13th (Rangkaian Kata)

828 149 18
                                    

"Kata-kata selalu menghadirkan banyak presepsi tergantung bagaimana setiap orang mengartikannya."

***************

"Kenapa?" Dygta mengulang pertanyaan Saga yang tertuju padanya sembari tersenyum kecil.

"Gue tau lo nggak nyaman sama cara ini. Tapi bagimana persahabatan di mata lo, sama gimana persahabatan di mata gue itu beda. Jadi saling ngehargain aja dengan cara kita masing-masing. Gue nggak akan pernah maksa lo buat ngerasa nyaman. Yang pasti, gue nyaman sama apa yang gue lakuin sekarang, Ga."

Harusnya Saga percaya. Harusnya Saga merasa tersentuh karena meskipun ia selalu bersikap kasar, Dygta terang-terangan memiliki perasaan nyaman atas persahabatan tidak sehat yang mereka jalani selama sebelas tahun.

Sebelas tahun adalah waktu yang cukup untuk Dygta dan Genta menjadi sedekat saudara, mungkin mereka juga menganggap Saga seperti itu. Tapi sekali lagi, Saga dididik dengan cara berpikir yang berbeda.

Ia tak bisa berpikir sesederhana itu, selalu ada alasan di balik tindakan. Tidak ada yang terjadi secara percuma tanpa mengharapkan sesuatu di baliknya. Bahkan persahabatan antara ia dan Nara juga terjalin karena sebuah perjanjian yang ia paksakan.

Benar bukan? Tak ada sesuatu bernama takdir. Semua yang terjadi adalah bentuk dari akal bulus manusia dan semua usaha mereka untuk mendapatkan sesuatu.

Saga mengubah posisinya membelakangi Dygta. Sungguh, Saga tak ingin memiliki pemikiran seperti ini. Ia ingin menjadi seperti yang lainnya, ia ingin menjadi seseorang yang normal tanpa harus waspada berlebihan terhadap orang lain ataupun sesuatu. Tapi kenapa? Kenapa terasa sangat sulit?

***************

Hari selasa, setelah semalaman bergulat dengan pikiran bodohnya sendiri, sekarang Saga harus terjebak di tengah latihan Judo yang memakan waktu nyaris seharian karena pertandingan tinggal menghitung hari.

Dirinya hanya duduk di pinggiran matras, mengamati kedua anggota Judo lain tengah mencoba saling menjatuhkan.

"Ga, perhatikan pertandingannya. Ini bisa jadi bekal yang Bagus buat kamu." Pak Endy, pelatih Judonya berbisik pelan sembari menepuk bahu Saga dua kali.

Anak itu mengangguk malas, tak terlalu tertarik dengan bagaimana keduanya menggunakan trik-trik lama dan patuh terhadap aturan. Andai saja Saga ada di sana sekarang, bertanding. Mungkin yang ia lakukan hanya memukul sampai lawan menyerah kalah. Itu lebih terdengar menyenangkan.

Saga setengah menguap saat sang pelatih mengatakan bahwa mereka memilili waktu istirahat selama 20 menit.

"Pada mau makan apa? Gue beliin." dan seperti biasa, Armana ketua ekstrakulikuler Judo yang rencananya akan melepas jabatan dua bulan lagi itu menawarkan diri sebagai kakak kelas yang baik.

"Roti aja Bang, sama susu."

"Gue batagor."

"Gue juga."

"Gue dong jus mangga."

Dengan telaten Mana mengingat pesanan dari lima anggota utama yang akan mengikuti pertandingan, kemudian beralih menatap Saga.

Take Your Time [Complete]Where stories live. Discover now