18. Let's Go

1.9K 273 63
                                    

Zulfi tengah membereskan perlengkapan untuk KPM alias Kuliah Pengabdian Masyarakat yang akan berlangsung mulai besok. Mariah ikut membantu karena anak kesayangannya itu sama sekali belum mandiri dalam hal beberes. Setiap bepergian ke suatu tempat, pasti ibunya yang selalu membantu. Pun sekarang anaknya pergi dalam jangka waktu lama, yaitu 45 hari.

Melepaskan Zulfi pasti hal yang sulit bagi Mariah. Banyak kekhawatiran pada dirinya. Namun, Mariah juga tidak bisa membiarkan anaknya terus-terusan demikian. Anaknya harus belajar hidup mandiri.

Deru suara mobil terdengar. Mariah mendongak lewat jendela kamar Zulfi. Rupanya di bawah sudah ada mobil hitam milik Zulfan. Lelaki itu baru saja pulang. Tumben sekali pulang malam-malam begini. Mariah membatin.

"Semuanya udah beres. Mending Ade bawa ke bawah aja biar besok nggak buru-buru." ujar Mariah sembari membawa satu tas besar keperluan Zulfi.

Zulfi mengangguk. Ia mengambil ransel yang sudah penuh dengan laptop, berkas-berkas dan keperluan penting lainnya selama KPM.

"Assalamu'alaikum," ucap Zulfan begitu memasuki rumah. Lelaki dengan tampang lelah itu membuka satu kancing atas kemejanya. Sepertinya gerah sekali.

"Wa'alaikumussalam," balas Mariah dan Alamsyah yang duduk di ruang keluarga dengan bersamaan.

"Hai, Bang!" seru Zulfi yang baru saja menuruni tangga lalu meletakkan barang-barangnya di lantai.

Zulfan hanya tersenyum datar. Ia melangkah lalu mencium tangan Alamsyah dan Mariah, setelah itu melakukan tos pada Zulfi walaupun tubuhnya sedang kurang fit.

"Dari mana, Bang, tumben telat pulangnya?" tanya Mariah yang kini sudah duduk di sofa setelah menaruh barang Zulfi.

"Ada kerja sikit," balas Zulfan datar. Lelaki itu ikut duduk bersama mereka.

"Kerja apa? lembur di kantor? masa sih?" seloroh Zulfi. Selama setahun bekerja di kampus, tidak pernah sekalipun abangnya pulang malam.

"Jujur aja, Bang," pinta Alamsyah yang melihat wajah kusut lelaki itu. Pasti ada sesuatu dengan Zulfan.

"Abang dari hospital,"

"Siapa yang sakit?" tanya mereka berbarengan dipenuhi rasa khawatir. Sementara Zulfan terdiam, tidak berani menjawab. Hanya helaan nafas yang terdengar.

"Bang, kalau Abang sakit atau terjadi apa-apa, tolong cerita sama kami," ujar Mariah sedih.

"Tak, Abang oke. Abang tak sakit,"

"Terus, ngapain ke rumah sakit, Bang?" tanya Zulfi penasaran. "Jangan ada rahasia diantara kita, Bang,"

Zulfan tampak berfikir, terlihat kesulitan untuk memberi jawaban. "Mmm— kawan Abang yang sakit. Bukan Abang,"

"Tapi kok malah Abang yang kelihatan pucat?" tanya Zulfi curiga.

"Sudahlah. Abang kamu ini kan gak pernah berbohong. Mungkin Abang kecapean aja," timpal Alamsyah.

Zulfi mengangguk saja walaupun belum puas dengan abangnya, lalu mengecek segala perlengkapan yang dibutuhkannya apakah sudah lengkap atau belum.

Alamsyah meminta sang istri untuk membuatkan kopi, sehingga tersisa dirinya dan Zulfan di sofa itu.

Zulfi iseng untuk mengirim Aqila pesan. Pura-pura menanyakan keperluan untuk KPM.

"Kita perlu bawa tenda gak sih?" ujar Zulfi sambil melakukan voice note. Tak lama kemudian terdengar suara Aqila dari seberang sana. Zulfi mendengar saksama pesan suara dari gadis pujaannya itu walaupun suara Aqila terkesan judes.

Salah Terima Khitbah ✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz