[23]Luka Baru

10.4K 1.2K 504
                                    

Vote and follow jangan lupa!

Pemuda dengan balutan jaket tebal itu sudah beberapa kali mengetuk pintu kayu dihadapannya. Namun, tetap saja tak ada tanda-tanda orang didalam sana akan membukakan pintu. Terhitung sudah hampir sepuluh menit ia berdiri disana.

"Assalamualaikum, Bundaaa." Salam itu pun sudah beberapa kali terlontar dari mulutnya, hasilnya sama saja tak ada satupun yang menyahut dari dalam sana.

Naka mengerutkan dahi bingung, bertanya tanya kemana perginya orang rumah. Ia yakin pasti sekarang orangtuanya dan juga Wira tengah pergi keluar.

Bocah itu cepat-cepat merogoh saku celana, mengambil ponsel, berniat menghubungi sang Bunda karena takut keluarganya sekarang akan menuju kerumah sakit, sedangkan ia sekarang sudah berada dirumah.

To: Bunda❤️

Bunda, bilang sama Ayah puter balik aja kalau kalian mau kerumah sakit. Naka udah ada dirumah. Tadi pulang dianter Om Eza.

Kunci rumah Bunda bawa ya?

Ya udah gak papa. Naka tunggu diluar deh sampe kalian pulang

Cepet pulang ya, Bun. Diluar dingin, takutnya kalian sakit.

Anak itu menyimpan kembali ponselnya, tanpa ada niatan untuk menunggu balasan dari sang Bunda. Naka mengeratkan jaketnya kala sensasi dingin itu kian menusuk. Lelaki itu meluruhkan tubuh didepan pintu, merasakan dinginnya sentuhan ubin. Tubuhnya ia sandarkan pada diding dekat pintu, tangannya memeluk lutut berusaha mencari kehangatan.

Rasa kantuk kini mulai merenggut kesadarannya, perlahan netra itu mulai terpejam. Lelaki itu berusaha mengenyampingkan pening dikepalanya. Maklum saja, kondisinya sekarang jauh dari kata baik.

***

Elina tersentak kala membaca deretan pesan dari si sulung. Perasaannya semakin tak karuan membayangkan tubuh ringkih anak itu yang mungkin sekarang  diterpa dinginnya angin malam.

"Mas, ayo pulang!" ucap wanita itu dengan raut khawatir.

Danu dan Wira yang mendengar itu menatap Elina bingung. "Lho, Bun. Kok pulang, kita 'kan baru beberapa jam jalan-jalannya." Wira merengut tak suka.

"Kenapa tiba-tiba sih, El," sahut Danu tegas.

Wanita itu hampir menangis, tak sanggup membayangkan kondisi anaknya saat ini. Ia kemudian menunjukkan layar ponsel yang menampakkan room chat nya dengan Naka kearah suami dan anaknya. "Naka pulang dari rumah sakit. Sekarang dia udah ada dirumah, nungguin kita diluar. Aku mohon pulang sekarang ya, Mas. Aku takut dia kenapa-kenapa."

Sungguh, setelah Elina tahu anaknya divonis kanker. Rasa takut kehilangan itu kini semakin besar. Namun, ia juga kadang heran dengan dirinya sendiri yang masih bisa-bisanya mengacuhkan anak itu.

"B-bun maaf. Wira lupa kalau Naka masih dirumah sakit dan malah ngajak kalian keluar." Bocah itu menunduk penuh sesal. Wira memang sempat melupakan kondisi saudaranya.
Karena, tadi disekolah ia begitu bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Aira.

Danu yang tak pernah ingin melihat Wira menunjukkan kesedihannya mengusap punggung anak itu. "Udah gak papa, itu gak penting. Sekarang lanjutin makannya."

Wira mengangkat wajah menatap manik sang Ayah. "Yah, ayo pulang. Kasian Naka."

"Makan dulu!" Ucap tegas pria paruh baya itu. Tak mempedulikan permohonan anaknya barusan.

"Kalau Mas Danu gak mau pulang sekarang, aku bisa pulang duluan naik Taxi." Elina yang tersulut emosi berancang-ancang untuk berdiri.

Danu mengeratkan genggaman pada garpu dan sendok yang dipegangnya. Pria itu benar-benar emosi sekarang. "Duduk, atau kamu mau aku talak karena gak nurut sama suami."

Nyali Elina ciut, ia kemudian kembali terduduk dengan air mata yang kini telah meluruh.

"Yah, Tapi Naka–" ucapan Wira terpotong oleh tatapan tajam Danu.

"Apa susahnya sih habisin makanan kalian dulu! Mau buang-buang makanan? Saya kerja capek, lho. Coba hargain sedikit!" Danu berkata penuh emosi yang membuat Wira dan Elina bungkam.

Rasanya Wira ingin menangis kala mendengar ucapan tegas Ayahnya. Ini baru pertama kali ia mendapat amarah dari Danu. Ia sekarang merasakan perlakuan yang setiap harinya Naka dapatkan dari sang Ayah.

"Habisin makanan kalian, setelah ini kita pulang," ujar pria itu dingin.

***

Elina berlari kearah anaknya ketika melihat tubuh bocah itu sudah menggigil didepan pintu. Rona pucat menghiasi wajah Naka, bibirnya mulai membiru menandakan bahwa anak itu benar-benar kedinginan.

Wanita itu mengusap kasar air netranya sembari mengguncang tubuh Naka. "Naka bangun, ini Bunda," ucapnya disertai dengan isakan, kemudian memeluk tubuh dingin anak itu.

Naka yang merasa terusik, membuka netranya dengan susah payah. Seketika, sensasi pening itu kembali merajai. Ia menggelengkan kepala berusaha menyingkirkan pusing itu.

Naka tersenyum kala mendapati sang Bunda yang tengah memeluk tubuhnya. "Bunda …," lirih bocah itu.

Elina melepaskan pelukannya, menggenggam tangan Naka dengan berlinang air mata. "Dingin, Ya?" Wanita itu memaksakan seulas senyum.

Naka menggeleng lemah. "Sekarang udah nggak. Pelukan Bunda Hangat, Naka suka." Ia tersenyum dengan wajah pucatnya.

"Ngapain pake acara kabur-kaburan, Ayah udah bayar biaya pengobatan kamu buat tiga hari kedepan. Dan sekarang seenaknya pulang. Kamu fikir sisa uang itu bakal kembali? Punya otak itu dipake, sebelum ngelakuin sesuatu difikir dulu!" Danu yang sedaritadi berdiri disamping Elina berucap sarkas pada anaknya yang sekarang bersandar lemah pada dinding.

Wira sedaritadi tangannya digenggam oleh Danu, pria paruh baya itu berusaha agar anak bungsunya tak mendekat kearah Naka. Wira yang sudah kesal kini menghempaskan tangan Danu. "Ayah apaan sih, kenapa perhitungan banget. Naka juga anak Ayah."

Danu menatap tajam kearah Naka seakan menyalahkan sepenuhnya pada anak itu.

Naka yang sudah tak memiliki tenaga tersenyum kearah Danu. "Ayah, Naka minta maaf. Janji bakal ganti uang A-ayah …," lirih bocah itu. Dan setelahnya, kegelapan merenggut kesadarannya.

Elina  kembali meluruhkan air matanya kala melihat manik sang Anak mulai tertutup. "Naka bangun! jangan kayak gini Bunda mohon …," Elina menepuk-nepuk pelan pipi Naka, berharap kesadaran anaknya akan kembali. Wira yang melihat itu ikut menangis, ia cepat-cepat mendekat kearah saudaranya yang sudah tak sadarkan diri.

"Mas, bantu Naka kedalem!" Elina berujar kala melihat suaminya hanya diam terpaku.

"Aku capek, mau istirahat." Danu membuka pintu yang sedaritadi terkunci itu. Tak mempedulikan istri dan anaknya yang sekarang tengah menangis.

~tbc
Instagram: @notninaau

TANAKA [END]Where stories live. Discover now