1. Kelas Kita

10.4K 590 42
                                    

Suara kipas angin terdengar lumayan ribut di fajar yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara kipas angin terdengar lumayan ribut di fajar yang cerah. Kelas baru diisi oleh beberapa mahasiswa yang termasuk dalam kategori rajin. Tak ada yang bersuara, masing-masing sibuk dengan gawai di genggaman mereka, kecuali seorang gadis berhijab yang duduk di deretan terdepan.

Netra biru milik gadis itu terpaku menatap laptop putih yang berada di hadapannya. Bukan, bukannya dia sedang mendalami materi presentasi, tapi ia sibuk dengan hobinya yang begitu tidak rela ditinggalkan. Ya, dirinya sedang menulis cerpen. Mumpung masih pagi dan otaknya tak kalah jernih untuk berimajinasi sebelum sebentar lagi perkuliahan akan dieksekusi.

Selama dua tahun ini ia begitu gemar menuliskan kisah-kisah yang akan menjadi sejarah di masa depannya kelak. Menulis adalah kegemarannya dan itu merupakan sesuatu yang begitu menyenangkan.

Setiap kali gadis itu menemukan sesuatu, otaknya gencar meronta agar ada sebuah kalimat yang dituangkan. Ia juga menantang dirinya untuk selalu menulis.

Dosen datang. Gadis itu mengarahkan kursor ke tampilan power lalu mengklik shut down di tampilan laptop. Setelah itu ia memasukkan barang canggih tersebut ke tas ransel lusuhnya.

Kini ruangan padat dipenuhi oleh puluhan mahasiswa yang siap mengikuti perkuliahan walau dengan terpaksa.

"Aqil, ini presensinya," komisaris kelas menyodorkan absensi kelas yang wajib diisi oleh mahasiswa sembari perkuliahan berlangsung. Gadis tadi mengambilnya walaupun ia tidak suka dipanggil sedemikian rupa.

"Namaku Aqila, jangan disingkat. Nanti jadi nama cowok," kesalnya. Sang komisaris hanya cengengesan dibalas seperti itu. Sebenarnya ia sengaja membuat gadis itu kesal. Kalau tidak begitu, maka sampai perkuliahan berakhir mereka tidak akan pernah bisa mendengar suara gadis introvert itu.

Aqila merupakan gadis yang begitu irit bicara. Hanya bersuara ketika ditanya saja. Selebihnya, ia memilih diam demi menjadi pengamat yang budiman. Namun, ketika ia sukses mengeluarkan pendapatnya, itu akan membuat orang-orang tercengang karena tak pernah menduga.

Pernah pada suatu hari ia menceramahi seorang mahasiswi habis-habisan karena kesal dengan mahasiswi tersebut yang selalu berpakaian ketat ke kampus. Pernah juga ia menampar abang leting karena berani mengganggu dirinya terus-terusan.

Aqila duduk di bangku terdepan, tepat di depan dosen. Sementara bangku di sebelahnya yang berposisi di dekat dinding masih kosong. Teman-temannya begitu takut untuk menduduki bangku tersebut. Bangku belakang menjadi favorit mahasiswa karena begitu mudah bagi mereka untuk tidur atau main hp.

Kalau di sekolah dasar para siswa ingin datang cepat agar dapat bangku terdepan, di kampus, mahasiswa akan memilih datang cepat agar bisa duduk di bangku paling belakang. Sehingga, dosen dibuat bingung untuk memberikan mereka nilai siapa yang paling disiplin.

Aqila tahu, tak sedikit dari temannya mengeluh tentang kuliah dan banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen. Setiap kali presentasi kelompok, tak sedikit dari mereka yang duduk di pojokan dan deretan belakang, asik berselancar di media sosial. Bahkan, ketika merasa jengah mereka akan mengirimkan pesan di grup WhatsApp untuk mengatai dosennya atau menumpahkan kekesalannya.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang