22. Request Jodoh

1.8K 258 72
                                    

Seorang lelaki tampak acuh tak acuh berbicara dengan seseorang lewat telepon genggam.

Dinginnya pagi sama sekali tidak berpengaruh pada kondisi tubuhnya, karena hatinya sedang kepanasan.

"Mamak sabarlah dulu!" Gerutu Agus yang tengah berbicara lewat telepon dengan ibunya.

"Mau sabar apa lagi? Mamak mau kamu segera kawin!" Teriakan dari seorang wanita dibalik telepon membuat Agus harus menjauhkan ponselnya selama sepuluh detik. Lalu Agus menempel kembali benda pipih itu ke telinganya.

"Nanti kalau Agus dapat pasti Agus bawa pulang, Mak,"

"Kamu selalu saja ngomong begitu. Tapi tidak sekalipun menuruti kemauan Mamak. Kamu lihat tuh, si Syapi'i tetangga kita udah kawin. Mamak gak mau jadi bulan-bulanan warga,"

"Lagian Mamak ngapain pake taruhan sama mereka, siapa yang cepat punya mantu. Kan aku yang jadi korban sekarang ...." Keluh Agus tidak terima.

"Pokoknya kamu harus kawin begitu selesai kegiatan di sana. Janda pun boleh,"

"Aduh, Mak!!! Jangan lah ...."

"Gak ada salahnya, intinya kamu nikah. Janda juga bagus, lebih pengalaman," otak Agus traveling mendengar itu.

"Mamak! Gak mau aku, Mak!" Teriak Agus frustasi. "Masa dapat yang second?"

"Maksud Mamak, janda itu lebih pengalaman seperti memasak, mencuci pakaian, mengurus suami, dan mengurus pekerjaan rumah lainnya, dari pada yang gadis kerjaannya malah selfie-selfie." Jelas ibu Agus.

"Kalau janda bisa jadi istri yang baik, gak mungkin mereka cerai. Udah ya, Mak. Aku masih ada banyak kegiatan. Jangan telpon aku lagi, biar aku yang telpon Mamak kalau jajanku habis," ujarnya sambil tertawa renyah. "Assalamu'alaikum. Setelah mengucap salam, Agus segera mematikan ponselnya sebelum ibunya memperingatkan hal yang sama. Cari jodoh, kawin, dan beberapa wejangan lainnya yang membuat Agus ingin muntah.

Sambil memasukkan ponsel ke saku celana, Agus menatap ke sepeda motor yang berhenti di hadapannya. Kedua orang yang menaiki motor itu membuka helm mereka. Ternyata Zulfi dan Anggi.

_____

Zulfan menatap ke sekeliling. Lalu lalang orang di rumah sakit menjadi pemandangannya di pagi menjelang siang itu. Merasa bosan duduk di kursi lorong rumah sakit bersama beberapa orang lainnya, akhirnya lelaki itu memutuskan untuk menelpon seseorang. Kebetulan paket teleponnya akan berakhir jam dua belas malam nanti.

Nama Aqila berada di urutan teratas kontaknya, karena namanya berada di abjad pertama, tapi lelaki itu urung menghubungi gadis itu. Pasti sekarang Aqila sedang melepas lelah atau bahkan masih dilanda kesibukan di desa antah berantah.

Lelaki itu kesal sendiri, ia mengganti nama Aqila dengan sebutan 'mak cik' agar nama gadis itu tak lagi nangkring setiap kali membuka kontak. Perlahan, senyum terlintas di bibirnya. Masa bodoh dengan orang-orang di samping yang menganggapnya sebagai orang gila.

Akhirnya pilihan Zulfan jatuh pada sahabatnya sejak SMA, yaitu Hakim. Lama sekali tidak ada kabar dari sahabatnya itu karena ia sudah jarang ke cafe. Lagipula untuk apa dia ke sana, toh, disitu tidak ada Aqila. Ah, lagi-lagi Aqila. Zulfi segera menekan ikon panggil.

Sempat terdengar nada tuut tuut sebelum akhirnya panggilan itu diangkat. Suara malas Hakim terdengar dari seberang.

"Kau dekat mana?" Tanya Zulfan tanpa ba-bi-bu.

"Aku lagi on the way, bro,"

"Nak gi mana?" Tanya lelaki itu penasaran. Tak ada balasan dari Hakim, lalu Zulfan mengulang pertanyaannya.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang