Part 17

7.4K 627 26
                                    

Warning!!

Typo, EYD dan kalimat ramcu berantakan!

.
.
.

Denis dan Citra akhirnya masuk ke rumah Ata. Ata yang masih menangis meskipun tidak sekeras sebelumnya, melerai dan buru-buru menjauhkan dirinya dari Rava.

Ada kecanggungan menyelimuti Rava dan Ata saat kedua pasangan kekasih itu sudah tiba dirumah Renata. Berdehem canggung, Rava bangkit dan melarikan pandangannya ke sekitar ruang tamu yang benar-benar berantakan. "Ta, dimana alat bersih-bersih yang biasa lo pake buat beresin rumah?" Rava menatap Ata yang sudah tidak menangis lagi, meskipun mata gadis itu bengkak.

"Ada didapur." Ata menatap  Rava dengan raut bingung. "Memangnya buat apa?" Ata bertanya.

"Ada yang mau kerja sampingan jadi babu di sini."

-000-

"Berengsek lo, Rav! Lo nyuruh gue ke sini buat jadi babu! Lo nggak liat, gue ganteng pakai kemeja gini dan lo nyuruh gue bersih-bersih." Omel Denis sambil mengacungkan sapu yang ia pegang ke arah Rava dengan kesal. "Mau lo gaji berapa gue? Ini nggak geratis ya."

Masih dengan omelannya, Rava cuek dan mengumpulkan serpihan vas bunga yang berserakan diruang tamu.
Sofa dan meja yang berada diruang tamu tergeser dari tempatnya, bantal sofa pun berceceran dibawah lantai. Tampaknya Ata memberikan perlawanan kepada Hadi.

"Citra juga ikutan jadi babu, dan gue mau bayarannya dua kali lipat." Denis terus mengomel dan mulai menyapu seripihan kecil-kecil vas bunga setelah Rava memisahkan pecahan yang besarannya.

Citra yang didalam kamar Renata, membereskan baju dan merapikannya ke dalam lemari, sedangkan Ata menatap kosong pecahan vas bunga dan serpihan cermin yang bercecer dilantai kamarnya. Dalam pikirannya berkelana mencari tahu bagaimana Tante Nia bisa kabur dari Om Hadi, bahkan Ata tahu, penjagaan disana sangatlah ketat.

Citra yang menyadari Renata melamun, menghampiri dan menepuk pelan pundak gadis itu, "Ta..."

Ata mengerjapkan matanya bingung, menatap Citra dan tersadar, "ah iya, aku glnggak apa-apa." Karena tidak mau membuat Citra khawatir, dengan cepat Ata mengambil pecahan-pecahan beling serta kaca yang tanpa sadar jarinya sudah tergores dan mengeluarkan darah.

"Ya ampun! Rava! Denis!" Teriak Citra panik memanggil keduanya.

Ata hanya diam memandangi lukanya. Perlahan matanya mengembun, luka seperti ini tak ada apa-apanya. Tapi kenapa ini sangat sakit? Dulu ia pernah diseret dan ditampar karena mencoba kabur saat akan dijual oleh Om Hadi. Bahkan ia pernah dipukul dengan ikat pinggang milik Om Hadi, ia hanya menangis sebentar merasakn sakitnya. Tapi sekarang, dadanya ikut sesak.

Apa karena saat itu Tantenya datang menolongnya dan mengobatinya?

Rava dan Denis datang. Rava menghampiri Ata dan membantu gadis itu untuk duduk diatas ranjang. Tak ada isakan, air mata itu turun begitu saja dengan mulut yang terkulum ke dalam. Menahan segala rasa sakit yang Ata rasakan. Rava menatap Citra, meminta penjelasan. Citra menggeleng, ia sama seperti Rava. Bingung.

Menarik napasnya pelan, Rava berkata, "P3K lo taruh dimana?" Matanya mengedar menatap sekeliling kamar Renata. Kamarnya masih berantakan, hanya baju-bajunya saja yang sudah terususn rapih dilemari, Rava tahu karena pintu lemari masih terbuka. "Ta, P3---"

"Ponsel aku mana Rav? Aku mau ngubungin Tante Nia," tatapnya dengan sorot putus asa.

"Tapi luka lo--"

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang