28. Perubahan Sikap

1.1K 149 1
                                    

28. Perubahan Sikap

Sabtu malam, mereka janjian berkumpul di rumah Alex. Diva sejak sore sudah ikut membantu menyiapkan jamuan untuk teman-temannya. Diandra dan Xavier juga sudah datang ikut membantu. Tak lama Rivan datang, tapi Milly tidak dapat ikut karena ada acara keluarga.

"Guys, gue sambil skripsian ya." kata Edo. Dia mengambil tempat paling nyaman dan mengerjakan skripsinya, begitu pula Bima.

Semua sudah hampir kumpul kecuali Erland. Rivan meneleponnya dan memberitahu kalau sebentar lagi Erland sampai.

Mereka terkejut dengan perempuan yang dibawa Erland. Pasalnya Erland tidak pernah membawa perempuan saat mereka berkumpul.

Diandra sekilas melihat Erland tersenyum remeh padanya. Dia mengerutkan kening karena tidak mengerti maksudnya.

Perempuan yang dibawa Erland termasuk modis. Satu angkatan dan fakultas dengan Diandra. Perempuan ini terkenal cantik, dan gaul.

"Guys, kenalin, ini Tiara. Gue ngajak dia gak apa-apa kan? Dia anak ekonomi juga, mungkin kenal sama Diandra."

"Hai, Diandra." sapanya pada Diandra.

"Hai."

Saat itu, Diandra tidak memikirkan apapun soal Tiara dan Erland. Mungkin mereka berdua sedang pendekatan.

Namun, beberapa hari kemudian, siang itu, ketika mereka makan siang bersama di kantin, Erland mengajak seorang perempuan lagi. Kali ini bukan Tiara, namun perempuan cantik dari fakultas Hukum. Namanya Naura.

Bahkan pagi itu, ketika Diandra baru sampai kampus dan melewati koridor, dia melihat kerumunan. Ternyata Erland sedang mendapat pernyataan cinta dari seorang perempuan.

"Sorry, gue udah bilang, lu cuma temen buat gue. Lu gak sebanding sama perempuan yang gue suka. Jadi gak usah geer!"

Setelah mengatakan kalimat kasar seperti itu, Erland meninggalkan perempuan itu. Diandra sepertinya harus berbicara sesuatu dengan Erland.

"Erland!" Diandra menggapai tangan Erland. Membuat Erland berhenti.

"Kenapa?" tanyanya ketus sambil melepaskan tangannya.

"Lo kenapa sih?"

"Maksud lu?"

"Ini kayak bukan lo."

"Lu paling tau soal gue?"

Diandra terdiam. Tidak dapat menjawab.

"Gak tau kan? Gak usah sok tau!"

"Erland, apa ini tentang gue?"

"Pede banget lu!"

"Karena yang gue tau lo baik."

"Lu cuma tau gue dari luarnya aja, Diandra. Gak usah sok ikut campur. Lu bukan siapa-siapa gue!"

"Gue temen lo, Land! Gue temen lo!" tegasnya.

"Oh ya? Lu liat temen-temen gue yang lain. Gak ada yang suka ikut campur kayak lu!"

"Erland, gue care sama lo! Lo udah banyak bantu gue."

Erland menarik tangan Diandra dan mendorongnya ke tembok.

"Oh ya? Kalo lu ngerasa gue udah banyak bantu lu, harusnya lu jadi pacar gue aja, Di! Jangan jadi temen gue. Gue gak butuh! Temen gue udah banyak!" setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya, Erland meninju tembok tepat di sebelah wajah Diandra.

Diandra cukup terkejut, matanya berkaca-kaca. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia takut. Sepersekian detik dari kejadian itu, seseorang mendaratkan pukulannya tepat di wajah Erland. Membuat Erland terpelanting.

"Maksud lu kayak gitu ke Diandra apa, Bro?" tanya Xavier.

"Xav, gak gitu!" Diandra berusaha menjelaskan.

"Kamu ngelarang aku mukul cewek yang udah mukul kamu, aku masih bisa tahan, Diandra, tapi kalo dia memperlakukan kamu kayak gini, aku gak bisa sabar!"

Erland bangkit, dan mengelap darah di ujung bibirnya. Dia tertawa, "Pangeran datang!"

"Kita udah sepakat bersaing sehat, gak usah kayak banci!" ucap Xavier.

"Tinju lu makin payah, Bro!" kata Erland. "Dan bilangin ke Tuan Putri, jangan ikut campur urusan gue!" setelah menyelesaikan kalimatnya, Erland pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Xavier lembut yang diangguki Diandra. Xavier melirik retakan tembok yang di tinju Erland tadi, lalu mengajak Diandra pergi dari tempat itu.

* * *

Sesi bimbingan Diva dengan Dosen Pembimbingnya sudah selesai. Masih ada yang harus di revisi. Namun, ada satu hal yang memecah fokus Diva pada bimbingannya tadi, ujung bibir Erland.

Diva dan Erland memang satu dosen pembimbing. Pada sesi tadi, Diva melakukan bimbingan terlebih dahulu. Diva bersandar sambil menunggu Erland selesai bimbingan.

"Kena tabok siapa, Land?"

"Is not your business!"

"Let me guess. Ini soal Diandra?"

"Kenapa sama Diandra?"

"Satu, lo berubah drastis, jadi suka ngajak-ngajak cewek kalo kita lagi ngumpul. Lo mau jadi kayak Xavier yang dulu? Biar apa, Land? Biar Diandra ngelirik lo?"

"......."

"Kedua, lo itu jago berantem. Kalo lo bisa sampe kena pukul gitu, pasti Xavier yang mukul lo. Kenapa? Lo gangguin Diandra?"

"........"

"Lo bisa, Land, move on dari Diandra. Mungkin gak sekarang, tapi bisa gak lo dewasa? Lo sama Xavier kan saingan sehat, kalo akhirnya Diandra milih Xavier, lo harus terima."

"Lu gak usah ceramahin gue, Div, lu gak tau rasanya di posisi gue!"

"Iya, memang! Gue gak tau rasanya di posisi lo. Gue cuma mau ingetin lo, lo harus dewasa. Gak selamanya apa yang lo mau bisa lo dapetin."

"....."

"Lo cuma harus ikhlas. Kita tuh gak bisa nentuin nantinya gimana kan? Lo bisa tanpa Diandra. Kejar aja mimpi lo."

"Bersama Diandra salah satu mimpi gue."

"Sejak kapan? Sejak lo kenal Diandra kan? Itu belum lama, Land."

"......."

"Gue pernah tau dari Alex, Diandra itu perempuan idaman Xavier dari kecil. Bukannya Xavier gak pernah lupain Diandra, tapi dia belum pernah nemuin perempuan yang bikin hatinya nyaman kayak Diandra. Bahkan Xavier pernah bilang kalo dia gak bisa kalo gak sama Diandra. Konteksnya, dia udah pernah nyoba lupain, tapi emang gak bisa, kalo lo belum nyoba."

"......"

"Kalo lo emang sayang sama Diandra, lo coba bersikap biasa lagi sama dia. Gue gak bilang harus sekarang juga, tapi pelan-pelan. Gue yakin, Diandra pasti sedih kalo lo kayak gini ke dia. Bikin sedih orang yang lo sayang? Lo rela? Itu bukan cinta kan, Land?"

Kalimat terakhir Diva masih terngiang di kepala Erland. Sebenarnya kenapa dia sampai melampiaskan amarahnya pada Diandra? Apa mungkin selama ini dia mencintai gadis itu? Atau hanya mengaguminya?

* * *

Me And The Six PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang