5. Tipe Idaman

3K 362 38
                                    

"Habis ini mau ke mana?" tanya Zulfi pada Aqila ketika mereka sama-sama tiba di parkir.

Kampus sudah lumayan sepi karena sudah menunjukkan jam tiga sore. Tak banyak mahasiswa yang memiliki jadwal masuk di jam-jam seperti itu.

Sebenarnya, komisaris sudah meminta pada dosen agar jadwal belajar mereka diganti ke hari lain saja, asalkan tidak masuk sore. Namun apalah daya, mereka memiliki dosen yang super sibuk. Sehingga terciptalah drama kuliah di sore hari.

"Rencananya ke biro," balas Aqila sembari memasang helm di kepalanya.

Zulfi menatap Aqila tampak dua kali lebih cantik jika sedang memasang helm seperti itu.  "Mau ngapain?"

"Urusan kemaren belum kelar,"

Zulfi mulai mengingat-ingat, sampai memorinya berhenti pada kejadian minggu lalu ketika Aqila kesal pada salah satu pegawai rektorat.

"Memang pak warek udah pulang dari tugas luar negeri?" tanya Zulfi pada akhirnya.

"Belum tau sih, aku coba aja lagi," lirih Aqila. "Kalau beliau belum pulang, berarti aku bakalan gugur di tengah jalan," ucapnya pasrah. Final lombanya tidak lama lagi, tapi Aqila belum memiliki dana.

Gadis itu sengaja menunggu dalam kurun waktu satu minggu agar bisa bertemu wakil rektor dan tidak perlu berhadapan dengan orang Melayu itu pastinya. Mengingatnya saja, membuat Aqila merinding.

"Aku temenin, ya!"

"Ga usah, aku bisa sendiri,"

"Nanti kalau pak warek belum pulang terus kamu berantem lagi sama sekretarisnya gimana?" Tanya Zulfi khawatir.

"Aku nggak takut sama dia," kata Aqila sok yakin.

"Pokoknya aku bakalan temenin,"

"Aku bilang gak usah!!" larang Aqila.

"Jangan keras kepala!"

"Kamu yang keras kepala! dibilangin juga—" Aqila makin kesal saja dengan pemuda di hadapannya ini.

"Aku ngelakuin ini karena aku peduli sama kamu,"

"Kalau kamu peduli sama aku, jangan melakukan hal yang nggak aku sukai. Aku bilang aku bisa sendiri, jangan meremehkan aku,"

"Aku nggak bermaksud ngeremehin kamu lho, aku cuma temenin doang!"

Masing-masing dari mereka kukuh pada pendapat sendiri, tidak ada yang mau mengalah. Perdebatan demi perdebatan membuat ribut parkiran. Aqila jadi tidak yakin jika Zulfi mampu menjadi imamnya. Bagaimana membimbing kalau dia sendiri tidak mau mengerti? berbagai pertanyaan menghinggapi kepala Aqila.

Tidak ingin membuang waktunya sia-sia, Aqila segera meluncurkan motornya meninggalkan parkiran. Zulfi juga tidak mau kalah, dirinya mengejar dari belakang. Motornya dibawa dengan kecepatan yang lumayan tinggi demi menyusul Aqila.

Sesampainya di depan gedung rektorat, Aqila langsung berlari anak memasuki gedung. Zulfi malah meneriakinya dari belakang, membuat heran orang-orang di lobi.

"Kamu ngapain teriak-teriak?" kesal Aqila ketika Zulfi yang sudah berjalan di sebelahnya.

"Biar kamu denger!"

"Kamu labil,"

"Ini juga gara-gara kamu. Coba kalau kamu nggak main kabur, kita datangnya santai aja, gak usah berantem gini,"

"Terus kamu nyalahin aku?" tanya Aqila dengan tatapan menusuk.

"Engg— enggak gitu maksudnya,"

Salah Terima Khitbah ✔Where stories live. Discover now