22. It's Not About Love Triangle

1.4K 174 0
                                    

22. It's Not About Love Triangle

Pagi itu, Bima sadar. Dia menoleh, melihat Sisy yang tidur di sofa. Dia berusaha memanggil Sisy namun belum mampu. Akhirnya dia hanya menatap langit kamar sambil mengingat-ingat kejadian sebelumnya.

Saat itu, dia baru pulang habis gym. Di perjalanan dia dihadang oleh dua mobil, mereka meminta Bima turun. Setelah Bima turun, mereka langsung menghajar Bima. Bima berusaha melawan, tapi kekuatan mereka besar. Bima lengah, merasa perutnya tertusuk sesuatu, dari situ dia mulai tidak sadarkan diri.

Tak lama, seorang perawat jaga masuk untuk mengecek air infus Bima. Sisy spontan terbangun dari tidurnya dan melihat Bima sudah sadar. Dia memberitahu Ayahnya dan Erland.

Karena Bima masih belum bisa berbicara banyak, mereka tidak menanyakan kejadiannya lebih detail. Siang itu, teman-teman Bima mulai berdatangan. Bima hanya bisa tersenyum kala teman-temannya membuat lelucon.

Diandra yang melihat Bima melirik gelas air di sebelahnya langsung mengerti maksud Bima. Dia membantu Bima untuk minum. Membuat suasana hening, karena spontan mereka fokus pada tangan Bima yang menyentuh tangan Diandra yang memegang gelas itu.

"Ah, elah! Nambah satu lagi aja saingan gue!" ucap Erland spontan.

"Gak ada cewek, Diandra di embat. Males gue!" Rivan menimpali.

"Jangan sampe pulang dari rumah sakit, lu di tusuk temen sendiri, Bro!" tambah Edo.

"Baik sedikit sama orang yang lagi sakit." Diva membela Bima. Membuat Bima tersenyum.

"Males gue baik sama yang model begini!"

"Coba kalo Alex di posisi Bima, lu gerah gak, Div?"

"Kalo Alex yang begitu sih, gue gak curiga, bucinnya Diva. Tapi ini Bima, si fu*kboy! Yang jurus modusnya tingkat dewa."

Kini serangan mereka tertuju pada Diva yang terlihat membela Bima. Diandra yang menyaksikan kehebohan teman-temannya hanya tertawa. Sedangkan Bima hanya tersenyum sesekali mencuri pandang ke arah Diandra.

* * *

Siang itu, Adel sedang asik makan di salah satu kafe di kawasan Senayan, karena sedang sendiri, dia meminta Milly untuk menyusulnya ke kafe. Namun Milly tidak dapat menemaninya ke kafe karena akan pergi dengan Rivan.

Sambil asik makan, Adel membuka akun media sosialnya untuk melihat update foto teman-teman akun media sosialnya, namun samar-samar dia sedikit tertarik dengan perbincangan kerumunan perempuan-perempuan yang duduk di sampingnya.

"Itu Kak Edo, kan?"
"Kak Edo The Six Prince?"
"Iya."
"Ganteng ya."
"Ganteng sih engga, tapi keren iya!"
"Beruntungnya ketemu dia disini, sambil cuci mata."
"Lo berani deketin gak?"
"Engga, dia galak banget!"
"Parah sih, gue pernah di ketusin sama dia."
"Lo masih mending, gue pernah ngasih hadiah buat, lewat temennya, perempuan, eh gue di katain ribet."
"Susah di deketin kayaknya ya?"
"Orang kayak gitu punya pacar gak ya?"
"Kayaknya engga deh!"
"Kalo pun ada, pasti seleranya tinggi."
"Gue denger-denger, dia punya mantan. Pacaran waktu SMA."
"Udah lama banget dong?"

Mata Adel mengikuti arah mata mereka memandang. Dilihatnya sosok pria yang sepertinya dia kenal. Jadi, Edo yang mereka ceritakan itu adalah Edo yang dia kenal?

Tak heran mereka bergosip seperti itu soal Edo. Adel pernah dua kali bertemu Edo ini, kalau sama teman-temannya, dia terlihat seperti laki-laki pada umumnya, jauh sekali dengan apa yang dibicarakan perempuan-perempuan ini.

"Gimana kalo kita taruhan, ini pulpen, gue puter ya, yang ditunjuk pulpen nyamperin Kak Edo."
"Wah, cari mati lo ya!"
"Dari pada lo pada penasaran kan?"

Adel sesekali melirik mereka yang sibuk dengan arah pulpen. Salah satu dari mereka bangkit dan mendekati meja yang Edo tempati. Saat itu Edo sibuk memotong steaknya dan makan dengan nikmat sambil sesekali melihat handphonenya.

"Hai, Kak!"

Tidak ada respon dari Edo.

"Kak Edo ya?"

Edo hanya melirik.

"Aku junior Kakak di kampus loh! Boleh kenalan?"

"Ada perlu apa?" tanya Edo to the point.

"Mau kenalan aja, Kak!"

"Hmmm..." Edo bergumam. Dia bangkit dari duduknya, menaruh dua lembar uang, "Sorry, temen gue udah banyak. Gue takut gak bisa inget nama lo. Gue udah gak mood makan. Permisi!"

Adel terbelalak dengan apa yang dilihatnya. Kalo Xavier gak bisa, Edo lucu juga! Gumamnya dalam hati.

* * *

"Sayang, dagingnya aku potong segini terlalu kecil gak?" tanya Rivan pada Milly.

Saat ini mereka sedang memasak bersama di rumah Milly. Setelah menjenguk Bima, Rivan menjemput Milly untuk pergi berbelanja bahan karena mereka akan menghabiskan waktu mereka untuk memasak bersama.

Milly melirik potongan daging yang dimaksud Rivan, "Udah pas, Beiby."

"Kamu lagi bikin apa?"

"Puding coklat."

Setelah Rivan selesai memotong semua bahan daging dengan ukuran yang sama, dia merebus daging tersebut. Dan setelah Milly selesai membuat puding, dia membuat fla untuk pudingnya.

"Kamu bantuin aku potong bawang bombay ya." pinta Milly. Rivan mengangguk. Sedangkan setelah membuat fla, Milly membuat salad sayur.

Setengah jam kemudian, makanan yang mereka masak telah matang. Mereka berdua makan di meja makan dengan nikmat, sambil bercerita tentang kegiatan mereka hari ini.

Tiba-tiba handphone Milly berbunyi, ada notifikasi pesan, dari Adel. Milly tersenyum membaca pesan Adel yang spontan langsung ditanya Rivan.

"Adel, hari ini ketemu Edo."

"Oh ya? Dimana?"

"Senayan."

"Oh, katanya apa?"

"Jadiiii, Adel itu awalnya suka sama Xavier. Tapi karena Xavier kayaknya gak suka sama Adel, dia mundur."

"Terus?"

"Aku nyaranin Adel, untuk sama Erland aja, tapi kayaknya bukan tipenya. Adel suka sama yang jual mahal gitu, Beib, aku lupa, Edo masuk kriteria."

"Then?"

"Ya... dia lagi ceritain Edo."

Sejujurnya, Rivan tidak mau terlalu ikut campur persoalan sepupu kekasihnya dengan tema-temannya. Karena sedikit banyak Rivan mengetahui kalau keempat sahabatnya itu sedang menyukai seseorang yang juga sahabatnya.

* * *

Me And The Six PrinceWhere stories live. Discover now