[HTMO] 08 - Another story

588 126 155
                                    

"Mas? Bisa jaga Dave sebentar? Aku mau keluar."

Tara baru saja selesai mandi, handuknya berbalut menutupi tubuhnya dari pinggang sampai lutut. Belum selesai mengeringkan rambutnya, tapi Aira langsung pergi sambil melenggangkan tasnya yang bertengger di pundak. Pakaiannya rapih, tubuhnya wangi, rambut panjangnya dibiarkan tergerai bebas.

Seperti biasa, Tara akan bergantian menjaga Dave saat Ibunya pergi keluar. Aira selalu mengatakan bahwa dia merindukan masa mudanya, dia ingin selalu keluar bersama teman teman sebayanya, yang di usia mereka seharusnya.. mereka belum melangsungkan pernikahan. Hanya Aira yang sudah memiliki anak.

Tapi Aira tak pernah lengah, ketika suaminya itu pergi bekerja, dia selalu mencari kesempatan untuk keluar rumah. Istrinya itu memang tak taat.

Tara menepuk nepuk pantat anaknya yang masih terlelap, kemudian dia mengelus halus punggung bayi mungilnya. Mungkin saat ini yang seharusnya tengah menjaga anaknya adalah Biya. Aira selalu menitipkan bayinya kepada Aira atau kepada Mamanya, bahkan Mamanya sendiri pun tak pernah tahu alasan Aira sering menghilang dan kembali secara tiba tiba.

"Aira nggak ada di kamar?" Tanya Papahnya saat melihat kamar Tara yang pintunya terbuka lebar dan menampakkan cucu kesayangannya sedang menyusu di botol formula yang Tara pegangi.

"Aira lagi keluar Pah." Bisik Tara, dia tak mau anaknya terganggu dengan suara bising di dekatnya.

Papah memberi gerak tangan melambai ke arahnya dan menarik semua jemarinya menuju ruang tamu. Mengisyaratkan bahwa Tara harus mengikuti Papahnya, yang membuat Dave harus menyusu dengan penahan bantal dan guling di kanan kirinya agar botol susunya bisa tetap tegap dan tak goyah.

"Aira kemana?" Tanya Papah yang membuat Tara sedikit berdehem. Ini adalah perihal masalah rumah tangga mereka. Menurut Tara, orang tua tidak boleh mencampuri urusan rumah tangga anak anaknya, biar mereka yang menyelesaikan sendiri apa yang jadi bibit masalahnya.

"Aira beli susu Dave, sekalian katanya mau beli obat ke apotek."

"Kenapa nggak kamu yang jalan?"

Tara meminta maaf sedalam dalamnya kepada dirinya sendiri dan sang Papah, harus memberikan sedikit bumbu kebohongan yang nyatanya sebuah fakta dia sembunyikan di dalam.

"Katanya Aira mau beli sesuatu juga Pah, kalau aku aku yang beli nanti salah." Ucapnya asal, Tara tidak tau lagi bagaimana rasanya menjawab semua pertanyaan itu yang semuanya dirasa soal - soal ujian. Bedanya, dia hanya harus berbohong agar lewat ke pertanyaan yang berikutnya.

"Bilangin sama Aira kalau dia nggak boleh lagi buat keluar malam hari, besok besok jangan izinin dia keluar seenaknya, kalau kamu tidak bisa menindak tegas istri kamu, biar Papa yang bertindak sebagai Papahnya."

Hatinya bagai tembok kaca yang kena retakan kecil, kemudian garis pecahannya menyebar kemana mana. Bahkan Papahnya sendiri berkomentar secara tidak langsung bagaimana Tara mendisiplinkan perilaku istrinya. Papahnya bukan tidak tau, dia tau bahwa Aira sering keluar, sayangnya itu bukan menjadi bagian dan tanggung jawabnya lagi.

"Mas.. aku aja yang buat susunya Dave,"

"Mas.. mau mandi kan? Aku di kamar kamu ya jagain Dave, pakai bajunya di kamar mandi aja."

"Mas.. Dave anteng banget sama aku ih!"

"Mas, aku mau bawa Dave bobo di kamar, boleh nggak ya?"

Tara masih merenung di ruang tamu bersama seluruh isi pikirannya. Pada kenyataanya, jalan hidup yang ditentukan oleh orang lain itu memang tak membuatnya bahagia. Dia sendiri menyesal, selama ini hanya membuang waktunya sia-sia. Tara mencoba menerima keadaan seiring waktu berjalan. Tapi hasilnya nihil.

How to Move on ─ TaeyongOn viuen les histories. Descobreix ara