Part 03

10.5K 784 32
                                    

Warning!!

Typo dan EYD tidak beraturan!

Tandai ya kalau masih ada typo dan kalimat rancu :D

.
.


.

Motor yang mereka tumpangi berhenti didepan rumah minimalis berlantai satu tepat saat suara adzan maghrib terdengar.

"Turun," Ata turun dan berdiri disamping Rava yang masih duduk diatas motor. Tangan Rava mematikan mesin motornya dan menatap Ata yang masih tidak bergeming. "Lo yakin mau lanjutin tugas ini sekarang?"

Rava dari dulu tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan guru terhadapnya. Kecuali kerja kelompok, biasanya Rava hanya sebagai penonton. Karena setiap kali ada teman satu kelasnya yang mendapatkan kelompok yang sama, mereka tidak berniat untuk menyuruhnya mengerjakan tugas.

Rava akui jika gadis berkacamata disampingnya ini cukup berani hingga mendatangi tempat tongkrongannya dengan diantar oleh ketua kelas.

Ata yang merasa diajak bicara menggeleng. "Besok aja, habis pulang sekolah." Tuturnya. Ata harus bekerja, apalagi sekarang sudah maghrib, tidak mungkin untuk mengerjakan tugas. "Tapi kamu besok masuk, kan?" Tatapnya takut-takut ke arah Rava.

Rava tidak menjawab, tangannya terulur dan Ata memundurkan langkahnya. Ata masih takut. Rava berdecak. "Siniin ponsel lo," tangannya menengadah untuk meminta ponsel Ata.

Ata kembali menggeleng, "buat apa?"

Rava menggeram gemas. Baru kali ini ia dihadapkan oleh perempuan yang sangat menyusahkan. Ata berbeda dengan perempuan lain. Jika perempuan lain akan girang karena ponselnya diminta oleh Rava, Ata malah menatapnya ngeri. "Mau jual. Karena lo nggak jadi gue jual ke diskotik. Ya enggaklah, bego!"

Ata kembali memundurkan langkahnya, bahkan punggungnya sudah menyentuh pagar rumahnya. Ata tidak suka jika ada orang yang mengatainya bego apalagi dengan nada tinggi. Ata takut, ia akan teringat kejadian sebelum ia merantau ke kota orang.

Sadar akan suaranya yang membuat tubuh Ata bergetar takut, Rava turun dari motornya menghampiri Ata. Bahaya jika ada orang lain lewat dan mengaraknya keliling komplek karena membuat anak gadis orang ketakutan. "Biasa aja kali mukanya. Muka lo tambah jelek kalo lo kayak gitu."

Ata menatap Rava takut dan kembali menunduk menatap sepatunya.

"Lo mau lanjutin tugas ini, kan?" Ata mengangguk. "Ya udah lo pasti butuh nomer ponsel gue. Begitu juga gue, jadi ketik nomer lo." Kali ini Rava mengangsurkan ponselnya ke arah Ata agar cewek itu tidak salah paham.

Selesai mengetikkan sederet angka diponsel Rava, Ata mengembalikannya kembali. Rava menatap Ata dengan kerutan didahi saat ia menelepon nomer milik Ata suara dering ponsel jadul terdengar.

Ata merogoh ponselnya dan menatap nomer asing tertera dilayarnya.

"Itu..." Rava sangat takjub dengan gadis didepannya ini. Rava sangat yakin jika petugas kebersihan saja mempunyai ponsel yang bisa bervideo call lewat kamera depan. Lantas Ata? Jangankan untuk bervideo call lewat kamera depan, permainan diponsel itu saja masih menggunakan ular-ularan yang ekornya semakin panjang dan permainan pengasah otak, sudoku.

Ata menatap Rava dan ponselnya bergantian. "Iya. Ini ponsel aku. Makanya aku takut kalo kamu beneran mau jual," Ata dapatkan ponsel ini dari adik Ayahnya. Biarpun sudah tertinggal generasi, Ata sangat bersyukur Tante Nia mau memberikan ponsel ini. Setidaknya Ata bisa menghubungi tantenya untuk bertukar kabar.

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Where stories live. Discover now