🥀17 - Eshal dan masa lalunya🥀

33 6 0
                                    


Bismillah...
Happy reading!
Afwan kalau part ini agak bosenin dan banyak teka-teki:) Terus banyak typo juga soalnya belum sempat ngedit😁
.
.
.

"Bagian dari bencana itu adalah mencintai tapi orang yang kau cintai tidak mencintaimu. "

-Imam Syafi'i-

🥀🥀🥀





"Siapa?"

Eshal menoleh ke belakang. Ternyata Syam. Gadis itu mengangkat bahunya tidak tahu.

"Woah, bahkan aku saja belum memberikan bunga padamu, " Syam melirik buket bunga di tangan Eshal.

Gadis ber-khimar biru cerah itu memutar bola matanya. Ia memberikan buket bunga itu pada Syam dengan kasar.

"Jangan coba-coba kasih gue bunga. Gue benci. "

Syam tertegun. Bukankah semua perempuan menyukai bunga? Tapi, mengapa istrinya malah membenci bunga?

Menjauhkan pertanyaan-pertanyaan itu, Syam memilih kembali ke meja makan. Tentunya tanpa Eshal. Ia tidak tahu kemana perginya gadis itu. Di dalam benaknya, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menggantung. Tentang Eshal dan masa lalunya. Tentang bagaimana gadis ceria itu bisa menjadi gadis yang dingin dan penuh kebencian.

Mengingat Eshal membuatnya ingat dengan pertemuan pertamanya dengan gadis itu.

Bukan.

Bukan hari dimana Eshal tak sengaja membawanya ke kantor polisi.

Tapi, di hari lain.

Saat itu langit amatlah cerah, Syam yang saat itu berumur 11 tahun bermain di lapangan basket dekat rumahnya. Ia bermain sendirian. Sang adik, Leo tidak bisa diajak bermain. Mereka tidak bisa dibilang akrab sebagai adik, kakak.

Syam melempar bola basketnya sembarangan lalu berbaring di tengah lapangan. Membiarkan kulit putihnya terbakar dengan cahaya matahari. Memejamkan matanya, Syam kembali mengingat pertengkaran dirinya dengan sang adik.

"Kakak dengar kamu memukul temanmu di sekolah, benar?"

Leo yang baru saja pulang sekolah itu berhenti di depan kamar Syam.

"Dia pantas dapat itu!"

"Aku sudah bilang jangan memukul temanmu lagi. Kenapa tidak kamu dengar?"

Leo diam untuk sesaat, lalu berucap, "Agar mama sama papa datang untukku ke sekolah. "

"Kamu tau mereka sibuk-"

"Karena mereka sibuk aku butuh diperhatikan!"

Leo melangkah pergi menuju kamarnya dan membanting pintu.

Syam mengerti. Leo butuh perhatian orang tuanya. Begitupun dengan dirinya. Leo begitu kentara bahwa dia butuh perhatian berbeda dengan Syam yang lebih baik untuk diam. Baginya, disekolahkan, diberi tempat tinggal dan diberi uang jajan sudah lebih dari cukup untuk diperhatikan.

Syam kecil menghela napasnya. Matanya terpejam namun anehnya ia tidak lagi merasa silau akan cahaya. Seperti, awan telah tertutup matahari. Ia pun membuka matanya. Mendapati sebuah tangan melindunginya dari panas. Ia hanya menatap orang itu. Hingga gadis kecil itu bersuara.

"Disini panas. Kulit kakak bisa terbakar. "

"Bukan urusanmu! Pergi!" Ketus Syam kembali memejamkan matanya.

REGRET✓Where stories live. Discover now