08. Phinocchio

986 177 10
                                    

"Terkadang kita menghardik orang lain karena sebuah kebohongan, tanpa menyadari bahwa semua orang pasti hidup dalam kebohongan."

**************

Rian hanya tersenyum saat melirik ke arah Dygta yang tengah bermain mejikuhibiniu dengan Saga di sudut ruangan sementara para orang tua sedang mendengarkan penjelasan dari Pak Joko dan Bu Endah mengenai masalah anak-anak hari ini.

"Begini Pak Rian, saya sudah mengirim beberapa surat kepada ayah Saga supaya beliau bisa datang ke sekolah. Tapi kenapa Bapak kembali datang dan menjadi wali untuk Saga?"

Rian bahkan belum membuka mulutnya, tapi ibu dari salah satu siswa yang berkelahi dengan Dygta dan Saga sudah lebih dulu membuka mulut.

"Pantes kelakuan anaknya nggak bener. Nggak pernah diurus ternyata."

Rian tersenyum kecil. "Sebelumnya saya minta maaf pada Pak Joko dan Bu endah, ayah Saga sedang sedikit sibuk akhir-akhir ini. Lagipula saya sudah sangat dekat dan seperti sosok ayah bagi Saga sendiri. Jadi hari ini saya memang datang sebagai wali kedua putra saya, Saga dan Dygta."

"Bu Endah, saya tidak mau tahu. Anak-anak yang sudah memukul putra saya harus dihukum!"

"Sabar sebentar Bu Vina, untuk saat ini saya belum bisa memutuskan apa-apa karena kronologi perkelahian ini belum jelas. Apakah Felix dan Sena yang memukul terlebih dulu atau Saga dan Dygta yang menyebabkan masalah," ujar Bu Endah setenang mungkin untuk meredakan emosi dari Ibu Felix itu.

"Saya tidak bisa sabar Bu. Anak saya dipukul sampai babak belur seperti ini! Anak-anak tidak tahu sopan santun itu harus dihukum!"

Rian menepukkan kedua tangannya. "Boys," panggil laki-laki itu membuat dua remaja yang sedang asyik sendiri itu melangkah mendekat.

"Bisa Ibu lihat, Saga juga babak belur. Itu berarti anak Ibu juga memukul Saga."

"Mohon Bapak dan Ibu tenang. Kita dengar kesaksian dari mereka terlebih dulu," ujar Pak Joko.

"Felix, bisa ceritakan apa yang terjadi?"

Remaja mungil itu mengangguk. "Saya dan Sena ingin membuka loker, tapi Saga menghalangi. Saat kami minta Saga untuk mundur, dia marah. Dia mukul saya, jadi Sena balas memukulnya. Lalu tiba-tiba Dygta dateng, dia marah dan mukulin kita berdua."

"Dengar kan pak! Anak-anak itu yang memulai!"

"Sabar Ibu, kita dengarkan dulu cerita dari Saga."

Vina menghela nafas kasar. "Untuk apa Pak? Semuanya sudah jelas? Anak-anak itu bersalah! Untuk apa mendengar penjelasan mereka jika pasti ujung-ujungnya mereka akan membela diri?"

"Anak Ibu sudah diberi kesempatan untuk berbicara. Tapi kenapa Saga tidak boleh?" tanya Rian sedikit merasa kesal, "kalau Ibu takut Saga membela dirinya sendiri bukankah itu wajar? Pasti anak Ibu juga sedikit mengubah cerita untuk membela dirinya. Itu sifat manusia, membela dirinya untuk terlihat benar di mata semua orang?"

"Kamu tidak sopan, ya?"

"Bukan tidak sopan Bu. Kita tidak bisa menilai masalah hanya dari satu sisi. Karena masing-masing pihak akan membenarkan diri mereka sendiri. Itulah sebabnya kenapa kita harus mendengarkan kedua belah pihak untuk mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya."

Take Your Time [Complete]Where stories live. Discover now