05. Pangeran dan Pencuri

1K 182 21
                                    

"Terkadang takdir yang memiliki begitu banyak perbedaan membuat kita ragu untuk mengambil sebuah langkah."

****************

Kata kebanyakan orang, Saga itu sudah kebal dengan omongan buruk atau tingkah semua anak yang selalu menjauhinya.

Tapi siapa yang tahu bagaimana hati seseorang? Saga yang angkuh dan keras kepala itu juga masih manusia seperti kebanyakan teman-temannya. Tak ada yang berbeda dari Saga dan juga hatinya. Ia tetap remaja delapan belas tahun yang ingin merasakan bagaimana mempunyai teman. Normalnya seperti bagaimana ayahnya berteman dengan Rian. Meskipun kini Rian berstatus sebagai bawahan ayahnya, tapi laki-laki itu tidak berubah. Masih sering menegur ayahnya dengan kata-kata kasar, bahkan pernah memukul saat ayahnya bersikap keterlaluan.

Dan Saga selalu berpikir semua itu normal. Persahabatan harusnya seperti itu dan ia juga ingin merasakannya. Hari ini Saga hanya ingin mencoba berbaur dengan orang lain selain Dygta dan juga Genta yang membuatnya muak.

Tapi yang ia dapatkan hanyalah penolakan untuk kesekian kalinya. Tepat saat Dygta datang berlari tergopoh-gopoh dan langsung bersimpuh membantu Genta merapikan kekacauan yang diperbuat olehnya, Saga berlalu. Meninggalkan cafetaria dengan hati yang panas. Ia merasa marah sekaligus kecewa entah karena apa.

Saga mendudukkan dirinya di bawah pohon rindang yang berada di halaman belakang sekolah. Tak ada yang sering datang kesana karena tempat itu nyaris tak terurus. Ilalang bahkan tumbuh tinggi di sana-sini dan bisa menutupi tubuh jangkung Saga dari pandangan dunia.

Netranya menerawang, mengingat bagaimana Angkara marah padanya. Entah kenapa ia merasa aneh, Saga suka saat melihat Angkara kesal. Tapi Saga tidak suka melihat gadis itu marah. Rasanya dirinya kembali ditolak dari dunia dan itu menyakitkan.

Ponselnya bergetar dengan nama Pak Agung tertera memenuhi layar. Laki-laki itu adalah pelatih judonya dan Saga bisa memastikan bahwa pak Agung tengah kelimpungan mencarinya kesana-kemari.

"Iya Pak?" tanya Saga malas.

"Tas kamu di sini, tapi kamu dimana Saga. Kamu nggak lupa kalau hari ini latihan, kan?"

"Saya nggak mau latihan, Pak."

"Kenapa?"

"Selamat siang, Pak."

Dan Saga menutup panggilan itu dengan seenak hati seperti biasanya. Laki-laki itu merengut, mencabut beberapa ujung ilalang untuk mengusir rasa bosan.

Menyebalkan, dia membutuhkan seseorang.

Saga tiba-tiba meringis kala merasakan sesuatu mengenai kepalanya. Netra pemuda itu menelisik sekitar dan menemukan kerikil sebesar jempol tangan terjatuh tepat di atas kaki kanannya.

Jemari Saga menyibak ilalang yang menutupi pandangannya dan mendapati sosok Nara bersama Artha berdiri tak jauh dari posisinya saat ini.

"Kak, emang boleh ngambil mangga di sini?"

Nara tersenyum kecil. "Boleh, emangnya lo liat ada larangan ngambil mangga di sini?"

"Enggak sih Kak. Tapi kan Bu Tyas pernah bilang kalau kita metik tanaman di area sekolah bakal kena denda satu juta." Artha jelas sekali terlihat ketakutan.

Take Your Time [Complete]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora