19. 2nd Saturday

912 149 18
                                    

"Aku hanya ingin menggenggam, memiliki, tanpa melepaskan."

**************

"Anak memang selalu sama dengan ayahnya. Brengsek."

Mendengar kalimat itu membuat Saga meradang. Ia maju, menarik kerah jaket yang orang misterius itu kenakan, kemudian mencengkramnya dengan kuat.

"Gue nggak sama kayak dia! Siapa lo!"

"Ayah kamu itu pendosa. Dan tugas saya di sini adalah kasih apa yang seharusnya dia dapetin sebagai balasan atas semua dosa-dosanya."

"Gue tanya sekali lagi lo siapa!"

Orang misterius itu mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya. Sebuah foto.

"Cari jawabannya."

Saga masih menatap tajam wajah laki-laki itu yang tertutup oleh masker.

Sebuah pukulan dilayangkan mengenai rahang Saga. Pemuda itu lengah dan tentu saja langsung terjatuh menghantam aspal. Sosok misterius itu menghilang membuat Saga mengumpat keras.

"Sialan!"

Netranya tertuju pada sebuah foto yang diberikan oleh sosok misterius itu. Saga meraihnya, mengabsen satu persatu sosok yang tersenyum di dalam bingkai hitam putih itu.

Dari empat orang yang ada di foto, Saga hanya mengenali salah satu sosoknya. Itu Danu, ayahnya saat masih remaja. Tidak sulit untuk mengenalinya karena Danu tak banyak berubah.

Tapi tiga orang lainnya, Saga tidak tahu. Mungkin mereka adalah keluarga Danu. Keluarga yang tak pernah Danu perkenalkan kepada Sinta dan juga dirinya. Masa lalu yang coba Danu tutupi dengan segala cara.

***************

Semalaman Saga tidak bisa tidur. Ia masih memikirkan maksud dari orang misterius itu yang menyebut ayahnya sebagai seorang pendosa. Apa yang sudah Danu lakukan, seburuk apa dosa yang sudah Danu perbuat?

Saga terlalu larut sampai melupakan janjinya dengan Nara untuk datang ke warung malam itu. Mengabaikan Dygta dan Genta yang baru saja bertengkar di kasur bawah beberapa waktu lalu.

Saga merasa seperti orang bodoh. Danu itu ayahnya. Tapi kenapa, ia tak pernah tahu apapun?

Karena nyaris tidak tidur, Saga terlambat bangun. Genta menendang tungkainya tepat pukul tujuh pagi dan sekarang ia sudah selesai bersiap pada pukul setengah delapan.

Saga mengendarai mobilnya secepat mungkin menuju gang rumah Nara dan mendapati gadis itu tengah berjongkok di dekat lampu jalanan. Mengusap helaian lembut bulu seekor kucing jalanan yang tengah memakan tempe goreng pemberiannya.

"Ra," panggil Saga setelah turun dari mobil.

Gadis itu mendongak sebelum mendengus. "Gue jemput jam enam," ujar Nara seakan menirukan kata-kata Saga kemarin.

Saga tertawa bodoh. "Kesiangan, hehehe."

"Haha hehe," cibir Nara sembari berdiri.

"Udah sih, telat sebentar."

"Telat yang lo maksud sebentar ini hampir dua jam ya, pangeran terhormat."

Take Your Time [Complete]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu