Part 13

7.4K 620 11
                                    

Warning!!

Typo, EYD dan kalimat rancu bertebaran!

.
.
.

"Kita mau kemana?" Ata menerima helm dari Rava yang disodorkan ke arahnya.

Rava menyalakan mesin motornya dan menoleh ke belakang dimana Ata sudah duduk. "Gak usah banyak tanya. Lo tinggal duduk dibelakang, diem dan gak usah banyak ngoceh."

Ata diam, menurut dan setelahnya mengangguk. Mereka pergi membelah jalan raya yang lebih ramai dari biasanya dikarenakan hari minggu. Tepat pukul sembilan tadi, Rava datang dan tiba-tiba meminta dirinya untuk ikut dengan cowok itu.

Tentu saja Ata tidak langsung menurut, karena Ata belum tahu apa maksud cowok itu yang datang dan mengajaknya keluar dengan tiba-tiba.

"Kemarin kita nggak ketemu," jawabnya saat ia bertanya kenapa cowok itu tidak memberitahunya lebih dulu jika ingin mengajaknya keluar.

"Tapi, kan kamu punya ponsel--"

"Lonya aja yang nggak punya whatsapp." Ujarnya enteng.

Setelah Rava mengatakan hal itu Ata masuk dan berganti pakaian. Hatinya bahkan tanpa sadar merutuki mulut Rava yang secara tidak langsung menghina ponselnya yang tidak bisa mendownload apalikasi apapun. Hey! Ponselnya masih bisa untuk menelpon dan berkirim pesan. Apa-apaan cowok itu hanya karena ponselnya yang bisa download whatsapp, ponsel miliknya yang menjadi hinaan.

Motor Rava berhenti diparkiran yang sudah banyak kendaraan beroda empat, kontras sekali dengan kendaraan cowok itu. Sebenarnya ada beberapa motor yang terpakir, tapi karena lahan parkir yang tercampur, membuat cowok itu memarkirkan motornya dengan sembarangan. Didepannya ada sebuah gedung besar yang sudah ramai. Ata turun dan melepas helmnya.

"Kita mau ngapain ke sini? Siapa yang nikah?" Tanya Ata bingung. Ia bisa melihat tulisan besar 'happy wedding'  samping gerbang depan dan disamping pintu masuk. Dibawah tulisan itu ada nama mempelainya Ayaana Putri Asari dan Bramasta Hermawan yang diukir dengan indah dan dikelilingi bunga-bunga yang sengaja dirangakai untuk mengelilingi nama dua insan itu.

"Yuk, masuk." Rava mengabaikan pertanyaan Ata dan melangkah lebih dulu. Tapi dengan cepat Ata menarik hoodie yang cowok itu kenakan, menatap Ata bingung.

Dengan pandangan memelas Ata menatap Rava, "kenapa kamu nggak bilang kalau kita mau ke sini? Aku lebih baik nggak ikut kalau kamu ajak ke sini." Ujarnya.

"Kenapa?" Ata melihat sekelilingnya, menatap orang-orang yang memakai pakaian formal. Nyalinya ciut ketika melihat apa yang mereka pakai.

"Aku nggak punya gaun seperti mereka." Jujurnya dan menunduk, memlilin tali tas selempangnya. Ata membandingkan pakaian yang ia kenakan dengan para perempuan yang mengenakan gaun itu dengan miris. Hanya jins warna putih dan kemeja biru yang sedikit longgar melekat padanya. Jangan lupakan dengan wajahnya tidak mengenakan riasan, rambut yang selalu ia kepang, dan kacamata yang semakin membuatnya menyedihkan jika bersanding dengan orang-orang yang bergaun mahal.

Rava menarik napasnya pelan, ia menarik tangan Ata dan membawanya masuk. "Ada gue,"

Ata yang ditarik, menatap tubuh Rava dari belakang. Ia tidak salah dengar, kan? Entah kenapa perasaan hangat itu kembali hadir secara diam-diam ke relung hatinya.

Ketika langkah Rava yang akan menginjak pintu masuk gedung itu, segera saja Ata menarik lengannya dan berbalik melangkah pergi. Ia tidak sanggup untuk masuk ke dalam. Ia tidak ingin mempermalukan Rava karena penampilan dirinya yang seperti ini. Ia gadis cupu, tak pantas bersanding dengan cowok seperti Rava.

Rava berdecak. Ia menyusul Ata yang entah cewek itu akan kemana tapi yang jelas Ata pergi keluar dari area gedung. Tepat ketika Ata yang akan melewati pos satpam, Rava menarik lengan atas Ata dan membawanya bersembunyi dibalik pos satpam.

"Mau kemana?" Tanyanya dingin. Ata menunduk. "Lo punya mulut, kan? Mau kemana?" Ulangnya.

"Pulang..." jawabnya lirih.

"Kenapa?"

"Aku nggak mau ke sini." Masih menunduk Ata menjawab pertanyaan Rava.

"Karena?"

"Aku nggak pantes ke sini. Aku nggak punya gaun yang bagus kayak mereka. Aku nggak bisa merias wajah aku sendiri, aku nggak sekaya mereka yang akan menata rambut ke salon. Aku nggak mau bikin kamu malu. Aku mau pulang," Ata akan pergi namun bahunya segera ditahan Rava.

"Lihat gue." Ata masih tidak mau melihat Rava, ia masih menunduk. "Ata, lihat gue." Ketika cowok itu menyebutkan namanya barulah Ata mendongak melihat Rava dengan matanya yang mulai berembun. "Lo lihat gue pake jas kayak mereka?" Rava menunjuk orang-orang yang mengenakan setelan jas.

Ata mengikuti arah tunjuk Rava, ia kemudian menatap Rava kembali. Melihat cowok itu yang hanya mengenakan celana jins hitam dan hoodie navy, bukan jas seperti para laki-laki itu kenakan. Ata yakin Rava bisa saja memakai setelan mahal itu hari ini. Ata menggeleng menjawab pertanyaan Rava.

"Ada gue. Gue nggak pakai jas yang kayak mereka pakai. Jadi lo nggak usah khawatir." Ata menunduk, ia takut akan mempermalukan Rava karena dirinya yang seperti ini. "Kita masuk,"

"Tap--"

"Ah, satu lagi." Rava mengulurkan tangannya ke belakang kepala Ata. Ia melepas ikat rambut Ata dan mengurai kepangan yang cewek itu buat sehingga rambut Ata sedikit bergelombang, merapikannya sebentar, Rava tersenyum tipis. "Nah selesai."

Ata yang diperlakukan seperti itu diam mematung. Hingga mereka kembali berjalan menuju tempatnya acara, Ata memegang dadanya, ia bisa merasakan detakannya lebih cepat dari biasanya. Saat Rava menyisipkan jarinya ke jari Ata, cewek itu rasanya ingin menggenggam jantungnya dengan kuat. Ia takut jantungnya tiba-tiba keluar.

Keduanya memasuki gedung, banyak yang melirik mereka secara terang-terangan. Banyak tatapan menilai yang mengarah ke mereka. Rava cuek saja dan melangkah lebih dalam tidak peduli dengan bisikan yang mulai ia dengar tentang penampilannya dan Renata yang seperti orang akan bermain ke taman komplek.

"Jangan gugup." Ata mendongak, tangan mereka masih bertaut. Mungkin saja Rava bisa merasakan kegugupannya karena tangan Renata yang dingin. Rava mengetatkan pegangan tangannya ketika melihat mempelai wanita itu duduk dipelaminan bersama laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya.

Ata meringis. "Sakit,"

Sadar akan apa yang baru saja ia lakukan, Rava mengendurkan genggamannya. Ia menoleh, "kita setor muka."

"Hah?" Masih tidak mengerti maksud yang Rava katakan, Rava melepas tautan tangannya dan beralih merangkul bahu Ata. Ata mengedipkan matanya berulang kali, ini tempat umum dan Rava dengan mudahnya merangkul dirinya.

Tepat saat keduanya naik untuk bersalaman, Ata berniat melepaskan rangkulan tangan Rava, namun terhenti saat pengantin wanita itu bersuara. "Rava, kamu datang?" Senyumnya mengembang.

Rava mengangguk. "Gue datang, tentu saja." Pandangannya beralih menatap Ata yang kini ikut menatapnya. "Apalagi dengan orang yang speisal." Rava tersenyum.

Astaga! Jantungnya!

-tbc-

Terima kasih❣

Semoga masih ada yg inget sama alurnya. Hahaha..

Double up!!

13 juli 2020 (edited)
A6 agustus 2020 (republish)

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Where stories live. Discover now