Part 20

7.2K 617 20
                                    

Warning!!

Typo, EYD dan kalimat rancu bertebran!

.
.
.

"Ata berangkat sekolah dulu ya Mbak, titip Tante Nia."

Tasya--kakaknya Tengku mengangguk. "Pasti. Sudah gih sana berangkat, udah setengah tujuh, nanti telat upacaranya."

Ata menghampiri Tantenya yang masih terlihat lemas, Ata memegang tangan kanan Tante Nia dan menatapnya lama. Bercak merah seperti ruam terlihat jelas dimata Ata, bukan hanya ditangan, dileher pun Ata melihatnya. Itu sebabnya kakaknya Tengku mengatakan ini bisa dikatakan ciri-ciri orang yang menderita HIV atau bahkan sudah mendekati gejala AIDS, bukan hanya ruam saja yang terlihat, ada ciri-ciri lain seperti semalam Tantenya berkeringat dan disertai demam.

Mencium tangan kanan Tantenya, Ata pamit disusul Rava dibelakangnya.

Sepanjang koridor rumah sakit Ata hanya diam, banyak sekali yang Ata pikirkan. Tentang hidupnya, Tantenya yang sekarang sakit, dan Om Hadi. Itu semua tak luput dari pengelihatan Rava.

Hampir saja Ata akan menabrak seorang perawat laki-laki jika saja Rava tidak menariknya dengan cepat.

"Ah, maaf." Ucap Ata menunduk meminta maaf.

Perawat laki-laki itu tersenyum maklum, ada sedikit rasa penasaran saat dijam pagi seperti ini ada seorang anak SMA yang sudah berada dirumah sakit menggunakan seragam sekolah. "Hati-hati ya dek," ucapnya dan berlalu.

Rava sadar akan tatapan menilai perawat tadi. Seolah perawat itu berkata 'ngapain anak sekolah pagi-pagi sudah ada dirumah sakit?' Rava berdecih, harusnya perawat itu bisa berpikir, mungkin saja keluarganya dirawat dirumah sakit yang mengharuskan keluarga pasien menginap?

"Kacamata lo itu masih baru, apa udah rusak sampai nggak bisa lihat orang lain?" Sarkas Rava.

Ata hanya menunduk. Kalimat sarkas Rava memang masih sering didengarnya, dan Ata hanya bisa diam dan menunduk. "Maaf,"

Rava tidak bermaksud untuk mengeluarkan kata-kata kasarnya, ia hanya tidak suka disituasi Ata yang sekarang. Ata memang gadis cupu, pendiam, tapi sejak kemarin keterdiamannya Ata bertambah berkali-kali lipat. Dan Rava tidak suka. Apalagi banyak tatapan mata seperti perawat laki-laki tadi yang seperti merendahkan Ata secara terang-terangan.

"Udah, ayo berangkat." Ajaknya seraya menarik tangan Ata.

-000-

Dua minggu sejak Tante Nia dirawat dirumah sakit.

"Iya, masuk."

Ata melangkahkan kakinya dan beruluk salam memasuki ruangan kepala sekolah. "Oh Ata, duduk-duduk."

Ata tersenyum, "bapak manggil saya?" Tanya Ata sungkan. Jarang-jarang kepala sekolah memanggil siswa siswinya secara langsung tanpa alasan yang jelas.

Ibrahim Sanjaya S.Pd. Ata membaca tulisan nama yang terukir rapih diatas meja kepala sekolahnya.

"Begini, bapak mau tanya. Apa Ata sedang memiliki masalah?"

Ata mengangkat kepalanya, ia merasa tegang. Apa pembullyan dulu yang sempat ia alami sudah sampai ke telinga kepala sekolah? Bagaimana ini? Ata tidak mau lagi berurusan dengan Tiara dan teman-temannya. Meskipun sudah ada Rava, Citra, Denis dan Tengku yang menjadi temannya, tetap saja saat Ata sendirian Tiara dan teman-temannya akan menyindirnya dengan kata-kata pedas.

Kedua tangan Ata yang berada diatas pahanya saling meremas takut. "Ma-maksud bapak?"

Melepas kacamatnya, Pak Ibrahim menatap Ata dan menghela napasnya. "Dalam dua minggu terakhir, nilai akademik kamu menurun Ata. Jika terus sepeti ini, bisa-bisa beasiswa kamu akan dicabut oleh pemerintah."

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang