendonor ginjal itu, jadi kamu tidak perlu khawatir" Ucap sang Bunda membuat Vian terdiam sesaat, saudaranya mengidap penyakit gagal ginjal, sejak kapan? Kenapa Vian ta mengetahuinya.

"bunda apa ayah bakal dapat donor ginja dalam minggu ini, Vian takut kakak belum juga dapat donor ginjalnya" Ucap Vian sambil Menunduk. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan kakaknya.

Airin menghela nafasnya berat, ia tau Vian sedang takut jika kakaknya pergi, Airin pun juga merasakan ketakutan itu, dia dan suami harus berusaha untuk mendapatkan pendonor untuk Vano secepatnya.

"Vian dengerin bunda" Ucapnya sambil menatap Vian dengan lekat dan kedua tangan berada di pundak Vian "Percaya kakakmu akan baik-baik saja bunda dan ayah akan berusaha untuk mendapatkan donor dengan sesegera mungkin"

Vian hanya menatap bundanya dengan mata sayu, ia takut, takut kakaknya pergi, tapi pasti ayah dan bundanya akan melakukan yang terbaik untuk kakaknya Vano, tiba-tiba pintu terbuka terlihat sang ayah sedang berdiri di ambang pintu, ayahnya perlahan lahan berjalan menuju ke arahnya

"Ikut saya" Ucapnya dan langsung di iyakan dengan Vian, Airin ingin membuka mulutnya untuk mencegah Vian untuk tidak ikut dengan suaminya namun tatapan tajam suaminya dan tatapan sayu Vian seperti mengisyaratkan ia baik-baik saja membuat Airin mau tak mau hanya diam di sebelah ranjang Vano.

Vian mengikuti setiap langkah besar ayahnya, ia hanya menunduk, sampai akhirnya ayahnya berhenti di taman  rumah sakit, Adrian pun duduk dan Mengisyaratkan Vian untuk duduk juga.

ALVIANO [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now