03. Protagonis

1.4K 213 37
                                    

"Selalu ada dua tokoh utama di suatu cerita. Itu keputusan kalian, untuk menjadi Antagonis atau Protagonis dalam cerita hidup kalian."

******************

Dygta berlari dari Ruang kedisiplinan anak IPS yang di jaga oleh Bu Endah, ke gedung utama dimana UKS berada.
Pasalnya, Dygta tak menemukan Saga di sana. Padahal jelas sekali bahwa Saga mengatakan akan pergi ke ruangan Bu Endah.

Apa mungkin, Saga bertemu dengan Pak Joko. Guru kedisiplinan bagi anak IPA saat perjalanan menuju ruangan Bu Endah.

Ia tak bisa berpikir dan hanya mengikuti nalurinya untuk membuka ruang kesehatan itu. Dan benar saja, disana ia mendapati Saga tengah berbaring di salah satu bankar dengan lengan menutupi kedua matanya.

Dygta menghela nafas lega sembari meletakkan satu kotak susu di atas nakas. "Lo nggak jadi ke tempat Bu Endah?"

Saga menarik sesuatu dari balik bantalnya. Sebuah amplop berwarna putih dengan logo Adi Darma di bagian ujungnya.

Dygta menghela nafas panjang sembari meraih surat itu. "Saga."

"Terserah lo mau ngomong apa. Entar kasih tau Papa, kalau dia sibuk. Biar Om Rian aja yang dateng kayak biasanya," ujar Saga malas.

Lagi-lagi Dygta menghela nafas, ia sudah berlari mengitari tiga gedung tanpa mengganti baju olahraga yang ia kenakan dengan satu kotak susu melon karena rasa khawatir. Dan yang ia dapatkan adalah sesuatu seperti ini. Tidak perlu terkejut sebenarnya, karena Saga memang orang yang tak pernah peduli atau mau menghargai usaha orang lain untuknya.

"Gue ada susu. Entar lo minum aja, gue balik ke kelas."

Saga membuka lengannya sembari menahan tangan Dygta. "Jam istirahat bawain gue nasi gorengnya Bu Mumun."

Dygta menekan bibir dalamnya sebelum mengangguk pasrah. "Iya."

"Jangan pedes, udangnya banyakin. Ngga pakek tomat," ujar Saga lagi sembari menutup kedua matanya.

"Iya."

Saga tersenyum. "Pergi sono."

Cekalan tangan Saga terlepas, bersamaan dengan langkah Dygta yang diseret keluar ruang kesehatan. Ia sudah biasa di perintah seperti ini, dan Dygta tak diperbolehkan untuk menolak ataupun merasa kesal.

Saga sedikit mengerikan jika tak mendapat apa yang ia inginkan. Jadi sebagai seorang sahabat yang baik ia harus selalu memastikan bahwa Saga tak melewati batas dan semakin dibenci oleh anak-anak seisi sekolah.

Setelah berjalan melewati lapangan, dan naik ke lantai dua. Akhirnya Dygta berhasil sampai di ruang kelasnya. Dygta membuka pintu dengan perlahan, membuat pandangan seisi kelas tertuju ke arahnya.

Remaja tanggung itu membungkuk dua kali sembari mengucap kata maaf. Netranya melirik ke arah jam dinding yang ada di atas papan dan menyadari ia sudah terlambat selama 30 menit. Menghadapi Saga saja sudah cukup memakan waktu, dan lagi ia masih harus mengganti bajunya. Pantas jika Dygta bisa terlambat selama itu.

"Karena kamu terlambat lebih dari lima belas menit, Bapak minta kamu ke perpustakaan. Bantu Bu Wati menata buku."

Dygta menghela nafas pendek, kemudian mengucapkan maaf satu kali sebelum keluar dari kelas. Ia tak pernah keberatan dihukum hanya karena Saga. Toh ini bukan kali pertama, kedua ataupun ketiga. Dygta bahkan sudah tak bisa menghitung berapa kali hal-hal seperti ini terjadi dalam rentang waktu 11 tahun terakhir.

Take Your Time [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang