[27]Anything for you

16.3K 1.4K 773
                                    

"Ada Naka! Golongan darah mereka sama, ayo cepet lakuin aja transfusi darah itu." Danu memerintahkan dengan tegasnya kepada sang Adik yang kini berada dihadapannya.

Wira kehilangan banyak darah akibat kecelakaan. Dan rumah sakit untuk saat ini kehabisan stok darah yang sama dengan anak itu.

Reza menggeleng, tak setuju sama sekali dengan usulan kakaknya barusan. "Nggak! Kondisi dia gak mungkin buat ngelakuin donor darah. Orang yang punya penyakit kanker kondisi tubuhnya gak nentu dan bisa drop kapan aja."

"Lakuin aja sih apa susahnya?! Kondisi Naka nantinya bakal kayak gimana itu urusan nanti, yang penting sekarang keselamatan Wira dulu." Tatapan tajam itu Danu arahkan pada Reza yang juga kini tengah menahan emosinya.

"Emang kamu rela gitu aja, Mas. Kalo Naka sampe kenapa napa?" Dokter itu membuang nafas lelah. "Ini terlalu beresiko, tubuh Naka nanti bakal kekurangan banyak darah dan bakal ngalamin penurunan fisik yang bisa berakibat fatal buat pasien kanker. Coba dipikirin lagi."

Danu melirik sekilas kearah anak sulungnya yang kini tengah menyandarkan tubuh pada dinding rumah sakit sembari mengamati perbincangan antara dirinya dan Reza dengan tatapan sendu.

Mata layu, wajah yang kian memucat, juga tubuh yang terlihat semakin kehilangan banyak beban, menandakan begitu rapuhnya lelaki itu. Ada sedikit rasa iba dilubuk hati Danu, tak sampai hati jika memaksa anak itu untuk menuruti kemauannya. Namun, disisi lain ia juga tak rela jika harus kehilangan Wira -anak kesayangannya.

Pria paruh baya itu menghembuskan nafas lelah, kemudian berujar pasrah, "ya udah, gini aja. Kalo Naka gak mau, terpaksa saya yang bakal ngelakuin donor darah itu untuk Wira. Gak peduli kalau ujungnya saya yang mati." Danu menegaskan sembari menatap tajam kearah anak sulungnya.

Naka yang sedaritadi menopang tubuh lemahnya pada dinding, kini berusaha untuk berdiri tegap. Ia menatap iris hitam tajam milik sang Ayah. Terlihat jelas raut lelah, khawatir juga pasrah yang menggambarkan kondisi Ayahnya saat ini. Dan Naka tak pernah ingin melihat itu.

Ia menggulirkan bola matanya, menatap sang Bunda yang tengah duduk pada kursi rumah sakit yang berada diluar ruangan. Terlihat jelas tatapan memohon yang diarahkan kepadanya.

"Jangan lakuin itu! Ayah punya riwayat penyakit jantung. Naka gak bakal ngijinin sama sekali. Jadi sekarang biar Naka aja yang lakuin ini buat Wira." Naka meyakinkan semuanya, kemudian menatap kearah sang Bunda yang sekarang terlihat khawatir. Ia mengukir senyum, setelahnya mengangguk. Berusaha meyakinkan, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Persetan dengan apa yang akan terjadi pada tubuhnya nanti, kehilangan nyawa sekalipun Naka tak peduli. Yang penting sekarang Wira, sumber kebahagiaan Ayah dan Bundanya.

"Gak papa Om, ambil aja darah Naka. Mau sebanyak apapun juga gak masalah, yang penting Wira bisa sehat lagi," remaja itu berucap yakin dan diakhiri dengan senyuman.

Baru saja Reza akan menyela. Tapi, bocah itu lebih dulu berujar. "Ini kemauan Naka, gak ada dorongan dari siapapun. Jadi lakuin aja ya, Om. Pokoknya harus!"

Reza berdecak, kemudian mengangguk pasrah. "Terserah deh. Kalau gitu, sekarang siapin aja diri kamu. Beberapa menit lagi kita lakuin pendonoran darah."

Danu tersenyum lega ketika mendengar keputusan itu, begitu pula Elina. Sebenarnya wanita paruh baya itu tak tega jika si sulungnya harus kembali berkorban. Ada rasa khawatir dengan apa yang akan terjadi setelahnya.

Tapi, untuk saat ini Elina ingin egois sekali lagi saja dengan mengorbankan anak pertamanya. Sungguh, sekarang ia benar-benar takut kehilangan Wira. Dan hanya itu satu-satunya jalan agar anaknya bisa kembali bertahan hidup.

TANAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang