18. Rangkaian Rahasia

1K 166 19
                                    

"Akan selalu ada celah dalam sebuah persahabatan, celah yang bisa menghancurkan jika kita terlalu egois untuk saling mengerti."

***************

Masalah memang ada untuk dihadapi. Tapi bagi Saga, masalah kali ini bukan lagi tentang kesalahpahaman. Masalah antara dia dan ayahnya adalah konflik nyata tentang sebuah arti.

Dan jelas saja tidak mudah bagi Saga untuk bisa kembali berdamai. Ia terlalu takut kembali mendengar penolakan. Ya, anggap saja ia pengecut. Saga tak lagi perduli.

Kepulangannya kali ini bukan untuk bertemu dengan Danu. Tapi menghargai bagaimana Dygta dan juga Genta yang terlihat lelah sekaligus khawatir kepadanya. Saga tidak ingin menjadi beban bagi siapapun.

Laki-laki itu turun terlebih dulu dan langsung menuju paviliun tanpa perhitungan. Sekarang waktu masih menunjukkan pukul lima pagi. Mereka sengaja pulang lebih awal supaya bisa bersiap untuk pergi ke sekolah.

Baik Rian maupun Rania tak berniat bertanya dan hanya membiarkan putra sang atasan itu melesak masuk dan berbaring di atas kasur Dygta.

Dygta dan Genta masuk bersamaan. "Lo mandi dulu, gih. Baru gue."

Genta menurut, masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Dygta bersama kedua orang tuanya di ruang tamu.

"Setelah kompetisi Saga. Itu waktunya," ujar Rian sembari menatap lurus ke arah netra sang putra.

"Yah, om Danu udah keterlaluan. Ayah lihat kan muka Saga tadi?"

"Dygta tenang, nanti Saga bisa denger kamu." Rania mengusap bahu putranya dengan lembut.

"Dygta nggak tahu apa ini keputusan yang tepat." pemuda manis itu mengusap wajahnya kasar.

Dygta melirik ke sebuah foto masa kecil ia bersama Saga dan Genta yang terpasang dengan sempurna di salah satu sisi ruang tamu.

"Gimana kalau Saga benci sama Dygta setelah ini, Yah? Bun?"

Rian mengusak surai Dygta sembari tersenyum. "Kita udah ngulur waktu terlalu lama, Dyg. Tolong ...."

Bagi Dygta semuanya seperti sebuah mata uang. Selalu ada dua sisi dari tindakan yang akan keluarganya ambil. Sisi baik dan juga sisi buruk.

Sementara itu Genta keluar dari kamar mandi setelah sepuluh menit berada di sana. Remaja itu keluar hanya menggunakan handuk yang melilit dari pinggang sampai lutut.

"Pake baju di kamar mandi kenapa sih, Ge. Badan kurus krempeng aja di pamerin," cibir Saga.

"Eh nggak lihat gue ada otot. Kecil-kecil ada isinya lengan gue."

Saga mendengus sembari menaikkan selimutnya sampai sebatas leher. "Lo sama Dygta tahu gue ada di rumah Nara dari mana?"

"Lah, bukannya lo yang chat Dygta soal posisi lo? Lo nyuruh kita dateng, kan?"

Dahi Saga mengerut. "Gue nggak chat Dygta atau siapapun."

Genta yang sebelumnya sibuk membuka almari untuk mencari kaos oblong itu memutar tubuhnya. Mengerutkan dahi keheranan. "Kalau bukan lo, siapa yang ngasih tahu? Dygta juga bilang kalau Artha masuk rumah sakit. Gue pikir lo ngasih tahu dia."

"Bukan gue," tegas Saga.

"Nara?"

Saga kembali menggeleng. "Dia bareng gue terus, dan gue nggak lihat dia megang hape."

Take Your Time [Complete]Where stories live. Discover now