23. Dirimu Sendiri

1.1K 160 15
                                    

"Semua orang sering kebingungan dengan perasaan mereka sendiri. Karena daripada mengerti orang lain, mengerti dirimu sendiri adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan."

************

Jika mengingat sebelas tahun ke belakang, tepat di pertemuan pertama Genta dengan Saga. Bocah keras kepala itu bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun padanya.

Genta harus berusaha selama satu tahun untuk membuat Saga mau berbicara dengannya. Tepat di hari Dygta datang dan menjadi penghubung di antara mereka.

Dygta lebih dulu bisa berteman dengan Saga meskipun Genta lebih dulu bersama Saga selama satu tahun. Hal itu cukup untuk membuat Genta tahu bahwa Saga sangat mengandalkan Dygta.

Dengan ragu, Genta meraih jemari Saga. Menggenggamnya sembari tersenyum. "Ga, lo mungkin nggak bisa jadi kakak gue. Tapi gue bisa jadi kakak lo. Gue bisa jagain lo, selalu ada di sini buat lo. Dan memperbaiki hubungan kita bertiga."

Genta sedikit memundurkan tubuh saat melihat kelopak mata Saga bergerak seiring dengan kernyitan yang muncul di dahinya.

Netra itu perlahan terbuka, kemudian mengerjap pelan untuk menyesuaikan dengan pencahayaan ruangan yang memang cukup terang.

"Ga, lo denger gue?"

Saga menghela nafas, kemudian melempar tatapannya ke arah Genta. Meskipun masih lemas, Genta bisa merasakan jemari Saga bergerak tak nyaman. Mencoba lepas darinya, dan yang bisa Genta lakukan saat ini hanya menurut.

Melepaskan genggamannya pada Saga, dan menundukkan kepala dalam.

"Pulang," ujar Saga lirih.

Genta mengangkat kepalanya. "Lo mau balik? Kata dokter tunggu sampai infusnya habis dulu."

"Lo," ujar Saga lagi.

"Gue kenapa?" Genta masih tak mengerti karena Saga mengucapkannya dengan suara perlahan menyerupai bisikan. Belum lagi, Saga memenggal kalimatnya di sana-sini, semakin membuat arti dari perkataannya menjadi lebih tabu.

"Lo balik."

"Lo nyuruh gue balik?" ulang Genta.

Saga mengangguk, sebelum memalingkan wajahnya. Mencoba menghindari tatapan Genta.

"Pas nyuruh gue balik, lo mikir nggak?"

Saga masih tak bergeming.

"Lo mikir nggak gue harus balik kemana? Selama sebelas tahun lo, dan bokap lo adalah tempat buat gue pulang. Terus kalau lo ngusir gue kayak gini, gue harus tinggal di jalanan?"

"Lo bisa ikut Dygta." Saga akhirnya merespon, kembali mengubah posisi wajahnya untuk menatap paras Genta yang benar-benar muram.

"Dygta boleh jadi sahabat gue, tapi sejak awal dia bukan keluarga gue. Keluarga gue itu lo, dan gimanapun keadaannya gue harus tetap ada di sini. Kita berdua cuman punya satu sama lain, tapi kenapa lo minta kita saling ngejauh, saling ninggalin?"

Genta perlahan maju, menggenggam tangan Saga erat. "Gue pernah ada di posisi lo. Bangun, tanpa ada satupun anggota keluarga yang tersisa. Hidup dalam bayang-bayang kesendirian sampai bokap lo dateng. Nawarin sesuatu bernama keluarga, dan akhirnya gue ketemu lo yang gue anggep bisa gue jadiin sebagai saudara. Sejak hari itu, lo sama bokap lo jadi bagian buat gue."

Take Your Time [Complete]Where stories live. Discover now