3. Angkasa dan Jabatan

65.1K 4.6K 76
                                    

Kantin sekolah terasa sesak. Raisa, Kania, Tiara, Riri dan Vina tampak duduk di kursi kantin yang jauh dari para murid, tidak lupa dengan makanan yang berada di hadapan mereka. 

“Gila! Punya nyawa berapa lo sampai berani tumpahin air minum itu ke badan Angkasa?!” tanya Kania saat mereka membicarakan nya di kelas tadi. 

“Tapi dia ngga marah kok. Dia langsung pergi gitu aja tanpa marah ke gue. Dia juga ngga bilang apapun, apalagi sampai ngomong mau bunuh gue,” kata Raisa. 

Angkasa Saputra Wiratama. Cowok nakal SMA Merah Putih. Pemilik jabatan pemimpin jabatan Gangster Razel. Nama Angkasa terkenal ke laur sekolah. Dia Angkasa, cowok paling banyak musuh dan masalah, tetapi itu justru menjadikan Angkasa sebagai idola para murid. 

“Angkasa emang jarang bicara. Bagi dia ‘tong kosong nyaring bunyi nya.’ Kalau emang ada yang mau macem-macem sama Angkasa, omongan nya akan paling dikit. Tapi lihat perlakuan nya nanti,” balas Kania. 

“Lo dalam masalah besar! Kalau Angkasa udah ngga suka sama sesuati, dia ngga akan pernah main-main. Orang itu ngga akan di biarin lepas dalam pengawasan Angkasa. Bagi dia, Razel adalah aset penting, suatu prioritas yang ngga akan bisa di ganti,” Tiara menambahkan. “Begitupun sebaliknya, Angkasa akan menjaga apa yang sudah dia miliki, dan ngga akan pernah biarin orang lain sentuh apa yang dia punya.” 

“Benarkah?” tanya Raisa penasaran. “Apa dia ngga punya orang tua? Kenapa dia ngga di didik dengan baik?” 

“Angkasa anak broken home. Orang tua nya udah ninggalin dia sejak dia masih kecil. Dia tinggal sama adiknya, walaupun beberapa tahun sekali orang tua nya akan pulang, tapi namanya anak kecil, di tinggal satu hari aja udah nangis, apalagi bertahun-tahun kan?’ balas Tiara. “Semenjak dia  remaja, Angkasa jadi ikut pergaulan bebas. Walaupun dia ngga terlalu nakal, Angkasa tetep jadi anak baik. Dia jadi suka berontak, keluar masuk BK sama Polisi karena balapan motor. Dia cuma tinggal sama adik dan pembantu yang ada di rumah.” 

“Dia punya adik?” tanya Raisa. 

“Punya. Kalau ngga salah, nama nya Raka Saputra Wiratama. Raka adalah bagian penting dalam kehidupan Angkasa. Kasihan, anak sekecil dia harus tinggal sama abang nya doang.”

“Jadi orang tua nya masih hidup? Terus ninggalin anaknya waktu masih kecil?” sahut Raisa tak percaya. “Kasihan ya mereka.” 

“Ya gitu deh. Angkasa sebenernya orang yang ramah, tapi ke tutup sama sifat dingin dan keras kepala nya dia. Dia baik kok, cuma kalau udah marah, ya kebangetan marahnya.” 

Raisa mengangguk beberapa kali. “Lo kan anak beasiswa nih. Bapak nya Angkasa kan donatur, jadi dia ada peran dalam membantu para murid di sini. Denger-denger sih, bokapnya Angkasa gila kerja. Jadi gitu deh. Tapi itu dari mulut ke mulut doang, masih belum ada yang tau pastinya.” Balas Kania. 

Bertepatan dengan usai nya cerita mereka. Anak Razel memasuki area kantin dengan gagah nya. Keseragaman mereka menjadi pusat perhatian para murid, tetapi lain dengan ketua nya. Angkasa, bukan nya memakai kemeja sekolah, laki-laki itu dengan berani memakai kaos hitam, dengan keringat yang mengalir deras mengenai leher keras nya. 

Angkasa memimpin barisan mereka. Saat mata mereka beradu, di situlah Raisa dapat melihat Angkasa dengan tubuh yang berdiri tegak, meninggalkan jejak kewibawaan nya. 

Bagi Raisa yang duduk di tempat nya. Sangat tepat untuk memperhatikan posisi Angkasa berjalan. Dengan urat tangan terlihat jelas, rahang leher yang tegak, dan dagu nya yang sejajar. Angkasa memang tampan, Raisa tidak bisa mengelak pernyataan itu. Wajar sekali banyak para murid yang bisa bermimpi di cintai oleh nya. 

***

Setelah kecelakaan kecil tadi. Angkasa mengepalkan tangan nya emosi. Siapa perempuan tadi yang dengan berani menumpahkan air minum ke dada nya. Belum lagi saat ini dia tidak membawa baju ganti. 

Angkasa melepaskan kancing kemeja sekolah, lalu menjemur nya di atas meja. “Wei, dari mana lo, Sa? Kita cariin dari tadi, tapi lo nya gga ada,” ucap Hafiz datang dari belakang nya dengan menepuk pundak Angkasa. 

“Baju lo ngapa Bos?” sahut Robi duduk di bangku tempat Angkasa. “Makan lah yok di kantin. Laper gue dari tadi.” 

“Tadi kena air.” Katanya dingim. “Yaudah lo ngapain di sini, bukan nya ke kantin.” 

“Kita nyariin lo dulu tadi. Nanti kaau di tinggal nangis dah,” Robi terkekeh kecil. 

Mereka bersama-sama mengeluarkan kemeja sekolah, membuka semua kancingnya, dan memperlihatkan kaos mereka masing-masing. Terkecuali Angkasa yang memakai kaos hitam bertuliskan Razel di dada kiri nya yang terlihat basah. Keringat itu mengalir deras di leher Angkasa, hingga sang empu tak menyadarinya.

Pandangan mata Angkasa beradu dengan mata Raisa. Angkasa dapat melihat wajah pucat pasi itu dari kejauhan. Mata hitam, dengan rambut yang terkuncir tak rapih, dan menyisakan berterbangan, membuat Angkasa mengalihkan pandangan nya. 

Mereka mengambil posisi yang berada di pojok kantin. Sudah menjadi tempat mereka yang biasa. “Widih liatin siapa lo, Bos?” tanya Erick. “Cantik ya? Mau gue kenalin ngga?” 

“Apaan sih. Gue ngga ngeliat siapapun,” kata Angkasa mengelak. 

“Yaudah Bos. Ga usah sewot gitiu dong.” Anak Razel tertawa geli melihat wajah kesal Angkasa. Bagi mereka itu adalah hal yang epic yang patut di lihat.” 

Angkasa tak menggubris ucapan mereka. Siang ini terlalu panas bagi dirinya, hingga Angkasa memetik korek api, dan menghisap rokoknya.    

“Ketauan Bu Endang, habis lo Bos!!’ ujar Erick mermperingati Angkasa. “Nanti pulang gue ngga nongkrong dulu ya. Gue pasti di omelin, lo kan tau mulut nya Bu Endang bisa sampai ke Emak gue.” 

“Berbakti.” Balas Robi di akhir kalimat nya dengan tertawa. “Nanti malem jadi kan Bos Tauran sama Harilla, dia bener udah ngga mau damai sama Razel, bawaan nya mau ribut mulu tuh anak.” 

“Bantai aja udah. Kemarin Angkasa sama Hafiz juga udah buat strategi untuk jatuhin Harilla. Tapi mereka emang ngotot, untuk terus di bantai sampai habis. Apalgi semalem, berani ngehancurin wilayah kita.” 

“Harus bisa main pintar sih,” kata Hafiz dengan raut wajah yang serius. “Apalagi Yudha kondisi nya udah kritis, kan harus di bales.” 

“Cewek!! Piwit!! Mampir sama abwang sini neng. Abang beliin seblak nanti,” kata Erick bersiul kepada para murid yang berlalu lalang. 

“Jangan mau sama Erick. Nanti di guna-guna lo pada!” ujar Hafiz berteriak. 

“Nweng Jihan, ngga mau samperin babwang Hafiz nya nih? Mumpun Tiara ngga lihat, selingkuh sama babwang Hafzi, kita setuju aja.” Kata Erick mengacungkan tangan nya memanggil Jihan. 

“Sialan lo, Rick!” sahut Hafiz tajam. 

Jihan yang mengetahui itu hanya tersenyum. “Angkasa, tadi kamu di panggil Bu Endang tuh. Katanya mau ganti buku kasus sama yang baru,” kata Jihan. 

“Gue ngga, Han?” tanya Hafiz kepada Jihan. Perempuan itu menggeleng, bahkan Hafiz pun mengangguk. “Sana, Sa. Apa perlu kita kawal, supaya ngga di rebutin?” ucapan Hafiz membuat tawa mereka muncul. 

“Gue bisa sendiri.” Kata Angkasa dingin. 

***

TBC.

ANGKASA (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz