Part 26

6.1K 506 20
                                    

Warning!!

Males edit typo wkwkwkwk

Part ini paling susah karena setengahnya aku rombak. Ide yang sempat tertuang dan dipublish diakun sebelumnya nggak tau kenapa kurang sreg :( dan part ini aku banyak diemnya, nyoba cari ide dengan nonton on the spot lebih dulu biar otaknya encer. Sesusah itu loh jadi penulis *walau masih amatir, idenya biarpun terkesan pasaran, tp nuangin dalam bentuk tulisannya yg susah biar bisa dibayangin :(

.
.
.

Hari minggu, pukul sepuluh pagi rombongan mobil yang dikendarai Denis tiba dikediaman Kiandi. Denis, Tengku dan Citra memaksa ikut untuk menjemput kepulangan tantenya Ata dari rumah sakit.

Pintu rumah terbuka dari dalam oleh asisten rumah tangganya. Rani masuk lebih dulu dan membuka lebih lebar pintunya agar orang-orang dibelakangnya ikut masuk ke dalam. "Masuk-masuk, anggap rumah sendiri." Katanya sambil tersenyum.

Denis, Tengku dan Citra duduk diruang tamu. Diatas meja sudah ada minuman dan cemilan yang sudah disediakan asisten rumah tangga Kiandi.

Rava membawakan tas besar milik Ata yang berisikan pakaian selama menginap dirumah sakit berjalan dibelakang Ata, didepannya Ata menuntun Tante Nia yang masih lemas.

Melihat kehangatan teman-teman dan keluarga Kiandi yang memperlakukannya dengan baik, perasaan tidak enak hati masih Ata rasakan karena ia merasa selalu merepotkan orang lain.

Saat sebelum pulang dari rumah sakit, Ata sudah menolak tinggal dirumah kediaman Kiandi. Ata beralasan lebih nyaman tinggal dirumah miliknya sendiri daripada harus kembali menyusahkan orang-orang disekitarnya. Tapi mamahnya Rava--Rani memaksa dibantu dengan anaknya yang berkata jika bisa saja suaminya Nia-- Hadi kembali menemui keduanya.

Ata mengalah setelah Mbak Tasya ikutan membujuk dengan alasan kondisi tantenya yang belum stabil, walaupun tantenya ikut sependapat untuk tetap tinggal dirumah peninggalan kakaknya, tetap saja mereka berdua akhirnya sepakat untuk tinggal dikediaman keluarga Kiandi.

Setelah satu bulan dirumah sakit, Mbak Tasya memperbolehkan tante Nia pulang. Pengobatan kemoterapi untuk membunuh virusnya tetap dilanjutkan dengan jadwal satu minggu dua kali. Ata selalu meringis melihat kondisi tantenya yang semakin kurus dengan rambut yang terus-terusan rontok. Tidak ada kesedihan di wajah tantenya, karena tante Nia sudah membayangkan risikonya menjadi pelayan nafu bejat para hidung belang.

"Ella sama Mas Rudi kemana, Bi?" Rani bertanya saat asisten rumah tangganya akan kembali ke dapur.

"Tuan bilangnya mau ke taman komplek sama Nona Ella, Bu. Tapi nggak tau sampai sekarang belum datang," Jawabnya.

"Ya sudah kalau gitu, makasih ya, Bi." Asisten rumah tangga itu mengiyakan dan pamit kedapur untuk melanjutkan kembali pekerjaannya yang sempat tertunda.

Melihat Ata yang mendekat dengan menuntun tantenya, Rani berdiri dan mengajak keduanya masuk lebih dalam ke rumah keluarga Kiandi, Rava masih setia membawa tas besar dibelakang Ata. Mengabaikan teman-temannya diruang tamu, ia menyusul mamahnya yang menunjukkan kamar untuk Renata dan tantenya.

"Nah ini kamar kalian," Mama Rava berkata seraya tersenyum seraya membuka pintu kamar yang akan mereka tempati selama tinggal dikediaman Kiandi.

"Maaf ya Mbak, lagi-lagi kita ngrepotin." Tante Nia menatap sungkan ke arah Mamanya Rava. "Padahal tidak apa-apa kita tinggal dirumah kami sendiri." Ujarnya merujuk pada rumah peninggalan kakaknya yang diwariskan ke Ata.

Mama Rava menggeleng, merasa tidak setuju dengan pendapat Tante Nia, "udah nggak usah dipikirin. Kalian nggak ngerepotin sama sekali kok, kalau satu RT nginep dirumah ini baru namanya ngerepotin." Ujarnya membuat Ata dan Tante Nia terkekeh. "Yuk, Rav keluar. Kalian istirahat ya, nanti kita makan siang bareng." Ajak Rani kepada anaknya untuk keluar dari kamar setelah Rava meletakan tas yang sejak tadi ia bawa disebalah kanan Ata.

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Where stories live. Discover now