21. Tertinggal

1K 150 79
                                    

"Hal paling menyakitkan yang bisa seseorang rasakan selain kehilangan adalah, kecewa."

****************

Saga ingat bagaimana pesan itu seakan membekukan dirinya. Nara yang tak sengaja melihat bahkan tak sanggup berkata. Netra keduanya sama-sama menatap ke arah punggung Dygta yang masih tak menyadari jika ada kedua iris Saga tengah terluka dan memperhatikannya.

Tanpa kata, si jangkung itu melepaskan earphone dari ponsel dam juga telinganya. Beranjak dengan cepat menuju area parkir sekolah dan membawa mobilnya kembali ke rumah.

Ia tidak ingin mendengar apapun dari Dygta. Satu-satunya hal yang bisa Saga pikirkan hanya pulang dan menyelamatkan ayahnya.

Saga tahu ia bodoh. Ia tak akan bisa melakukan apapun karena laporan itu sudah diserahkan pada pihak kepolisian. Ia hanya tidak ingin menyesal karena membiarkan ayahnya terluka sendirian. Rian adalah seorang sahabat yang sudah seperti saudara bagi Danu.

Dan Saga tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Danu saat mengetahui Rian sudah mengkhianatinya.

Setelah masuk ke halaman rumah, Saga cepat keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah utama untuk mendapati ada beberapa orang berdiri dalam ketegangan di sana.

"Saga." Danu bergumam pelan, netranya yang sempat beradu tatap dengan netra Saga langsung dialihkan.

Danu menunduk, berusaha menghindari wajah putranya itu.

"Apa-apaan ini!" suara lantang Saga menggema di dalam ruangan sunyi itu.

Orang misterius yang kemarin dia temui ada di sana. Seorang laki-laki yang berada di usia dua puluh lima tahun dengan seorang wanita paruh baya Setia di sampingnya.

"Saya sudah bilang kan sama kamu? Pendosa seperti Pradanu, harus dihukum."

Saga mengepalkan tangannya, menarik kerah jaket yang pemuda itu kenakan dan mencengkramnya dengan kuat.

"Lo nggak pernah berhak ngelakuin apapun!"

Rian maju, menarik tubuh Saga untuk mundur. "Saga! Mereka harus melakukan ini!"

Dengan kasar Saga melepaskan dirinya dari Rian. Mendorong tubuh ayah Dygta itu dengan kuat. Netranya bergetar dan menyerah, menahan air mata yang entah sejak kapan menggenang dalam pelupuknya.

"Saga kira Om Rian tulus sama Papa. Saga kira Om Rian sahabat Papa! Tapi harusnya Saga tahu kalau Om nggak lebih dari sekedar pengecut brengsek!"

"Saga! Papa kamu salah!"

"Tapi Om nggak berhak khianatin Papa kayak gini!" rahang Saga bergetar menahan segala gejolak emosi yang kini membuat dadanya terasa sesak.

Sangat sakit. Bukan hanya Danu yang sangat mempercayai Rian. Tapi Saga juga sudah menganggap sosok itu seperti orang tua keduanya.

Suara sirine mobil polisi tiba-tiba terdengar, berdengung di telinga Saga sebagai alarm tanda bahaya. Cowok itu berbalik, menatap beberapa orang dalam balutan seragam itu berlari hendak menangkap ayahnya.

Saga menggelengkan kepala, berlari menuju Danu kemudian menggenggam lengan itu erat. Danu sendiri sudah seperti batu. Ada banyak emosi tertahan yang terpancar dari tatapnya. Tapi Danu sama sekali tak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Take Your Time [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang