CHAPTER 4

16.7K 874 11
                                    

Jangan lupa tekan bintangnya dulu sebelum baca.

Pardon me if there are any typos on them!

Pardon me if there are any typos on them!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

...

Kedua mata berbulu mata lentik itu terbuka. Gue masih hidup. Dia mendengus lega dalam hati. Lalu kedua matanya melirik ke samping dan dia mendapati EricㅡPapanyaㅡyang sedang tertidur di kursi sambil menggenggam tangannya erat.

Merasa tangan yang dia genggam bergerak, Eric langsung membuka kedua matanya. Maniknya langsung mengamati anaknya dengan teliti dari atas sampai bawah. "Kamu sudah sadar?" tanyanya dengan tatapan khawatir.

Thea mengangguk. Lalu dia mengumpat di dalam hati ketika wajah Eric yang awalnya penuh dengan sorot khawatir itu kini berubah menjadi tajam. Mampus deh gue, gumamnya sambil memejamkan kedua mata frustasi.

"Thea, bisa jelaskan semua ini kepada Papa? Papa mau mendengarkannya hanya melalui mulut kamu. Tolong cerita dengan jujur. Papa tidak mau kamu berbohong."

Sontak, Thea langsung memegangi dahinya dan mengeluh kesakitan. "Auwh, Pa... kepala aku masih pusing... Bisa Papa jangan tanya-tanya dulu kepada aku?" tanyanya dengan kedua mata yang berkedip-kedip manja. Dia tau kalau Eric tidak akan pernah tega dan selalu menurutinya jika dia sudah memasang wajah memelas seperti itu.

Dan lihat saja, pria itu menghembuskan napasnya pasrah. Dia menganggukkan kepalanya lalu memberikan senyum hangat kepada Thea. Dan Thea segera membalasnya dengan senyum yang tidak kalah lebar.

Papa ganteng, maaf Thea harus bohong. Kenyataannya, kepalanya sama sekali tidak pusing. Dia hanya menggunakannya sebagai alasan agar Eric tidak menerornya dengan pertanyaan dan berharap agar pria itu segera melupakan kecelakaan kecil ini tentu saja. Tubuhnya masih kuat untuk menghentakkan lantai kelab malam dengan kuat dan menggoyangkan tubuhnya di sana.

"Kamu lebih baik istirahat, Princess." Eric membenarkan selimut rumah sakit Thea, lalu dia mengusap pipi Thea dan menatapnya penuh kasih sayang. "Jangan sakit lagi, Princess. Papa khawatir sama kamu," ucapnya dengan pelan. Thea tau kalau Papanya pasti langsung jantungan saat mengetahui kalau dia masuk rumah sakit.

Eric tidak menyukai rumah sakit karena tempat itu selalu mengingatkannya akan kematian KeiraㅡMama Thea. Selama ini, jika ada yang sakit dia akan memanggil dokter pribadi untuk datang ke rumah. Sebisa mungkin dia akan menghindari tempat keramat yang menjadi saksi di mana Keira merenggang nyawa.

Thea memejamkan kedua matanya saat tubuh Eric membungkuk lau mengecup dahinya dengan lama. "Baik-baik Princess, Papa tidak mau kamu terluka."

"Papa." Thea tersenyum malu-malu. "Aku sudah dua puluh tiga tahun. Aku bukan princess lagi, Papa."

"Yes, but you are still my little princess. Always and forever." Eric tersenyum manis. "I love you so much, Dear."

"Aku juga sayang Papa. Sangat."

In Your ArmsWhere stories live. Discover now