[HTMO] 14 - Among Us

511 108 67
                                    

Pukul tujuh lewat tiga puluh menit, di pagi hari yang cukup menyilaukan. Biya masih tertidur di kamarnya sedangkan Tara pagi itu tengah mempersiapkan sarapan pagi untuk mereka. Biya memang punya kebiasaan bangun siang, khususnya untuk hari sabtu dan minggu.

Beruntungnya Tara bisa menemukan minimarket yang serba ada disana, jadi dia bisa memasak pagi itu tanpa membangunkan Biya. Tara yang kini hanya tinggal menunggu sopnya mendidih dan setelah itu ia baru bisa menyiramnya dengan daun, wortel, serta kentang kentangan yang sudah disiapkan di dekat kompor.

Wanginya terasa menusuk indra penciuman Biya. Wajar saja Biya emang nggak pernah ada yang masakin selama di Bali, jadi dia agak terkejut dengan bau harum yang asalnya dari  dapur.

"Mas? Masak?" Rambutnya berterbangan kesana kemari layaknya dihujami ratusan meteor diatas sana.

"Cuci muka dulu Bi" titah Tara yang kini mengaduk lagi sopnya yang sudah sangat mendidih. Gelembung gelembung dari panci besar yang ada didepannya begitu menarik perhatian Biya. Biya mendekat dan melihat bagaimana Tara memasakkan itu semua.

"Wangi banget, jadi kangen dimasakin Mamah, Mas Tara tinggal disini aja ya, kan jadinya enak" Biya masih menilik isi sop tersebut, wajahnya terasa hangat saat uap panasnya mengenai permukaan wajahnya.

"Suruh Mamah aja bawa Dave kesini. Terus kita tinggal sama sama deh." Jawab asal Tara, dia membuat Biya jadi salah tingkah.

"A-aku mandi dulu."

Biya meninggalkan Tara dengan raut wajah panasnya. Dia tersipu bukan main. Belum lagi panas uap itu membuat merah wajah Biya, tapi bukan itu, hatinya dibuat berdebar jutaan kali karena kakak iparnya.

Sekarang Biya sama Tara sedang menikmati sarapan pagi. Biya menawarkan mengajak jalan jalan Tara setelah ini, karena kegiatan yang menyangkut pautkan pada urusan kerja dikerjakan besok hari, hari ini Tara masih punya waktu untuk menikmati keelokan kota itu.

"Kenapa pakai baju kayak gitu?"

Tara mengomentari gaya berpakaian Biya. Biya menggunakan celana pendek di atas lutut dan juga kemeja panjang yang kancingnya terbuka dan terdapat kaus dalaman yang mengetat.

"Kan mau main ke Pantai Mas, bukan mau ngantor, kenapa ih?" Sungut Biya. Dia kesal karena Tara terlalu mengkritik cara berpakaiannya.

"Banyak wanita yang dilecehkan sama pria pria di luar sana, salah satu alasannya karena gaya berpakaian." Tegas Tara, dia hanya ingin Biya berpakaian sopan sebagaimana dia biasanya.

"Tapi Mas .. maaf, banyak orang juga yang dilecehkan ketika mereka menutup aurat, jadi apa kita bisa nyalahin pakaian sepenuhnya? Enggak kan?"

"Iya bi, tapi lebih baik jangan mengundang syahwat."

Biya merengut, akhirnya dia mencoba kembali ke kamar dan berganti pakaiannya kembali.

"Mas tau, bukan itu alasan utamanya wanita dilecehkan. Tapi yang namanya menjaga kehormatan itu perlu, salah satu kiatnya ya kita harus mau berpakaian sopan. Jangan jadikan sebuah tren bisa merubah gaya berpakaian kamu."

"Mas udah bilang, kamu harus bisa jaga diri, kalau kayak gini aja sering kamu langgar, apa Mas nggak khawatir ninggalin kamu disini?" Tara menepuk dua pundak Biya. Menyetarakan sepasang netra itu. Sorot matanya penuh pada Biya, Biya terpaku di depan wajah tampan kakak iparnya.

"Iya Mas" jawab Biya singkat. Dia kemudian mengekori Mas Tara dan berjalan beriringan keluar dari rumah mereka.

Tara dan Biya menggunakan go-car untuk sampai ke destinasi mereka. Ini masih jam sepuluh pagi, tapi pancaran sinar matahari sudah menembus di atas kepala mereka. Cukup terik pagi itu.

How to Move on ─ TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang