34. Jerman dan Koma

1.1K 118 0
                                    

34. Jerman dan Koma

Sudah enam bulan lamanya mereka sudah menjalani hidup masing-masing. Sebagian dari diri mereka menghilang. Itulah yang dirasakan. Mungkin hanya sementara, karena sudah terbiasa bersama, dan sekarang keluar dari zona nyaman.

Sering lembur, telat makan, jatuh sakit. Namun akhirnya Diandra sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya sebagai asisten manajer divisi keuangan. Dia dan Xavier jarang bermesraan di kantor karena tidak ingin ada rumor.

Siang itu, Xavier memintanya untuk makan siang bersama di kafenya.

Ternyata disana ada Alex, Diva, dan Milly. Karena usaha mereka berkembang cukup baik, akhirnya mereka memutuskan untuk mengelola sendiri usaha mereka.

"Aaaa, Diandra! Ibu asmen, gimana kabarnya? Kok kurusan?!" Diva histeris begitu melihat Diandra. Dia berhamburan dan memeluk Diandra.

Penampilan Diva dan Milly makin modis. Menandakan kalau mereka sekarang semakin sukses.

"Divaaa! Gue kangen banget sama lo!" Diandra membalas pelukan Diva.

Milly melihat penampilan Diandra. Benar-benar penampilan wanita karir. Dengan blouse biru dongker dan celana bahan putih. Terlihat semakin dewasa.

"Milly, apa kabar?" kali ini Diandra menyapa Milly, mereka cipika-cipiki.

"Baik, Di, lo kurusan? Di siksa sama Xavier?"

Diandra tertawa, "Kemarin belum nemu feelnya, Mil."

"Berarti sekarang udah lihai nih?"

Diandra cuma tersenyum.

"Diandra Sayang, maksud aku ngajak kamu kesini, aku mau kamu nerusin bisnis ini barengan sama Alex, Diva, Milly." ujar Xavier.

"Loh? Lo belum tau, Di?" tanya Diva.

"Tau apa?"

"Div, nanti gue aja yang cerita ke Diandra. Gue emang belum cerita." potong Xavier.

"Cerita apa sih?" Diandra makin penasaran.

"Nanti aja aku ceritain." jawab Xavier. "Lex, mana kontrak pergantian kepemilikan yang gue minta lo siapin?"

"Ini, Xav." Alex memberikan beberapa lembar kertas.

Diandra menerima satu rangkap kertasnya. Dia membaca-baca sekilas. Intinya surat itu berisi pergantian kepemilikan, bahwa Xavier memberikan sahamnya pada Diandra cuma-cuma.

"Xav, kamu jelasin dulu. Kenapa cuma aku yang gak tau?" desak Diandra.

Xavier mengajak Diandra ke ruangannya.

"Minggu depan, Papi minta aku lanjut studi ke Jerman, sekalian ngurusin proyek pembangunan hotel disana."

Apa ini yang dirasakan Milly waktu Rivan memberitahunya soal Belanda? Tanya Diandra dalam hati. Hatinya lumayan sakit.

"Diandra, aku egois kalo minta kamu untuk nungguin aku sampai aku balik dari Jerman. Aku gak maksa kamu, Diandra. Tapi aku janji satu hal, aku cuma punya kamu."

"...."

"Kita jalanin dulu sekarang, kamu bisa pegang janji aku kalo aku gak akan macam-macam disana. Tapi kalo suatu saat nanti kamu anggap udah gak bisa nunggu aku lagi, kamu boleh pergi."

Diandra menahan air matanya agar tidak tumpah. Dia mencerna semua kata-kata Xavier.

"Jangan jadikan hubungan kita penghalang mimpi kamu. Aku mau kamu sukses karna kamu memang pantas."

Perasaan kehilangan itu muncul seperti baru kemarin. Padahal sudah beberapa bulan Xavier meninggalkannya.

Kejadian itu begitu cepat, sampai Diandra sendiri tidak sadar kalau sudah seminggu ini dia mengurung dirinya di kamar.

Hari dimana Xavier berangkat ke Jerman, dia mendapat kabar kalau mobil yang ditumpangi Xavier dan Papi menuju bandara kecelakaan. Xavier dan Papi di bawa ke rumah sakit terdekat. Mami yang berkonsultasi dengan Dokter harus membawa Xavier dan Papi ke Jerman untuk penanganan yang lebih baik.

Diandra selalu menanyakan kabar pada Mami soal Xavier dan Papi. Mami mengabarkan kalau Papi sudah sadar, tetapi Xavier dinyatakan koma.

Bahkan Bi Piah histeris menemukan nona mudanya pingsan di kamar dan segera memanggil bantuan untuk membawa nona mudanya ke rumah sakit.

Sudah satu hari berlalu, Diandra akhirnya membuka matanya perlahan. Dia mengerutkan kening dan masih bingung kenapa tiba-tiba dirinya berbaring di kamar inap.

Dia mendapati Diva yang duduk di samping ranjangnya.

"Div?" ucap Diandra lemah.

Diva menangis. "Di, lo kenapa bisa sampe gini sih? Gue sedih liatnya!"

Diandra tersenyum kecil, "Gue gak tau lagi harus apa sekarang, Div. Gue gak bisa kalo gak sama Xavier."

"Lo pasti bisa, Di, lo masih punya gue dan yang lain. Xavier masih ada, Di, dia cuma lagi berusaha bangun. Lo cuma harus berdoa lebih banyak buat kesembuhan Xavier. Lo gak boleh cengeng, lo harus nunjukin sama Xavier kalo lo mampu, lo bisa!"

"Makasih, Diva."

"Kejar mimpi lo, Di, lo pinter, lo rajin, lo punya semangat yang gue gak ngerti lagi gimana harus bilangnya. Lo pasti jadi orang sukses. Lo harus nunjukin ke semua orang kalo lo sangat cocok sama Xavier. Lo mau lanjut S2 kan? Bareng gue aja gimana?"

Diandra melow. Matanya berkaca-kaca. Tuhan begitu baik padanya. Mengirimkan perempuan malaikat seperti Diva ke dalam hidupnya. Diva tulus, tanpa pamrih. Diva menerima dirinya apa adanya. Bahkan Diva yang ada di saat dirinya rapuh.

Di balik sosok Diva yang menemani Diandra, ada Alex yang menjaganya agar tidak sakit karena menemani Diandra. Diandra sangat menyayangi pasangan ini.

Semoga mereka selalu bahagia bersama. Doanya.

Tak lama, Bima dan Sisy datang menjenguknya. Memberi semangat.

* * *

X : Miss D sudah sadar, terlihat beberapa teman-temannya menjenguk.

Seseorang terlihat memberi laporan sambil melihat ke kamar rawat inap Diandra. Sesekali dia mengintip begitu seseorang yang memang sengaja menjenguk Diandra membuka pintu kamarnya.

Me : Pantau dan terus beri laporan!
X : Siap pak

Hah! Kenapa kamu jadi seperti ini Diandra? Keluhnya dalam hati.

* * *

Me And The Six PrinceWhere stories live. Discover now