[HTMO] 24 - Paper scars.

401 94 40
                                    

Menghitung hari - hari terakhir di akhir tahun, begitu banyak kenangan, luapan luka, sisa - sisa serpihan dan rindu yang terkujur memendam. Biya terpaksa harus menerimanya seorang diri.

Ketika hatinya penuh dilanda gundah gulana, derita pelbagai keluh kesah kerinduan yang tak mungkin dia lantangkan, walaupun hatinya terporak porandakan oleh batin yang cukup tertekan. Kelam hitam pucatnya cakrawala penuh menghantam, sore ke malam. Yang meringkus kedamaian hatinya.

Dia tak perduli sorak sendunya petir menggetarkan langit - langit yang meruntuhkan hari. Biya gelisah penuh diam, takut, dan penuh diambang rasa rindu yang gemerciknya menghantam satu titik, dimana dia bisa merindukan Tara sebagai seorang lelaki yang saat itu bisa menjaganya dengan utuh.

Bisik - bisik kabar angin yang kerap menghantamnya pagi ini, membuatnya menjadi tak semangat lagi. Dia kehilangan rasa, Biya ditinggal sebilah rasa pada gairah hidupnya.

Biya usai menyeduh kopi hangatnya di pagi hari, meminumnya di hari hujan, tak terasa ini sudah masuk pada bulan keenam ia tinggal disana. Asap yang mengepul ke atas menjadi pemandunya bersama cengkrama singkat dengan sang pencipta. Dia bersyukur penuh atas karunia yang dia terima sampai saat ini, dia masih sehat dan masih bisa mencari uang untuk dirinya, dan menabung sisanya untuk masa depan kelak.

Dera hari ini mengirimi Biya beberapa chat di pagi hari. Biasanya Biya akan mendapatkan chat dari sahabatnya itu tengah malam, tapi hari ini Dera sedang libur, dia rindu sahabatnya itu. Kepulangan Biya beberapa hari tak membuat dirinya bertemu dengan Dera, apalagi dalam suasana duka.

Mereka melakukan beberapa gurauan lewat chat pagi hari itu kala Biya belum berangkat kerja. Mengenai banyak hal yang biasanya dua wanita saling bicarakan pada umumnya.

Ya, dia tak menduga Dera akan segera bertunangan dengan Mark, sedangkan dirinya masih mengharapkan cinta kasih dari orang lain yang sudah tidak mengharapnya lagi.

Ketika dia ditanya, pada umur berapa dia akan menikan, Biya akan menjawab di umur 25. Usia yang menurutnya cukup matang, dan dewasa. Karena mengingat Biya juga wanita karir, dia tetap tidak boleh meninggalkan apa yang jadi kewajibannya, salah satunya sebagai wanita yang beragama, yang pada umumnya sudah wajib untuk menikah, dan memiliki keturunan.

Dia tidak sensitif jika ditanya soal jodoh, tapi dia akan tersinggung, mengenai sosok siapa yang pantas menjadi pendamping hidupnya saat ini.  Dia terlalu tertutup, bahkan Biya tak punya standar ideal laki - laki di matanya.

Biya bukannya tak memiliki tipe pria idaman, karena sejatinya, tipe ideal itu sudah ada yang memenuhi kriterianya, yaitu Mas Taranya.

"Udah dikasih tau Mas Tara belum?"

"Tentang apa?"

"Loh gak tau lo? Yang bener?"

"Kenapa sih?"

"Mas Tara tuh sekarang lagi deket loh sama Kalea, pegawai baru di kantor. Kalea suka bawa makanan ke kantor."

"Bukannya itu biasa ya?"

"Apa menurut lo biasa? Kalo dia juga bawain makanan buat anaknya Mas Tara?"

Guratan kekecewaan memenuhi dirinya. Bahkan dia langsung mempercayai itu dari Dera, yang bukan pegawai di kantornya. Mark menceritakannya penuh semangat saat Tara sudah mendapatkan kembali apa yang hilang selama Aira sudah tiada. Dia kembali dan semangatnya membangkit lagi. Padahal tidak juga perihal Biya yang menunggu semua balasan - balasan darinya, dari Tara yang tak pernah membuka chat yang Biya kirimkan.

"Mungkin sibuk."

"Lagi.. mungkin chatnya ketimbun."

"Beneran nggak dibaca kah?"

How to Move on ─ TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang