Part 15

7.2K 598 17
                                    

Warning!!

Typo, EYD dan kalimat rancu bertebaran!

.
.
.

"Makasih," Ata turun dari motor Rava, melepaskan helmnya dan menyerahkannya kembali ke sang pemilik. "Aku masuk duluan," pamit Ata begitu saja.

Rava menatap gadis itu yang berlalu masuk ke rumah tanpa berbasa basi seperti biasanya. Ada yang aneh, ada perasaan khawatir menyelusup ke dalam hatinya. Rava tak mengerti kenapa, melihat Ata yang seperti ini membuatnya resah.

Akhirnya cowok itu pergi, melewati mobil yang terpakir tak jauh dari rumah Ata. Dalam mobil itu, seseorang menyeringai dan membuka pintu mobilnya. Berjalan seperti orang biasa, jas yang ia kenakan sudah ia tinggalkan didalam mobil.

Langkah kakinya membawa menuju ke rumah yang dimasuki Ata. Melihat kondisi komplek yang sepi, pria itu meneliti bangunan didepannya. Dengan pelan, tangan besarnya membuka pagar yang sebatas dadanya dan masuk ke dalam pekarangan rumah milik Ata.

Sampai didepan pintu, tangan besarnya mengetuk tiga kali dengan kepalanya yang sesekali menoleh ke sekitar halaman rumah. Dari luar pria itu bisa mendengar seseorang dari dalam sedang membuka kunci pintu dan tak lama pintu itu terayun dan senyuman pria itu semakin melebar.

"Hay, keponakannya om." Sapanya.

Ata tertegun, buru-buru menutup pintu rumahnya tanpa mau membalas sapaan Omnya, namun sayang gerakannya langsung terbaca hingga tangan besar itu menahan pintu tersebut agar tak menutup sepenuhnya. "Sangat tidak sopan untuk menyapa omnya yang datang menjenguk keponakannya sendiri." Sinisnya.

Kembali Ata rasakan tubuhnya bergetar, ia panik dengan mendorong-dorong pintu rumahnya berharap Omnya tidak masuk ke dalam. Melihat penolakan Ata, Hadi dengan kekuatan penuh mendorong pintu itu membuat Ata mundur dan Omnya masuk.

"Om mau apa?! Ja--jangan macam-macam, atau aku teriak!" Langkahnya mundur, suaranya panik terdengar saat Omnya menutup pintu dan menguncinya dari dalam. "Tolong! To--" Ata berontak saat Hadi tiba-tiba membekap mulutnya.

"Diam!" Bentak Hadi dengan suara sedikit tertahan penuh dengan penekanan.

Takut, panik, cemas semuanya menjadi satu. Tubuhnya bergetar. Ata kembali teringat dengan posisi ini dulu, saat dirinya dibekap dan Hadi membawanya secara paksa untuk dijadikan seorang pelacur oleh Omnya sendiri. Saat itu beruntung Tantenya datang dan menggagalkan Omnya. Namun sekarang, tidak ada Tante Nia, dirinya bukan di Bandung. Ini Jakarta. Rava. Iya, disini ada Rava. Tapi bagaimana ia bisa menghubungi Rava. Ponselnya? Astaga! Ponselnya masih berada didalam jok motor cowok itu. Disaat seperti ini, Ata berharap Rava datang kepadanya dan menyerahkan ponselnya agar cowok itu tahu dirinya dalam bahaya.

"Sekarang, lo ikut gue ke Bandung," Hadi mendorong tubuh Ata ke kamar utama. Ia yakin, jika kamar utama adalah kamar gadis itu. "Ganti baju lo dengan pakaian yang seksi. Gue bakal bawa lo langsung ke tempat dimana gue bisa mendapatkan uang banyak."

Bagaimana ini? Rava!

"Cepat, bego!" Hadi berteriak saat Ata tak ada pergerakan sedikitpun untuk menuju ke arah lemarinya. "Gue bilang cepat!" Teriaknya seraya mendorong Ata keras.

Ata menubruk lemari pakaiannya dan terduduk, kepalanya nyeri saat membentur lemari kayunya dengan keras. Air matanya menetes satu demi satu.

Hadi mendekat, menjambak rambut Ata dengan kasar, membuat gadis itu mendongak menahan perih dikepalanya. "Sa-sakit..."

Seperti tak peduli dengan ucapan keponakannya sendiri, Hadi semakin kejam. "Tante sama keponakan sama saja, bisanya cuma nangis! Minggir!" Kembali Ata tersungkur ke samping ranjangnya. Beringsut ke belakang, Ata memeluk dirinya sendiri dengan air mata yang semakin merembas keluar.

Si cupu & Si Badboy (TAMAT)Where stories live. Discover now