Part 23

6.3K 587 32
                                    

Warning!!

Typo, EYD dan kalimat rancu berteberan!

.
.
.

"Ma, Pa?" Kedua orang yang disebut menoleh bersamaan ke arah tirai hijau yang disibak. Menampilkan anaknya dan seorang gadis yang dikepang dua. "Kalian ngapain disini?" Rava melangkah mendekati nakas disamping ranjang dan meletakan bungkusan yang berisi nasi padang.

Perempuan yang berumur pertengahan empat puluhan berdiri dan menabok lengan Rava keras, "kamu ini, udah pinter bohong sama orangtua. Ternyata kamu nginep dirumah sakit? Hah?! Iya? Kamu kenapa nggak jujur Rava? Mama sama Papa kamu mikirnya kalau kamu emang nggak ketolong lagi nakalnya--"

Rava yang sempat mengusap-usap lengannya pun sontak menatap mamanya bingung, "ma, bukan itu maksud abang--"

"Lalu apa? Maksud kamu nginep disini apa? Kamu cuma mau nyari kebebasan diluar sana hah?! Kurang apa mama sama papa bebasin kamu jadi anak nakal disekolahan?" Mama Rava menarik napasnya. Tatapannya menoleh ke arah gadis yang diam dibelakang tubuh Rava. "Kamu yang namanya Renata?" Ata yang disebut mengerjapkan matanya dan mengangguk.

Menjawabnya pelan, "iya tante, saya Renata." Ata mengusap lengannya naik turun, mencoba menenangkan dirinya agar tidak gugup dihadapan orangtua Rava. "Maaf jika selama ini saya ngerepotin Rava dan buat dia jarang tidur dirumah."

Mama Rava menggeleng, "nggak, ini bukan salah kamu. Ravanya aja yang nggak jujur kalau mau nemenin keluarga pacarnya yang sakit." Ujarnya tersenyum lembut, persis seperti ibu kebanyakan. Senyum yang tulus dan penuh kasih sayang.

Rava melotot, ucapan ibunya membuat Rava kaget. Ia tidak pernah cerita jika Renata pacarnya. Dulu saat ia suka dengan Ayaana ibunya tahu sendiri yang saat itu berniat memeriksa buku pelajarannya tapi malah ibunya mengejek habis-habisan dengan menggoda dirinya, menanyakan siapa itu Ayaana, bagaimana ia bisa kenal, cantikkan mana dengan mamanya. Iya, seheboh itu mamanya tau jika Rava menyukai seseorang.

Papa Rava-- Rudi yang dari tadi diam berdehem, "tantenya Renata tadi bilang semuanya ke mama kamu." Jelasnya seperti memberitahukan jika anaknya sedang kebingungan. "Dan tante kamu sedang dibawa ke ruangan pemeriksaan, karena tadi sempat muntah."

Ata yang sudah dari tadi ingin menanyakan keberadaan tantenya karena sungkan, kini sudah terjawab.

"Papa mau bicara sama kamu. Kita ke kantin, kamu belum makan kan?" Rava yang paham papanya ingin berbicara serius menggeleng. Biarpun papanya selalu tutup mata dengan kenakalannya tidak menutup kemungkinan jika nanti tiba-tiba papanya akan memindahkan dirinya ke sekolah lain.

"Abang udah beli nasi padang, papa aja sama mama yang makan dikantin." Ujarnya cuek.

"Astaga, ini anak! Sana keluar, biar mama yang makan nasi padangnya." Usirnya seraya mendorong-dorong punggung Rava.

"Mau ngomongin apa sih, ma? Apa bedanya ngomong disini sama dikantin? Lagian nanti Renata nggak bakal nyaman sama orang baru, pasti mama ngomong yang macem-macem sama Renata." Kata Rava keukeuh. Badannya tidak bergeser sama sekali dengan dorongan dari mamanya.

Mama Rava berdecak, "ya Allah Pa! Anak kamu udah bisa belain anak orang didepan mamanya sendiri. Sana ih!" Rudi yang ikut diseret-seret hanya terkekeh, dan menatap putranya dengan pandangan jenaka.

Rava yang ditatap risih, "apasih, Pa? Abangkan ngomong bener, Renata itu---"

"Iya, iya. Papa tau," Papa Rava berkata dengan menganggukan kepalanya, "kita lanjutin bahas pacar kamu dikantin, gimana? Nanti papa tambahin sepuluh ribu buat beli bensin."

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Where stories live. Discover now