23. Digandeng atau Digendong?

1.3K 183 0
                                    

23. Digandeng atau Digendong?

Pagi menjelang siang, di sebuah tempat hening, dengan pemandangan pemakaman yang sudah rapi dengan rumput hijau, Diandra duduk di samping sebuah makam. Nisannya bertuliskan nama Ivory Danendra Bin Andra Danendra. Setelah membaca beberapa doa dan surat pendek, Diandra menabur bunga dan air mawar.

Setelah semuanya usai, dia masih tetap duduk di samping makam itu. Sesekali tersenyum, sesekali menangis, menumpahkan semua keluhnya, menceritakan semua kebahagiannya. Dia ingin Ivory tahu, kalau Kakaknya baik-baik saja. Dan Diandra berharap Ivory bahagia disana.

Setelah hatinya merasa ringan, Diandra segera pamit pada adik kesayangannya itu.

Diandra mengerutkan kening begitu melihat sosok pria tampan duduk diatas motor sport miliknya. Seperti sedang menunggu seseorang.

Pria itu membuka pintu mobil Diandra begitu perempuan itu selesai memarkirkan mobilnya. Hari ini hari minggu, besok perkuliahan sudah beraktivitas seperti biasa. Dengan semester baru.

"Xav? Tumben!" sapanya.

"Abis nyobain motor. Iseng aja mampir kesini."

"Oh."

"Abis darimana?"

"Ke tempat Ivory."

"Ivory?" tanyanya sambil mengerutkan kening. "sekarang dia dimana?"

"Di surga."

"Sorry."

"Gak apa-apa."

Diandra senyum. Dia mengajak Xavier masuk. Xavier duduk di sofa ruang tamu rumah Diandra. Sementara Diandra ijin sebentar bersih-bersih di kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.

"Tumben naik motor?"

"Lu gak suka?"

"Eh, bukan! Gue cuma nanya."

"Iya, udah lama gak naik motor. Minggu depan rencana mau touring sama anak-anak."

"Oh."

"Mau ikut?"

"Boleh?"

"Kalo lu gak keberatan."

"Enggak sama sekali!"

Xavier cukup terkejut mendengar jawaban Diandra.

"Tapi, gue cewek sendiri?"

"Kalo lu beneran mau ikut, gue nanti minta Alex sama Rivan ngajak Diva sama Milly."

"Beneran?!" Diandra cukup excited mendengarnya. "Tapi Xav, kalo gue bawa tas bahan plastik, lu keberatan gak?"

"Untuk?"

"Antisipasi, kalo hujan, bisa buat nyelametin handphone sama dompet." jawab Diandra. Lalu dia nyengir kuda, membuat Xavier gemas.

"Kalo hujan kita neduh, Diandra."

"Boleh gak kalo hujan-hujanan aja?"

"Enggak! Nanti lu sakit!" tolak Xavier tegas.

Cukup asik mereka membahas tentang touring, pengalaman Xavier touring, keseruan-keseruan touring. Hingga waktu menunjukkan pukul 11 siang, Xavier pamit dari rumah Diandra.

* * *

Hampir dua bulan lamanya mereka libur semester genap. Selamat datang di semester tujuh. Mereka sibuk mengejar skripsi di semester ini. Dan tentu saja mereka juga mengambil beberapa mata kuliah lain, namun jadwal kuliah mereka tidak sepadat semester sebelumnya.

Biasanya hari pertama awal semester tidak membahas soal pelajaran kuliah. Dosen mengakhiri sesi perkuliahan lebih cepat. Diandra kaget begitu mendapati sosok Xavier sedang menunggunya di depan kelas. Beberapa mata tertuju padanya. Bahkan ada yang memberanikan diri menyapa Xavier atau mengajaknya berkenalan. Pasalnya Xavier yang anak Fakultas Ilmu Komputer itu tidak pernah sama sekali menginjakkan kakinya di Fakultas Ekonomi.

Namun pertanyaan mereka terjawab ketika Xavier tiba-tiba menyambar tangan Diandra lalu menariknya dari tempat itu. Diandra yang sudah biasa dengan adegan tarik-menarik ini hanya bisa pasrah sambil berusaha mengikuti langkah kaki Xavier agar dirinya tidak jatuh.

"Xaaav! Lepas! Sakit!" Diandra melepaskan tangannya ketika dirinya sudah tidak sanggup lagi mengikuti langkah kaki Xavier.

"Sorry, Di! Harusnya tadi lu gue gendong aja biar cepet!"

"Ngarang!" tolaknya. "Ngapain sih tiba-tiba kesini? Gue tuh males ya deket-deket sama kalian kalo di kampus!"

"Kenapa?"

"Xavier, si tampan yang terhormat," panggilan itu membuat Xavier tersenyum, "lo tau gak sih kalo lo itu populer BANGET di kampus ini. Fans lo tuh banyak. Nanti gue ribet!"

"Makanya gue jemput lu ke kelas. Karena kalo lu sama gue, mereka gak akan berani deketin lu. Paham?"

"Engga!" jawab Diandra sekenanya. Dia melangkahkan kaki meninggalkan Xavier yang langsung di kejar oleh pria tampan itu. "Ih, gue mau makan, laper! Lo mau apa?"

"Makan, laper!"

Diandra menghentikan langkahnya, membuat Xavier yang berjalan dibelakangnya menabraknya, sengaja.

"Tuh! Temen-temen lo nungguin. Sana, gih! Makan sama mereka!"

"Lu ikut!"

"Gak mau!"

"Mau digandeng atau digendong?"

"Mau makan sendiri, gak mau digandeng apalagi digendong. Sana, ih!"

"Oh, ini pelakunya! Diandra gue di tarik dari kelas sampe lupa kalo gue juga mau makan bareng Diandra." kata Gio yang berhasil mengejar mereka.

Gio yang selalu satu jadwal dengan Diandra begitu terkejut ketika sahabatnya itu hilang begitu keluar kelas. Bahkan Diandra tidak memberi kabar akan kemana dan tidak dapat dihubungi.

"Bro, lu mau jadi the most wanted di kampus gak?" tanya Xavier.

"Mau sih, tapi engga juga!"

"Yaudah, untuk sekarang lu mau aja. Tuh, lu makan disitu! Gantiin gue! Gue mau makan sama sahabat lu! Anggap aja kita tukeran tempat. Oke?!"

Gio melirik Diandra yang memberi isyarat untuk menolak tawaran Xavier, tapi tawarannya begitu menggoda.

"Deal!" jawab Gio mantap.

Xavier tersenyum puas, "Senang bekerjasama dengan anda!" ucapnya. "Jadi, Diandra, mau gue gandeng atau gue gendong?"

"Penghianat!" teriak Diandra begitu sahabatnya buru-buru kabur.

"Kalo lu gak jawab, terpaksa gue harus gendong lu."

"Gandeng!"

"As you wish!"

Xavier menggandeng tangan Diandra lembut. Kali ini tidak langsung menarik Diandra seperti tadi, namun berjalan beriringan. Banyak pasang mata tertuju kearah mereka, terlebih lagi ke arah gandengan tangan mereka. Xavier yang percaya diri dan Diandra yang sungguh malu. Beberapa pasang mata cukup bertanya-tanya, beberapa pasang mata lagi terlihat iri, dan sisanya murka.

* * *

Me And The Six PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang