19

3.7K 420 32
                                    

Aku duduk kikuk berhadapan dengan Ibu di ruang tamu. Setelah Jeffrey pergi untuk mengambil koper dan bawaan kami di mobil, aku dihadapkan dengan Ibu Mertua yang dari tadi masih belum berucap apa-apa. Beliau malah diam saja melihat televisi yang terus menyala.

Aku bingung setengah mati. Kenapa rasanya seperti di hadapkan dengan dosen killer semasa kuliah dulu. Eh tidak, ini jauh lebih menegangkan. Meski wajah Ibu tidak terlihat galak, tapi tetap saja rasanya aku takut.

"Mbak kalau capek istirahat. Kamarnya Jeffrey yang itu."

Bukan, itu bukan Ibu. Itu Jeno yang baru saja masuk sambil membawa tasnya. Ia berlalu ke kamarnya setelah menyuruhkan istirahat.

Aku hanya mengangguk dan menyunggingkan senyum. Tanganku terulur mengambil segelas teh manis hangat yang dibuatkan Ibu saat aku sampai tadi. Namun sama saja, teh itu tidak membuat tenggorokan ku lega.

"Berangkat dari Jogja jam berapa mbak?"

Aku mengangkat wajahku saat suara keibuan itu terdengar dari mulut Ibu. Aku tidak langsung menjawabnya dan malah melihat dengan seksama bagaimana wajah Ibu saat ini. Entahlah aku tidak tahu, wajahnya datar-datar saja.

Dan satu lagi yang membuatku sedikit canggung. Ibu memanggil ku dengan sebutan Mbak.

"Kurang tahu Bu, jam sembilan mungkin tadi." Aku menjawab dengan senyum di bibirku. Walaupun aku tahu jika senyumku kali ini pasti sangat terlihat kikuk.

Ibu hanya mengangguk. Aku bisa melihat senyum tipisnya sebelum beliau kembali diam. Suasananya jadi canggung lagi.

"Sya, hape aku di tas kamu?"

Aku menoleh saat Jeffrey sudah berdiri di sampingku. Ia mengulurkan tangannya padaku meminta ponselnya.

Tapi aku rasa aku tidak menyimpan ponselnya di tasku.

"Enggak, Jeff. Nggak ada."

"Loh, lha dimana?"

Jeffrey kembali berjalan keluar. Koper dan tas bajuku di tinggal begitu saja.

"Mbak, kamu manggil Jeffrey pakai nama ya?"

Aku menoleh lagi ke arah Ibu saat beliau kembali buka suara. Aku menjawab dengan anggukan kecil.

"Kok manggil suaminya pakai nama. Nggak sopan lho, Mbak!"

Astaga. Iya aku tahu ini tidak sopan. Jeffrey juga sudah bilang dan menyuruhku untuk belajar memanggilnya dengan sebutan "Mas" atau panggilan lain selain nama. Bukan tidak mau, aku masih belajar membiasakan itu. Tapi kenapa nada bicara Ibu jadi seperti itu.

Aku menggaruk tengkukku bingung. Aku takut salah bicara dan membuat Ibu semakin tidak bersahabat denganku.

"Eh maaf buk, masih belajar. Soalnya sejak pacaran, M...Mas Jeffrey maunya di panggil nama." Aku membuang napasku lega saat berhasil memanggil Jeffry dengan sebutan Mas. Aneh! Aku memang tidak terbiasa memanggil Jeffrey dengan sebutan sayang atau yang lainnya sejak pacaran.

"Oh gitu."

Oh gitu? Hanya itu yang keluar dari mulut Ibu saat menanggapi penjelasan ku. Aku jadi semakin bingung harus bagaimana mengawali obrolan dengan Ibu.

"Bapak belum pulang Bu?"

Retoris! Itu pertanyaan yang seharusnya tidak perlu aku tanyakan. Memang ada orang bekerja di kantor pada hari Kamis seperti ini pulang jam dua?

Ya setidaknya aku berusaha mencari topik obrolan biar suasananya tidak secanggung ini.

Ibu mengangguk, beliau melirik jam yang tertempel di dinding. "Paling nanti setengah lima baru sampai rumah. Dari kantor biasanya jam empat."

CIRCLE | JaehyunWhere stories live. Discover now