Simpati

968 107 3
                                    

"Katakanlah aku bodoh karena memberinya simpati, karena pada dasarnya rasa simpat itulah yang akan menjadi bumerang nantinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Katakanlah aku bodoh karena memberinya simpati, karena pada dasarnya rasa simpat itulah yang akan menjadi bumerang nantinya."-Aruna Greenidia Chemistriyani

***

"Sshh"

Aku mengiringis sendiri saat mengobati luka luka tersebut dengan cairan pembersih luka. Ada beberapa bagian yang juga terlihat memar dan menimbulkan warna biru keungu-unguan. Juga ada yang terlihat robek, seperti sudut bibirnya.

"Aruna, saya--"

"Habis ini, perbanya bisa bapak gañti lagi nanti."

"Aruna, dengar--"

"Jangan lupa, lukanya jangan sampai terkena air." Selaku kembali.

Aku tidak sendiri di ruangan ini. Ada banyak mata menatap nyalang tindakanku ini. Terutama ibuku, yang mati matian ingin mengusirnya sejak tadi.

Katakanlah aku bodoh dengan mengulurkan tanganku untuk membantunya. Namun, sekali lagi hati nuraniku tidak bisa menolak untuk merasa simpati kepada dia yang keadaànya tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

Bodoh, memang diriku ini bersikap bodoh saat ini. Dengan begini, aku membiarkan sumber kesakitan di hatiku ini menerima belas kasihku lagi. Tapi mau bagaimanapun juga, rasa kemanusian ini lebih tinggi hingga mampu menggeserkan sejenak rasa sakitku akibat ulah yang ditorehkan olehya.

"Sudah, perbannya besok bisa diganti." Ujarku sambil membenahi peralatan P3K yang sudah aku gunakan.

"Aruna, saya--"

"Kamu sudah lihat Aruna 'kan? Sekarang kamu pergi dari rumah ini." Sela ibuku.

"Buk?" Lerai ayahku.

"Ra iso pak, dia harus pergi sekarang juga. Jelèh aku lihat wajahnya."

"Astagfirullah buk?" Kini giliran mbak Arini yang menenangkan ibuku.

Seluruh anggota keluargaku memang tengah berkumpul diruangan ini, termasuk Doyyenģ. Semua menatap sosok disanpingku dengan tatapan berbeda beda. Murka, jijik, benci, dendam kesumat, kecewa dan sebagainya. Semua seakan akan siap menelan dia bulan bulat saat ini juga, kecuali Cika. Cika memang tidak terbangun sama sekali, saat ada keributan diluar sini. Dasar sahabat Kampret, tidurnya kayak kebo banget.

"Bapak sebaiknya pulang, tidak enak jika bapak berlama-lama disini." Ujarku pada akhirnya.

"Aruna--"

"Saya belum mau membahas masalah apapun itu diantara kita, maksudnya saya dan bapak." Jedaku sejenak, sambil menghirup nafas dalam dalam.

"Saya butuh waktu, begitupun dengan bapak. Semuanya juga gagal, jadi bapak tinggal memberikan alasan se-klise mungkin untuk menjelaskanya nanti. Sekarang, lebih baik bapak pulang. Jangan menganggu waktu istirahat kami, terutama saya." Ujarku Final sebelum beranjak dari dudukku.

"Dek, antar pak Afka ke depan." Pintaku yang langsung diangguki oleh Adikku.

"Aku pamit istirahat dulu pak, buk." Pamitku sambil melenggang pergi.

Menurutku tindakan ini cukup etis untuk aku lakukan. Membicarakan apapun saat ini hanya akan memperkeruh suasana saja. Lebih baik wacana itu dibicarakan lagi nanti, ketika semua isi kepalaku dingin. Setidaknya solusi terbaik akan muncul jika dibicarakan dengan kepala dingin.

Masuk kedalam kamar, bukanya beristirahat seperti ucapanku. Aku malah memilih duduk di samping ranjang. Menatap keluar jendela lurus, sambil meratapi apa yang menimpaku hari ini. Semùanya terasa begitu cepat terjadi dengan efek yang luar biasa berikutnya. Sungguh, semua ini terasa amat mengecewakan. Meninggalkan segala kesakitan yang begitu menyesak di hati.

"Tidur, bukanya ngelamun."

Aku menoleh, saat suara Doyyeng kembali memasuki indra pendengaranku. Dia muncul dengan hot chocolate dalam mug pink kesukaanku. Bau harum khas hot chocolat nampa mampu membuat otakku lebih relax dalam sejenak.

"Buat lo, minum gih."

"Thanks." Ujarku sambil menerima hot chocolat yang dibawa oleh Doyyeng.

"Jangan dipikirin, lo harus kuat Na."

Aku mengangguk sambil menyesap hot chocolate tersebut. Membiarkan minuman manis nan hangat itu sedikit demi sedikit membasahi tenggorokanku.

"Lo kuat, bukan kali ini aja lo kayak gini. Gue yakin lo bisa ngelewatin semua ini. Apapun itu keputusan lo nantinya, gue bakal selalu dukung lo Na."

"Thanks ya Doy, lo selalu support gue."

"Hm, itu gunanya gue sebagai sahabat. Jangan mentang mentang lo lagi terpuruk gue jadi acuh. Gue bakal terus support lo Na."

"Thanks Doyy, lo memang best friend ter-the best pokoknya." Ujarku sambil memeluknya dari samping.

"It's okay, karena pada masanya lo juga yang selalu support gue pas lagi down."

Aku terharu, sungguh aku bersyukur memiliki sahabat seperti Doyyeng dan Cika. Terutama Doyyeng. Di balik sikap humorisnya, Doyyeng memiliki sejuta rasa peduli terhadap orang orang terdekatnya. Aku bersyukur sangat, karena masih ada orang orang yang begitu menyanyangi dan memberiku support dikala aku terpuruk seperti saat ini.

"Hoammm, jam berapa nih?"

Asik berpelukan layaknya teletubis, kami terkejut karena suara dari arah ranjang. Nampak Cika baru saja menguap lebar dan tengah merenggangkan otot otot tanganya. Dia baru saja bangun, setelah melewatkan banyak hal!

"Ngapain lo pada pelukan kek teletubis gitu malem malem?" Tanyanya bingung saat sudah benar benar terjaga.

"Kepo, lo si kebo tidur mulu. Makanya kudet!"

"Kudet, kurang update apaan memangnya?"

"Ada deh, cuma gue, Una dan Tuhan yang tau."

"Dih sok rahasia rahasiaan. Inget, Kartu AS lo ada di gue ya Doyy?!"

"Kartu AS apaan?" Bingungku.

Cika menatap Doyyeng yang mulai gelagapan dengan jail. "Itu, soal Doyyeng sama Ajun yang ciu--ffpptthh."

"Ciu apaan sih Doyy?" Bingingku saat ucapan Cika terpotong oleh gerakan cepat Doyyeng.

"Ah itu, CiUun kucing anggora gue beranak hehehe."

"Ci Uun? Perasaan kucing anggora lo namanya Sultan deh?"

"Eh mana ada, nama kucing gue CiUun." Dalih Doyyeng.

"Ngaco lo, udah jelas jelas kucing lo namanya Sultan." Jedaku sejenak.
"Dan, bukanya kucing lo Jantan ya? Mana bisa kucing jantan beranak?"

Glek

Doyyeng mati kutu, sedangkan Cika terbahak bahak mendengarnya. Aku hanya geleng geleng kepala saat melihat kekonyolanya tesebut. Dasar Doyyeng, coba coba ngibulin Aruna ye?

****

TBC

Aruna Update Lagi🖑🖑
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya🖑🖑
Novel ini juga aku ikut sertakan ke challenge #WYM2020


Ok, jangan jejaknya ya. Untuk membantu mengoreksri typo🖑🖑















Sukabumi 10 Sept 2020
Revisi 10 Januari 2020

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Where stories live. Discover now