[HTMO] 19 - Another Things Happen

488 106 60
                                    



Langkah kaki pagi yang selalu mengiringi hari hari beratnya karena sudah menetap di Bali untuk beberapa waktu lamanya, Biya membiasakan itu seolah semua menjadi kegiatannya sehari hari. Beberapa kegiatan pagi ini harus ditemani oleh Jemmi, Biya melakukan survei di ke lokasi bersama Jemmi semenjak pagi. Seharusnya yang pergi pagi ini adalah Dinan, namun Dinan sedang kurang sehat, dia mengambil cutinya 3 hari, dan selama tiga hari itu, hatinya dirundung kegelisahan serta kekhawatiran.

Biasanya Dinan yang selalu menyerocosi dirinya di pagi hari, tentang laporan yang salah ketik lah, kurang rapih, atau ada data client yang kurang lengkap. Biya memang agak ceroboh kalau diburu buru, jadinya Dinan lebih sering menegurnya, tapi nggak pernah Biya ambil hati, sebab Dinan kerasa lebih friendly sekarang dan nggak sekaku dulu. Tapi sebenarnya yang kaku itu Biya. Dinan selalu wellcome, anaknya sedikit modusan lah tapi bisa dipertanggung jawabkan kok.

"Nggak jenguk Kak Dinan?" Jemmi membuka pembicaraan pagi ini. Mereka menggunakan mobil kantor untuk ke lokasi.

"Mau jenguk, tapi .. apa dia suka dijenguk? Takutnya ganggu." Tutur Biya dengan segala keragu raguannya. Biya hanya takut Dinan nggak suka ditengok. Beberapa orang kan ada yang begitu.

"Kenapa nggak chat?"

Biya bahkan sama sekali gak kepikiran buat chat Dinan, padahal dia khawatirin banget atasannya itu, akhirnya Jemmi menyarankan Biya buat segera chat Dinan. Menurut Jemmi, Dinan itu orangnya perhatian banget sama bawahannya tanpa disadari, jadi sebenarnya kurang lebih tipikal orang seperti Dinan itu sama seperti apa yang coba dia treat ke orang lain.

Di sela sela kegiatan Jemmi dan Biya, Biya mencoba buat chat Dinan, tapi belum ada jawaban. Hatinya sedikit deg-degan menunggu jawaban Dinan. Padahal setiap hari Biya biasanya ngabisin seharian penuhnya sama Dinan, sebab pekerjaan mereka saling berhubungan banget.

Biya kaget bukan main, dia hanya menyapa Dinan dan menanyakan kabar, tapi Dinan malah menelepon dirinya, Akhirnya Biya menjawab panggilan itu dengan detak pacu jantungnya yang tak karuan.

"H-halo"

"Ini gue." Suara Dinan terdengar agak parau dan samar. Terdengar seperti pilek dan batuk.

"Gimana kabar lo? Udah sehat kan?"

"Kalo gue udah sehat ya gue pasti ngantor dong Bi," celoteh Dinan. Ternyata dia nggak cuma menyebalkan secara langsung, tapi via telpon juga.

"Nyantai dong, kan gue cuma tanya," balas Biya santai. Terdengar sedikit kekehan dari sana. "Kenapa lo? Kangen suara gue?" Tanya Biya ke Dinan, karena Dinan bukannya menjawab namun fokus tertawa sendiri.

"Emang nggak boleh ya gue kangen sama calon menantunya mamih gue?"

Biya langsung berdecak kesal dalam hati. Saat sakit Dinan menyebalkannya berkali kali lipat menurutnya, tapi Biya tahan soalnya Dinan lagi sakit dan mungkin butuh hiburan. Biya juga ngerasa sepi Dinan nggak ngantor selama tiga hari itu.

"Lo tuh ya, awas aja kalo ketemu gue, gue remes tuh bibir sampe tipis! Awas aja kalo diaminin."

Dinan yang sedikit tersinggung langsung menanggapi ucapan Biya. "Kenapa gitu nggak mau jadi jodoh gue? Gue kan udah mapan Bi." Sekali lagi, terkadang Biya bisa membawa Dinan jadi lebih serius kayak gini, dan ini bikin Biya bingung atas segala sikap Dinan ke Biya, entah itu mau bersikap manis, sok galak, sok perhatian atau mungkin masih banyak sok sok nya yang lain.

"Nggapapa, jangan kebanyakan ngomong, istirahat gih."

"Gue penasaran, coba dijawab dulu." Dinan masih nggak mau mengalah.

How to Move on ─ TaeyongWhere stories live. Discover now