CHAPTER 32

10.5K 575 24
                                    

Noel duduk di kasurnya dengan wajah yang menunduk dalam-dalam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Noel duduk di kasurnya dengan wajah yang menunduk dalam-dalam. Dia memegangi kepalanya yang entah mengapa terasa pening. Pria itu menghirup napas panjang, berusaha berpikir jernih lalu mulai mengembusskannya lamat-lamat. Sudah lima belas menit dia habiskan dengan seperti itu.

Noel mengusap wajah kasar lalu dia bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir di kamarnya. Sial! Sial! Sial!

Dia hendak mengambil ponsel, tetapi dia baru ingat kalau ponselnya sudah rusak karena dia lempar tadi di tangga darurat. Double shit! Noel mendengus kasar.

Dia beringsut meninggalkan apartment, dan mengeluarkan mobilnya dari basement lalu segera menuju ke suatu tempat.

Tangannya menggenggam kemudi mobil dengan erat dengan kedua mata yang menajam. Tubuhnya sudah menegang sedari tadi, dan pria itu berusaha sebisa mungkin agar bisa mengendarai mobil dengan baik.

Akhirnya mobilnya masuk ke dalam halaman depan sebuah mansion mewah yang sudah lama tidak pernah ia kunjungi. Dia keluar dari mobil, dan segera masuk ke dalam mansion tersebut. Sesaat ada beberapa pelayan yang terlihat terkejut akan kehadirannya dan setelahnya mereka menundukkan wajah mereka takut.

"Kakek di mana?" tanyanya datar tanpa menatap mereka.

"Di ruang baca, Tuan."

Noel mengangguk kecil lalu dia langsung melangkahkan kedua kaki ke ujung ruangan berlapis kaca tebal dan tinggi. Dia bisa menatap Kakeknya sedang membaca buku dengan kedua kaki yang terselonjor ke atas.

"Kek," panggil Noel pelan dengan kedua matanya yang tajam. Dia menghampiri Kakeknya, lalu berdiri di depan kakeknya dan menundukkan wajah kecil menunjukkan rasa hormat.

"Wow." Russel, kakek Noel mendongakkan wajah menatap Noel dengan takjub. Dia meletakkan bukunya di atas nakas meja di samping lalu melepaskan kacamata bacanya. "Ada apa kamu datang malam-malam seperti ini?"

Noel duduk di depan Russel. "Kek aku mau minta tolong," Dia tidak berbasa-basi. Kedua matanya beradu tajam dengan Kakeknya yang lebih menunjukkan sorot jahil. "Tolong kerahkan semua anak buah Kakek untuk menemukan satu orang ini untuk aku." Suaranya tegas, tidak bisa dibantah.

"Siapa?"

"Althea Rhodes. Kakek pasti sudah mengatahuinya kan?"

"Lalu? Apa yang akan aku dapatkan kalau aku berhasil menemukannya?"

Wajah Noel mengeras. Dia memicingkan kedua matanya dan mulai menyeringai sinis. "Maksud Kakek?"

"Bagaimana kalau kamu yang memimpin perusahaan aku setelah ini?" Russel mengajukan tawarannya. "Oh ayolah, Noel. Jangan biarkan perusahaan Kakek menganggur begitu saja tanpa seorang penerus."

"Kakek mempunyai dua anak laki-laki."

"Mereka tidak mau meneruskan perusahaan Kakek, Noel. Samuel dan Daniel sama-sama mempunyai perusahaan mereka sendiri." Russel menggerutu sambil memutar kedua bola matanya. "Kakek akan menemukan kekasih kamu kalau kamu mau menjadi penerus perusahaan Kakek. Bagaimana?"

Keduanya saling beradu tajam. Ini adalah pilihan yang berat, karena Noel sudah memutuskan untuk hidup mandiri tanpa bayang-bayang siapapun. Tapi... Situasinya tiba-tiba berubah. Thea diculik, dan hanya Kakeknya yang bisa membantunya. Noel juga memilih untuk tidak memberitahu Eric agar tidak memperkeruh suasana.

Pria itu memalingkan wajah sambil mengepalkan kedua tangannya. "Baiklah," desisnya tajam. "Sekarang kerahkan semua anak buah Kakek untuk mencari Althea."

Russel tertawa penuh kemenangan. Sudah beberapa bulan terakhir dia tidak bisa tidur memikirkan nasib dari perusahaannya yang tanpa tujuan karena tidak ada penerus itu. Ternyata dewi fortuna berpihak kepadanya, karena sebuah kecelakaan terjadi kepada Noel dan membuat cucunya itu mau mewarisi perusahannya.

"Tenang, Noel. Kamu akan bertemu dengan kekasih kamu besok pagi."

"Aku.Mau.Malam.Ini." Jawaban Noel terdengar penuh penekanan.

Suara tawa Russel semakin mengeras dan dia menatap cucunya dengan tidak percaya sambil menggelengkan kepala. "Baik, Baik. Asal kamu mau menjadi pewaris aku, aku akan melakukannya, Noel. Sepertinya darah Daniel mengalir sangat kuat di dalam tubuh kamu."

"Kalau aku tidak bertemu Althea malam ini, jangan harap Kakek bisa melihat aku duduk di kursi Kakek."

Kedua mata Thea terbuka secara perlahan. Dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya saat kedua mata itu sudah terbuka secara sempurna. "Di mana gue?" tanyanya dengan gumaman kecil.

Dia menyapukan kedua matanya ke seluruh ruangan, dan kedua matanya menyipit saat ruangan itu berbau sangat lembab dengan beberapa jaringan laba-laba di atap ruangan. Ada beberapa meja dan kursi yang ditumpuk secara asal-asalan dengan debu yang menyelimutinya. Lalu Thea menoleh ke pojok ruangan, dan kedua matanya membulat saat menyadari siapa dua orang di sana.

"Joshua?" gumamnya dengan pelan. Dia beringsut untuk bangkit dari tempat, tetapi tidak bisa karena merasakan kalau kedua tangan di belakang tubuhnya sedang ditali kencang.

"Apa ini?" tanyanya dengan suara tajam. Kedua matanya melotot, dan dia menghembuskan napas ksar. "Sialan! Lepasin gue!" Thea tidak pernah menyangka kalau pria yang sangat memujanya itu kini berada di depannya dengan seringai tajam.

Joshua berdecak lalu dia menghampiri Thea dan berjongkok di depannya. Kedua matanya menatap Thea sinis yang juga menatapnya tajam. "Hai, Thea." Dia hendak membelai pipi wanita itu, tapi Thea langsung memalingkan wajahnya.

"Masih jual mahal ya?" tanya Joshua dengan suara tajam. "Lo nggak takut ya? Lo membaca surat gue dengan baik kan? Tentunya lo nggak mau menjadi seperti mereka kan?"

"Bangsat lo! Kenapa lo melakukan ini kepada gue? Apa salah gue sama lo!?"

Seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang Joshua dan bersedekap sambil menatap Thea tajam. Thea mendongakkan wajahnya lalu mendelik kepada wanita itu. "Siapa lo!?"

"Josh, lo belum menjelaskan kepada pelacur ini?"

Hati Thea memanas saat mendengar umpatan wanita itu kepadanya. "Bangsat! Lo kali yang pelacur!"

"Bitch, lo itu yang pelacur. Lo itu sama seperti Mama lo. Buah tidak akan pernah jatuh dari pohonnya, Bitch."

Kedua mata Thea membulat tidak suka saat Keiraㅡmamanyaㅡdiejek oleh dua manusia kurang ajar ini. "Siapa lo?! Dan kenapa kalian melakukan ini kepada gue!?"

"Thea, Thea. Ini semua itu karena Mama lo. Coba saja kalau lo tidak lahir dari rahimnya, maka kita tidak akan melakukan ini kepada lo!"

"Apa maksud lo!?"

"Josh, lebih baik lo yang bercerita kepadanya."

 ✭

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
In Your ArmsWhere stories live. Discover now