[24]Olimpiade

9.4K 1.1K 297
                                    

Vote and follow jangan lupa!

"Naka, mau kemana?" Elina yang tengah menata makanan di meja makan itu bertanya kala derap langkah sang anak mulai mendekat kearahnya.

Naka yang telah rapih dengan balutan seragam sekolah, mendudukkan tubuh dikursi yang berhadapan dengan sang Bunda. "Sekolah dulu, Bun. Mau ngisi otak."

"Nggak! Bunda gak ngizinin. Nanti kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Udah, sekarang ke kamar lagi. Istirahat aja."

"Bun, sia-sia dong semalem Naka maksa pulang kalau ujung-ujungnya gak dibolehin sekolah. Tujuan Naka pulang 'kan buat sekolah." Anak itu merengut.

Tak bisa dipungkiri, Kekhawatiran itu masih merajai perasaan Elina. Ia tak ingin kejadian kemarin kembali terulang. Rasanya, terlalu iba jika melihat kembali tubuh lemah anaknya yang beberapa kali kehilangan kesadaran.

"Jangan dulu ya, Bunda takutnya Naka tumbang lagi." Elina mengusak lembut surai anak itu.

Naka tersenyum. Hatinya menghangat kala mendapatkan kembali perhatian itu dari sang Bunda. Ia berharap perlakuan itu tak akan pernah hilang kembali.

"Gak bakal capek-capek kok. Boleh ya, Bun?" Bocah itu berusaha meyakinkan.

Elina menghembuskan nafas pasrah. "Ya udah, terserah. Tapi, awas aja kalau pulang-pulang sakit lagi." Naka bersorak ketika mendengar keputusan sang Bunda. "Pulang pergi bareng Wira," lanjut Elina santai sembari mulai menyantap makanannya.

Seketika, raut ceria anak itu berubah drastis. "Kok bareng Wira sih, Bun. Naka masih bisa bawa motor sendiri tahu." Lelaki itu mengerucutkan bibirnya.

"Kamu belum sembuh, bahaya."

"Tap–"

"Mau bareng Wira atau bareng Bunda?" Elina memotong ucapan anak itu.

"Nggak dua-duanya."

"Ya udah gak usah sekolah."

"Kok gitu sih, Bunda."

"Udah deh Bang, bareng Wira aja apa susahnya."

Naka hanya bergumam, cukup malas untuk menanggapi. Niatnya hari ini untuk mengajak sahabat-sahabatnya jalan-jalan keluar seketika sirna, karena tak mendapat izin untuk membawa motor.

"Udah bareng gue aja. Ribet banget lo, tinggal bonceng doang dibelakang susah amat." Wira menuruni anak tangga kemudian mendudukkan tubuh disamping saudaranya.

"Tuh 'kan, udah pokoknya bareng Wira. Sekarang makan, habis itu berangkat."

"Iya, Bunda." Naka berujar pasrah.

Danu sudah pergi bekerja dari pagi tadi. Pria itu masih kesal perihal semalam, dan akhirnya ia memutuskan untuk pergi lebih awal, agar tak bertemu anak sulungnya.

***

"Ayo lah, Bu. Tahun ini yang ikut Naka ya, ya ya ya ya." Hampir setengah jam Naka berada diruangan guru. Memohon-mohon kepada guru Fisika agar meng-ikut sertakan dirinya dalam olimpiade Fisika antar SMA yang selalu diadakan setahun sekali.

Kemarin, ia mendapat info dari grup kelas perihal olimpiade ini. Dan yang diikutsertakan untuk perwakilan sekolah tentunya antara Aira dan Wira. Tapi, untuk tahun ini ia berusaha agar dirinya lah yang bisa dipilih.

"Gak bisa, Naka! Saya dan Guru-guru Fisika yang lain udah sepakat, kalau yang bakal ikut itu Aira atau Wira. Dan mereka juga bakal di seleksi lagi." Guru itu berucap sambil tetap memainkan ponselnya.

"Ayo dong, Bu. Sekali-kali Naka yang ikut. Masa Wira terus, dirumah tuh udah numpuk penghargaan punya dia semua." Naka masih berusaha membujuk guru cantik itu.

TANAKA [END]Where stories live. Discover now