17. Overthinking

1.9K 259 42
                                    

Seorang gadis tampak terbaring lesu. Pekatnya malam cukup mewakili betapa lelahnya ia beberapa hari terakhir ini.

Aqila tengah menerawang jauh dengan menatap bagian atas kamarnya. Lalu gadis itu mengubah posisi menyamping ke kanan sembari memeluk guling lusuhnya. Otaknya terasa penuh akan bayang-bayang dari apa yang tidak ingin dikenangnya, apalagi ketika ia dibentak oleh orang. Itu membuatnya ketakutan.

Ingatan akan empat tahun lalu itu kembali mengusik kedamaian dalam jiwanya.

Sore itu, Aqila dan sang ibu baru saja pulang dari mesjid untuk mengucapkan dua syahadat alias berislam setelah satu bulan ayahnya meninggal. Neneknya murka melihat Aqila dan Sarah yang menggunakan pakaian muslimah memasuki rumah. Wanita tua itu tidak paham dengan anak dan cucunya.

"Apa-apaan ini?" tanya sang nenek penuh  penekanan. Tak terima anak dan cucunya berpakaian seperti itu.

"Kami baru saja berislam, Bu." lirih Sarah. Dirinya dan anak gadisnya siap apapun yang akan menimpa mereka setelah ini, yang penting ia sudah jujur. Lagipula, setahu Sarah, ibunya begitu toleransi terhadap sesama.

"Apa? kamu pindah agama? sudah gila kamu? mau ikut-ikutan seperti suamimu?" kakak Sarah yang datang dari arah dapur langsung menanyai Sarah dengan rentetan pertanyaan juga menyiratkan tatapan tak suka.

"Iya, Kak." balas Sarah dengan bibir bergetar. Kakaknya itu orang yang begitu keras dan kasar, nada bicaranya selalu tinggi.

"Aya juga?" Aqila yang sedari tadi menunduk, segera mendongakkan kepalanya ditanya seperti itu.

"Iya, sekarang namaku jadi Aya Aqila," ujar gadis imut itu dengan senyum manisnya. Ya, dirinya masih begitu imut ketika kelas dua SMA dulu. Apalagi kekayaan yang dimilikinya mampu memfasilitasi gadis itu agar tetap cantik.

Namun sayangnya, semenjak sang ayah masuk Islam dan meninggal dunia, seluruh warisan milik lelaki itu ditarik kembali oleh keluarganya di Irlandia. Sementara harta yang dicari oleh sang ayah selama ini dibawa kabur oleh rekan bisnisnya setelah membuat ayahnya mengalami kecelakaan yang Jonathan–rekan kerja Louis–ciptakan. Jonathan menyalahgunakan tanda tangan Louis untuk membawa kabur seluruh kekayaan mereka setelah membuat blong rem mobil Louis dan terjun ke jurang.

Aqila dan ibunya terpaksa harus tinggal di rumah sang nenek untuk melangsungkan hidup karena tidak punya fasilitas sama sekali. Rumah dan lahan yang mereka punya telah dialihkan menjadi milik Jonathan. Lelaki itu kabur entah kemana. Sarah dan Aqila yang masih syok dengan berita kematian suaminya hanya diam tanpa mau bertindak lanjut.

Setelah mendengar pengakuan dari Sarah dan Aqila yang berislam, Susan, sang bibi memberikan senyuman pada mereka. Hal itu membuat si gadis mungil ikut tersenyum. Ia yakin jika bibinya akan setuju dan tidak marah sebab mereka berislam.

Susan meminta ibunya memasuki kamar. Wanita tua itu menurut. Lantas Susan mengunci pintu kamar ibunya dari luar lalu mendekati Sarah dan Aqila kembali.

Senyuman yang tadinya sempat diberikan Susan berubah menjadi tawa getir. Dengan tatapan tajamnya, Susan menarik paksa kerudung yang Aqila dan Sarah gunakan.

"Kalian sudah gila! keluar dari agama itu sekarang juga! jangan ikut-ikutan suamimu itu. Kamu lihat, dia sudah mati karena masuk ke agama itu!" teriak Susan pada dua perempuan beda generasi di hadapannya.

Aqila syok, ia sedikit memundurkan langkahnya setelah jilbabnya terlepas karena ditarik paksa oleh sang bibi.

"Kak, aku yakin akan apa yang aku anut sekarang. Aku merasa damai," ungkap Sarah.

"Apa, damai? jadi kamu menghina agama yang selama ini dianut oleh leluhur kita? kamu bisa tumbuh besar dan bergelimang harta begini, kamu tidak sadar? kemana pikiranmu?"

Salah Terima Khitbah ✔Where stories live. Discover now