[6]Hukuman

12.4K 1K 43
                                    

"lo seriusan dapet nilai segini?" Wira menyilangkan kakinya diatas ranjang sambil menilik selembar kertas ulangan milik Naka.

"Yoi," ucap anak itu santai sembari merapihkan barang-barang dikamarnya.

Wira menatap lekat kearah kembarannya. Bisa-bisanya bocah itu bersikap santai saja dengan nilai seperti ini. Apa anak itu lupa dengan konsekuensi dari ayahnya. "Heh bocah lo kok biasa aja sih." Wira geram sendiri dengan sikap Naka yang kelewat santai.

Naka merotasikan matanya. "Ya terus menurut lo, Gue harus jungkir balik sampe Afrika terus balik lagi ke Indonesia gitu? Gak, Jauh!"

"Gak gitu juga tapir." Wira melempar bantal hingga mendarat di wajah tampan milik Naka.

"Anying kasal," ucap Naka saat mendapati lemparan dari saudaranya.

Wira berdecak. "Serius dikit Tanaka!"

Bocah yang lebih tua itu menghembuskan nafas kasar. "Ya gimana lagi. Gue udah belajar tapi hasilnya segitu ya di syukurin aja."

Bukan tanpa alasan Naka selalu mendapat nilai yang kurang sempurna. tapi memang aktifitasnya yang begitu padat hingga menyita waktu belajarnya.

"Lo inget kan Ayah ngomong apa kalo lo dapet nilai jelek lagi?"

"Duit bulanan gue dipotong kan?"

Wira menganggukkan kepalanya. "Dan lo rela?"

"Itu hukuman buat gue, jadi kenapa nggak?"

"Lo jangan main-main, uang bulanan lo bisa dipotong banyak banget."

"Itu hak Ayah." Naka kembali membereskan kamarnya.

Wira memutar bola matanya malas. "Serah deh. Ngomong sama lo emang selalu bikin emosi." Bocah itu keluar dari kamar Naka.

Naka tersenyum getir "Gue emang selalu bikin emosi semua orang, iya kan?" Lirihnya.

***

Tangan kekarnya sudah mengepal kuat diatas meja. Netra tajamnya terlihat menakutkan bagi dua orang bocah disana. "Ayah udah bener-bener capek nasehatin kamu Naka, udah berapa kali Ayah bilang belajar yang bener!  Gak didenger? Tuli kamu?" Ucapannya tak menyentak sama sekali, hanya saja kata yg keluar dari mulutnya benar-benar menyayat hati.

"Yah, maaf," lirih sekali hampir tak terdengar.

Pria paruh baya itu tak mempedulikan ucapan anaknya, ia bangkit dari duduknya. "Besok kamu mulai bimbel, dari jam enam sampai jam sembilan malam. Anak bodoh kayak kamu emang harus dapet bimbingan ekstra."

Wira yang sedari tadi menunduk kini menatap Ayahnya. "Yah, Naka juga pasti capek. Jangan terlalu berlebihan."

Danu menatap kearah sibungsu. "Diam kamu! Yang Ayah hukum dia," ujarnya seraya menunjuk wajah Naka.

"Dan satu lagi, uang bulanan kamu Ayah potong setengahnya, juga motor kamu Ayah sita," lanjutnya, kemudian ia melenggang pergi meninggalkan anak-anaknya.

Naka membulatkan matanya mendengar itu. Sisa uangnya yang telah dipotong bukan tidak cukup jika hanya untuk keperluannya saja. Pasalnya, ia juga harus membiayai anak-anak panti.

Sudah hampir satu tahun anak itu membantu panti asuhan kecil. Menyisihkan separuh uang bulanannya untuk disumbangkan.

"Gak usah sedih, Ka. Lo bisa pinjem motor gua kalau butuh, uang bulanan juga kalau habis bilang aja, oke?"

Naka tersenyum hangat mendengar celotehan saudaranya. "Makasih Wiy."

***

TANAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang