6. Terus Nikah(?)

3.4K 352 48
                                    

Matahari berjingkrak di langit biru. Cuaca begitu terik pada hari ini. Aqila menyusuri kantin yang sesak akan umat mahasiswa.

Jus jeruk adalah pilihannya hari ini. Lumayan, mengandung vitamin c dan bisa membuat otak segar kembali.

Aqila baru menyelesaikan novel yang ditulisnya semenjak tiga bulan lalu. Gadis itu sengaja memasang target agar tidak kelamaan sehingga ide yang ada di otaknya bisa hilang. Makanya saat ini Aqila membutuhkan energi kembali setelah stress karena naskah novel.

Sembari menunggu pesanannya datang, Aqila melirik ke sana kemari. Melihat mereka yang sedang duduk di kantin sambil mengerjakan tugas dan sekedar bercengkerama. Ada juga yang ke kantin untuk browsing dengan memanfaatkan koneksi WiFi.

Lamunan Aqila buyar ketika ada seseorang yang menggebrak meja di hadapannya.

"Ngeliat apaan sih?"

"Zulfi?" Aqila sedikit berteriak mendapati keberadaan lelaki itu di hadapannya. Bangku kosong itu dijadikan sasaran bokong Zulfi untuk diduduki. Sudah lama sekali mereka tidak duduk bersama seperti ini. Terakhir kalinya adalah ketika mereka mengobrol di perpustakaan empat bulan lalu.

Aqila tidak mau ambil pusing. Justru ia senang berjauhan dengan Zulfi seperti itu. Tidak nyaman. Itu alasan Aqila.

Jus jeruk yang Aqila order akhirnya tiba. Buru-buru Zulfi meraihnya dan meminumnya tanpa rasa bersalah.

"Fi, kamu minum jus aku!!" gerutu Aqila. Padahal gadis itu begitu kehausan karena sudah lama menunggu.

"Aku haus," balasnya enteng. "Minta pipet satu lagi aja sama mbaknya, biar kita minum bareng," sambungnya yang dibalas dengan tatapan jijik.

"Parah!!"

"Nggak usah sok jijik gitu, kali. Ntar habis nikah juga akan terbiasa dengan hal-hal seperti ini, biar romantis," balas Zulfi disertai cengiran.

Aqila menatapnya tajam sementara Zulfi masih dengan mode yang sama. Nyengir.

"Aku nggak bakalan mau nikah sama kamu," timpal Aqila.

"Liat aja, secepatnya mama papa aku bakal datang ke rumah kamu," balas lelaki itu seraya menaik-turunkan alisnya.

Aqila hanya bisa menahan napas, berpikir jika ini hanyalah lelucon semata. Pasti Zulfi cuma bercanda. Buktinya, sudah beberapa bulan ini lelaki itu tidak menunjukkan aksi apa-apa. Hanya saja sepertinya Zulfi mulai mengerti bahwa tak baik bagi mereka berdekatan.

Lama tidak bersama seperti ini membuat mereka ketinggalan obrolan bersama. Zulfi menatap gedung fakultasnya dengan nanar. "Dua minggu lagi kita bakalan ujian. Terus libur. Terus balik-balik udah semester tujuh,"

"Terus seminar proposal, terus sidang skripsi—" respon Aqila.

"Terus nikah!" tawa Zulfi pecah seketika.

"Kamu kebelet banget memangnya?"

"He eh. Udah dua semester aku ngejar-ngejar kamu. Lama-lama capek juga,"

"Ngapain ngejar-ngejar, emang aku deadline?"

Zulfi harus mengelus dada. Aqila susah sekali diberikan kode.

"Qila, aku—"

"Kenapa?"

"Qila, sebenarnya aku—"

"Nggak usah remedial! ngomong ya ngomong aja!" gerutu gadis itu. Di satu sisi ia sudah kesal dengan Zulfi yang tidak tahu diri karena meminum jus-nya. Di sisi lain, ia sedang mengistirahatkan pikirannya dari berimajinasi setelah menyelesaikan novelnya. Rasanya Zulfi sudah memubazirkan waktu karena mengulangi kata-kata yang sama. Pemborosan kata!

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang