15

4.6K 413 38
                                    

Nesya POV

"Jeno nggak nginep sini aja?" Aku melirik Jeno yang tengah memasukkan iPad nya ke dalam tas.

Seharian ini Jeno di rumahku, di rumah baruku dengan Jeffrey. Setelah kegirangan bisa masuk Teknik Mesin UGM, dia minta di traktir makan oleh ku. Minta ini itu hari ini, tapi aku juga seneng Jeno bisa masuk jurusan yang dia mau. Meskipun itu masih menjadi perdebatan antara Jeffrey karena dia tidak tahu jika Jeno mengambil jurusan Teknik Mesin saat ujian mandiri kemarin.

Jeffrey tidak suka, entah apa alasannya. Dia pikir saat Jeno ingin mengambil jurusan Teknik, pilihannya adalah Teknik Sipil, Teknik arsitektur atau yang lainnya. Namun ternyata pilihan Jeno di luar ekspektasi Jeffrey. Pikiran Jeffrey terlalu sempit untuk ukuran Teknik Mesin. Dia pikir lulusan teknik mesin hanya kerja di bengkel. Dan itu yang menjadi bahan pertengkaran kakak adik itu.

"Nggak mbak. Wong Mas Rama nggak di rumah. Ndak gimana-gimana sama tetangga." Jeno mendudukkan dirinya lagi di sofa. Ia berniat pulang ke kos, kos yang di tempati Jeffrey dulu. Tapi masih menunggu Jeffrey bersiap ke rumah sakit.

"Jen!" Suara berat Jeffrey masih terdengar tidak bersahabat saat memanggil Jeno. Dia baru saja keluar dengan kaos seragam berwarna merah maroon dan celana kain.

"Opo meneh?" Jeno agak ketus juga menanggapi Jeffrey. Dua laki-laki di depanku ini punya sifat yang sangat mirip. Aku saja heran setelah ketemu Jeno langsung. "Mbak..." Rengek Jeno padaku saat melihat Jeffrey masih memelototinya.

"Jeff..." Aku menyentuh tangan Jeffrey yang berdiri di depanku. Sepertinya dia masih tidak ikhlas jika Jeno benar-benar akan masuk Teknik Mesin. "Teknik mesin prospek kerjanya banyak, nggak cuma di bengkel. Bisa aja di perusahaan- perusahaan, di perusahan pemerintah kayak IPTN, jadi wirausaha atau jadi dosen. Teknik mesin nggak melulu kerjanya cuma di bengkel, terus apa bedanya yang S1 sama yang lulusan SMK?"

"Ya tapikan ada yang lebih keren dikit gitu, kenapa harus teknik mesin? Nilainya Jeno bahkan lebih bagus dari pada nilai ku dulu." Jeffrey masih saja ngotot. Tapi aku rasa Jeno tidak akan pernah goyah.

"Ya iya lah, kalau nggak bagus gimana bisa masuk UGM." Sahut Jeno sambil menatap malas Jeffrey. "Lagian Mas, bapak aja nggak papa kok. Kenapa Mas Rama yang ribut sih?"

 Kenapa Mas Rama yang ribut sih?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Udah udah..." Aku melerai pertengkaran yang dari tadi masih belum kelar. Lucu juga ya mereka kalau bertengkar gini. Beda rasanya kalau aku yang bertengkar sama Kak Johnny. "Udah sana berangkat, udah setengah 9." Aku menyerahkan tas punggung Jeffrey. Mencoba mengalihkan perhatian mereka berdua. "Jeno hati-hati di kos. Jangan keluyuran malem-malem. Besok kalau mau pergi beli keperluan ospek aku temenin."

Jeno mengangguk sambil tersenyum manis, membuat matanya yang sipit itu semakin hilang. "Oke mbak. Makasih ya."

Jeffrey tidak bicara lagi. Setelah berpamitan denganku dia melenggang keluar begitu saja. Jeno membuntutinya dari belakang. Aku sempat khwatir saat mereka bertengkar sejak tadi, tapi aku rasa mereka tidak akan sampai saling pukul. Biar sifatnya begitu, aku tahu Jeffrey sebenarnya sangat peduli dengan Jeno. Aku masih ingat bagaimana dia dulu sering menceritakan Jeno yang selalu punya nilai bagus.

CIRCLE | JaehyunWhere stories live. Discover now