Part 21

6.5K 587 17
                                    

Warning!!
Typo, EYD dan kalimat rancu bertebran!

Inget ya, Denis, Tengku dan Rava itu nggak sekelas🤭

.
.
.

"Udah?" Tanya Rava saat Ata keluar dari toilet perempuan.

Ata mengangguk, ia berjalan lebih dulu menuju kelasnya. Lebih dari tiga puluh menit Ata meninggalkan kelasnya sejak dipanggil kepala sekolah, ia hampir saja tidak mengikuti pelajaran karena beban pikiran yang selama ini ia simpan sendirian.

Setelah bercerita kepada Rava, menumpahkan segala keluh kesahnya membuat Ata merasakan sedikit keringanan dihatinya. Segala macam emosi yang ia tahan selama ini keluar meskipun ada sedikit perasaan takut yang masih mendominasinya. Tentang suami Tante Nia, Om Hadi.

Suara berisik dari dalam kelasnya membuat Ata mengernyitkan bingung. Ramai sekali, batinnya. "Kenapa?" Rava berdiri dibelakang Ata saat gadis itu ragu untuk membuka pintu kelasnya.

Ata menoleh ke belakang, menunjukkan jari telunjuknya ke arah pintu yang masih tertutup seraya berkata, "nggak ada guru? Kok berisik?" Bahkan suara Tengku dan Denis yang bukan bagian dari kelas XI IPA-2 saja ikut terdengar.

"Tadi Pak Pajri cuma ngasih tugas waktu lo dipanggil ke ruangan kepala sekolah." Jelas Rava. "Yuk masuk," Rava membuka pintu dan hening. Semua mata yang ada didalam kelas langsung menatap mereka berdua.

"I--ini...." Ata tidak bisa berkata-kata menatap papan tulisnya yang berisikan huruf-huruf kapital yang menyusun kalimat :

SUMBANGAN UNTUK MEMBANTU TEMAN SEKELAS KITA, RENATA.

Berbeda dengan Ata yang masih terdiam, Rava mendengus membaca kalimat dibawahnya :

SEMOGA AMAL IBADAH KITA YANG MENYUMBANGKAN DENGAN IKHLAS DITERIMA DI SISINYA.

"Eh si anjir, lo nggak kode-kode mau ke sini," celetukan Denis membuat Rava mengalihkan tatapannya ke arah Denis. "Hai, Ta!" Sapa Denis saat Ata menghampiri mejanya untuk duduk, disusul Rava.

Denis kemudian menghampiri Tengku yang memegang kardus dikedua tangannya, "gimana Teng, udah dapat berapa?"

Ingatkan Tengku untuk memukul kepala Denis dengan penggaris besar yang biasa guru matematikanya bawa karena sering memanggil namanya setengah-setengah.

"Nggak tau nih, Sri ngak mau nyumbang Den!" Tunjuk Tengku ke arah Sri yang sibuk mengerjakan tugas dari Pak Pajri.

Sri masih sibuk mengerjakan tugasnya yang diberikan Pak Pajri. Merasa tidak terganggu sama sekali dengan kehebohan kelasnya.

"Sri, lo masak kayak gitu? Renata teman sekelas lo, ya kali lo nggak mau nyumbang sedikitpun. Sumbangan lo bakal dicatat dalam kebaikan kok Sri," Ucapan Denis membuat Sri mengangkat kepalanya dari tugas yang ia kerjakan.

"Den, gue bukannya nggak mau nyumbang. Tapi kalimat yang lo tulis dipapan tulis itu kayak nyumpahin orang yang mau nyumbang koit, tau nggak?" Tunjuk Sri ke papan tulis, sontak semuanya berseru 'Huuuuu'.

Denis menggaruk kepalanya dan menabok Tengku, "lo sih Teng, gue kan udah bilang, harusnya kalimat itu nggak usah ditulis. Bego sih lo."

"Kok jadi gue, ayam!" Tengku tidak terima saat Denis menuduhnya.

Denis tidak ambil pusing dan berjalan mendekat ke arah papan tulis, ia menghapus kalimat yang Sri maksud dan menggantinya.

Semoga yang nyumbang dengan ikhlas kecantikannya (cewek) bisa setara Lisa Blackpink dan ketampananya (cowok) bisa setara dengan Denis Januar, tapi tetap gantengan Denis Januar dong, uunnchh!!

"Taek!"

"Jijay!"

"Iyuh!"

"Mau muntah gue!"

"Mendingan presiden Korea Utara daripada lo, Den gantengnya!"

Ata terkekeh mendengar balasan dari seluruh kelas atas kalimat yang Denis baru tulis, kekehan itu memang tidak keras tapi Rava yang duduk disampingnya membuanya menoleh. Setidaknya Ata sekarang terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Denis mengangkat kepalanya sebatas dada, melebarkan jari-jari tangannya seperti orang yang ingin menghentikan sesuatu. "Sabar bro, sabar. Gue tau ketampanan gue mirip Lee Min Ho," tutur Denis kalem. "Jadi, BURUAN NYUMBANG YA ALLAH!! ORANG PELIT KUBURANNYA SEMPIT!"

"Nanti bisa digali lagi sama tukang gali kuburannya," kali ini Rava yang menjawab.

Denis mendengus. "Buruan bego, pacar lo butuh donasi duit bukan donasi kuburan." Ucap Denis ngawur. Meskipun Denis berkata begitu, Rava berdiri dan mengeluarkan uang sakunya dan memasukkannya ke dalam kardus yang dipegang Tengku.

Tengku berbinar melihat uang yang disumbangkan Rava, "uang yang buat beli rokok lumayan juga Rav kalo dikumpulin kayak gini." Tengku tertawa, Rava mendengus dan kembali duduk.

"Yang lainnya dong, masa cuma Rava doang!" Teriak Denis.

"Kelas lo juga belum bego!" Citra melewati Denis dan menuju Tengku untuk ikut berdonasi.

"Oh kelas gue mah nanti, gampang!" Dan seruan Denis kembali direspon dengan heboh.

Ata mengamati Rava yang ikut menyoraki Denis lalu terkekeh. Ata tersenyum ketika ucapan Tengku melintas dipikirannya.

"Kamu udah nggak ngerokok lagi, Rav?" Ata bertanya seraya mendekatkan wajahnya untuk menciumi bau rokok yang biasa Ata cium ketika berdekatan dengan Rava. "Aku baru sadar kalau kamu nggak bau rokok lagi," saat di atap tadi, saat ia memeluk Rava Ata sama sekali tidak mencium bau rokok dan ia baru sadar sekarang setelah ia memastikannya kembali.

Rava yang refleks memundurkan kepalanya dan berdehem, mengalihkan tatapannya dari wajah Ata yang bulat menampilkan senyum manis.

"Masih, tapi nggak sesering biasanya."

Ata mengangguk, "oohh..."

"Kenapa?"

Ata menggeleng, "nggak apa-apa. Tapi aku harap kamu bisa lepas dari nikotin itu seutuhnya, bukan hanya mengurangi konsumsinya. Demi kesehatan kamu juga kan." Lagi, Ata tersenyum.

Ah, senyum itu. Ata yang selalu tersenyum membuat perasaannya berantakan. Ada yang berdentum hebat tapi bukan rebana.

-Tbc-

Terima kasih sudah mampir, maaf banget kalo humornya garing banget, wkwkwk gegara lama dirumah aja jadi mumet sendiri.


Walaupun sudah new normal harus tetap pakai masker, jaga kesehatan dan selalu jaga jarak.

01 september 2020

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang