23

4K 396 20
                                    

"Mirip Jepri, ih!"

"Iya, ganteng. Hidungnya mancung."

"Besok kalau gede punya dimple kayak bapaknya nggak ya?"

"Matanya lucu, kayak Nesya."

"Semoga nggak bobrok kayak Jepri ya, kasian."

Aku tertawa pelan melihat betapa riuhnya teman-teman Jeffrey yang sedang mengerubungi box bayi milik Aska. Mereka menyempatkan menyapa aku dan Aska sebelum bertugas. Padahal Jeffrey sedang tidak ada disini karena hari ini dia berjaga di IGD dan belum waktunya pulang.

Sebenarnya aku tidak ingat semua nama teman-teman Jeffrey itu. Ada yang ingat namanya tapi lupa yang mana orangnya. Ada juga yang ingat wajahnya tapi lupa namanya. Teman-teman Jeffrey itu banyak, apalagi tidak hanya dari departemen bedah saja yang datang. Teman-temannya sewaktu kuliah S1 dulu juga banyak yang datang.

"Inget aku nggak? Aku Kayla."

Aku mengangguk. Ini Kayla, teman Jeffrey dari semasa S1 dulu. Aku sudah beberapa kali bertemu, Jeffrey juga sering cerita jadi aku masih ingat. Apalagi beberapa waktu yang lalu dia menitipkan krim untuk mencegah strech mark dan sepatu bayi.

Awalnya aku lupa siapa Kayla saat tiba-tiba menyapaku dulu. Kayla menghampiriku yang sedang duduk bersama Doren di depan farmasi kala itu. Aku sempat berekspektasi buruk dengannya, karena dari dulu wajahnya itu terlihat tidak ramah dan terkesan judes. Tapi setelah kenal ternyata dia sangat baik. Kayla bahkan menyuruhku memanggil dirinya tanpa embel-embel mbak padahal jelas dia lebih tua dari aku.

Sebagai seorang dokter, penampilan Kayla ini sedikit terkesan tidak baik bagiku. Sepatu heels hitamnya terlalu tinggi, belum lagi celana jeans yang sedikit sobek-sobek di bagian paha dan lutut. Jangan lupakan bold makeup dan telinganya yang ia piercing dan masih menggunakan anting yang cukup besar dan mencolok.

"Makasih ya krim sama sepatunya." Aku tersenyum ramah padanya. Meski penampilannya itu bertentangan dengan prinsip ku, nyatanya Kayla ini baik sekali padaku dan Jeffrey.

Kadang kita memang tidak boleh judge the book by the cover .

"Santai aja. Lagian itu krim sisa aku. Aku kira kamu nggak mau pakai." Katanya sambil duduk di pinggir tempat tidurku. Ia membantuku untuk duduk bahkan tanpa aku minta.

"Biar sisa kan sama aja. Kayaknya kamu juga nggak banyak pakainya."

Dia mengangguk, "oh iya, kamu sendirian?" Kayla celingukan, ia mencari eksistensi orang selain teman-temannya.

"Ada Kak Johnny, tapi lagi beli kopi di bawah."

Saat aku selesai mengatakan itu, Kak Johnny muncul membuka pintu. Panjang umur sekali baru diomongin langsung muncul. Aku dan Kayla sempat saling pandang dan tertawa pelan sebelum tiba-tiba tawaku luntur melihat siapa yang muncul di balik tubuh Kak Johnny.

"Bubar sana kalian!" Kak Johnny langsung heboh melihat keponakannya di kerumunan oleh teman-temannya. "Bawa virus aja kalian!"

Teman-teman Jeffrey itu langsung menoleh saat Kak Johnny berteriak heboh. Mereka mundur satu-satu meski belum ada yang enyah dari ruangan yang aku rasa semakin sumpek ini.

"Hai, Nesya."

Aku tersenyum kikuk pada Mbak Raya yang meletakkan sebuah bungkusan kado di nakas. Ia menghampiriku, mengajakku bersalaman dan cipika-cipiki. Lalu duduk di kursi samping tempat tidurku.

Sebenarnya sejak kejadian dimana aku tahu kalau Mbak Raya ini mantan kekasih Jeffrey, kita belum pernah ketemu lagi. Aku sengaja menghindarinya, begitu juga Mbak Raya. Aku pikir Mbak Raya jadi berangkat lebih pagi karena biasanya ia akan berangkat di jam yang sama dengan Jeffrey. Dan kita pasti bertemu di depan saat aku mengantar Jeffrey sampai mobil. Tapi setelah kejadian itu, aku sama sekali tidak pernah bertemu setiap pagi.

CIRCLE | JaehyunWhere stories live. Discover now